Seorang Pembully

368 55 1
                                    


Reina berjalan menuju kantin karena sudah waktunya jam istirahat. Reina berjalan menuju meja teman-temannya yang semuanya telah berkumpul di sana.

"Rein sini, udah kita pesenin makan nih." Keysa mengajak Reina duduk di sebelahnya. Reina mengangguk dan duduk di sebelah Keysa.

Ketika dia duduk matanya bertatapan dengan Rasi. Dia terkejut, Reina langsung bangkit dan menghampiri Rasi.

"Ras! Kau, kau gak papa kan! Bagaimana caranya kau bisa ada di sini?" tanya Reina. Rasi yang tiba-tiba di tanya begitu mengerutkan alisnya.

"Ya aku ke sini dianter bapakku lah. Aneh jugak kau," ucap Rasi sambil menatap heran Reina.

"Ah, maksudku. Beberapa hari yang lalu, hari Jum'at. Hari itu kau ada di mana?" Reina menunggu jawaban. Bukan tanpa alasan dia berbicara seperti itu. Reina merasa gagal menyelamatkan temannya hari itu.

"Ya aku di rumahlah. Setiap pulang sekolah aku gak kemana-mana kok," jawab Rasi yang semakin merasa heran.

Reina terdiam. "Terus? Yang kemaren menelpon siapa? Ya kali orang iseng," batin Reina.

"Emang kenapa sih Rein? Kek takut aja nih curut kenapa-napa." Rana dan yang lainnya juga bingung dengan sikap Reina yang seperti itu. Ada apa dengannya.

"Lupain aja." Reina kembali duduk ke tempatnya, otaknya masih saja berpikir tentang kejadian beberapa hari lalu.

"Khawatir sama aku ya, Rein. Takut banget kayaknya aku kenapa-napa. Jangan-jangan kau sukak sama aku? Aku masik normal Rein." Rasi tersenyum ke arah Reina.

"Najis." Reina memandang jijik ke arah Rasi. Lalu Reina memilih menikmati makanannya, berusaha melupakan kejadian itu.

Brak.

Tak lama kemudian, ketenangan Reina dan teman-temannya terganggu. Reina menatap nyalang pelaku yang menggebrak meja mereka.

"Apalah si kuntul ini. Ganggu orang makan aja," ucap Arjun yang ingin sekali melempar Sena dari lantai lima.

Sena tidak memperdulikan Arjun. Dia menatap Reina dan menarik Reina agar berdiri. "Heh, abis bully anak orang enak kali kau makan di sini ya," ucap Sena sinis.

Ucapan Sena bertepatan dengan kedatangan Alfino dan teman-temannya. "Ada apa ini?" tanya Devan.

"Tuh Fino, cewek kau bully nih bocah. Cemen kali, nyari pelampiasan kok ke bocah." Sena menunjukkan anak SMP yang sudah terlihat basah kuyup.

Alfino menatap Reina. "Benar itu, Rein?" tanya Alfino basa basi. Dia tidak mungkin percaya Sena begitu saja.

"Enggaklah, kek gadak kerjaan aku bully orang." Reina membantah tuduhan Sena.

Saat ini mereka menjadi pusat perhatian murid-murid yang lain. Ada yang tidak percaya, dan ada yang percaya.

"Alah, gausah ngelak kau. Udah jelas-jelas di sini ada buktinya." Sena masih berusaha menjelek-jelekkan Reina.

Lalu tak lama datanglah sumber masalah terbesar Reina. Siapa lagi kalau bukan Sari. Saudara-saudara Reina juga datang bersamaan dengan datangnya Sari.

"Wah wah, sejak kapan seorang Reina menjadi pembully. Mau ganti profesi lo? Dari programer handal, menjadi pembully handal?" Sari semakin memanas-manasi situasi.

"Kamu membully orang, Reina?" Kianzee menatap tajam Reina. Lalu tatapannya beralih menatap bocah yang di duga dibully oleh Reina. "Benar kamu dibully dia?"

Sena mengode anak itu. Anak itu menunduk sambil menganggukkan kepalanya. Membuat banyak orang langsung menatap Reina sinis.

"Dek kenapa kamu bully dia? Itu gak baik loh." Fadly mendekat ke arah Reina.

"Rein gak bully dia." Reina masih berucap santai.

"Gak bully apa, bukti udah jelas ada, kamu masih ngelak?" Zehan berusaha meredam amarahnya, jangan sampai dia berbuat kasar di tempat umum.

Reina menghela nafas, dia menatap ke arah anak SMP itu. Reina mendekat dan berdiri tepat di hadapan anak itu. Reina sedikit membungkuk untuk menyamakan tingginya dengan anak itu.

"Benar kalau Kakak bully kamu?" tanya Reina lembut. Dia menatap anak itu lembut.

"I-iya."

"Apa yang Kakak lakuin? Di mana Kakak bully kamu?" tanya Reina lagi dengan menatap tepat di kedua mata anak itu.

Anak itu gugup, dia memainkan ujung bajunya. "Em, Kakak siram aku pake air di toilet," ucapnya berbohong.

Reina tersenyum tipis. "Oh iyakah? Memangnya kenapa Kakak bisa bully kamu? Kamu ada buat salah sama Kakak?" Reina mencoba memancing anak itu untuk jujur.

"Gak ada," ucap anak itu polos.

"Nah itu. Terus kenapa Kakak bisa bully kamu? Sedangkan Kakak aja gak kenal sama kamu." Suara Reina terdengar begitu lembut, membuat anak itu berkaca-kaca ingin menangis.

"Kenapa, hm?" tanya Reina melihat anak itu yang ingin menangis. Tiba-tiba saja dia memeluk Reina dan benar-benar menangis. Reina sedikit terkejut.

"Hueee, Kakak gak bully aku. Aku dipaksa bohong sama dia, kalo gak nanti uang jajanku diambil. Terus dia juga siram aku pake air." Anak ity menunjuk-menunjuk Sena sambil menangis. Dia mengadu kepada Reina.

Reina tersenyum, dia menenangkan anak itu. "Udah, gausah nangis. Ini Kakak kasih permen." Reina menaruh 5 buah permen kopiko ke tangan anak itu.

Reina melirik Sanju. "San, tolong belikan dia pakaian baru di koperasi. Suruh anak ini ganti baju." Reina memberikan 5 lembar uang berwarna merah.

"Kamu ikut Abang itu ya? Ganti bajunya, nanti masuk angin. Dan, siapa namamu?" Reina mengelus kepalanya.

"Nama aku Abel," ucap anak itu yang bernama Abel.

"Oke Abel, nama Kakak Reina. Kalau begitu, ganti bajumu ya?" ucap Reina lembut.

"Makasih ya Kak." Lalu Abel pergi mengikuti Sanju dari belakang. Keadaan seketika hening.

yOrang yang tadi ikut menyalahkan Reina dan mencacinya, merasa bersalah, terutama saudara-saudara Reina. Mereka langsung mengambil kesimpulan tanpa tau kebenaran yang sebenarnya.

Reina menatap Sena sinis. "Heh, miskin kau sampek mau ngambil uang anak orang? Gak elit kali ngancemnya kek gitu. Udah kek preman yang di pajak pajak itu kau," ucap Reina.

(Pajak = pasar).

Karena terlampau malu, Sena langsung pergi dari tempat itu. Sekali lagi dia gagal untuk menjatuhkan Reina. Berbagai umpatan Sena terima sepanjang jalan.

Alfino mendekat. "Untung aja tuh bocah ngaku. Hebat jugak kamu bisa bikin dia ngaku," ucap Alfino.

"Memang udah gila dia tuh. Mungkin pasien RSJ kabur." Danu menatap sinis kepergian Sena.

"Iiih, kok bisa dulu kau sukak sama dia Fin?" Sehan bergidig ngeri.

"Gak tau," jawab Alfino singkat. Alfino tidak ingin lagi berurusan dengan Sena sama sekali.

"Wah, gue kira lo beneran ngebully tuh bocah." Sari menepuk pundak Reina.

"Ngapain kau masik di sini? Pergi sana." Reina mengusir Sari. Sangat malas kalau hari-harinya di isi oleh gadis itu.

Sari tiba-tiba mendorong Reina ke belakang. Untung saja Reina bisa menjaga keseimbangan sehingga tidak jatuh.

"Apa yang-" ucapan Reina terpotong.

Brugh.

Byur.

Prang.

Tiba-tiba saja seorang gadis menabrak Sari setelah Sari mendorong Reina. Gadis itu sedang membawa jus jeruk di tangannya, sehingga jus itu tumpah membasahi tubuh Sari dan gelasnya jatuh dan pecah.

Karma instan.

Mungkin itu kata yang cocok untuk saat ini. Reina berusaha menahan tawanya melihat Sari yang basah terkena jus.

"Pfft, mampus kau kualat kan. Karma is real."

Reina meninggalkan kantin karena sudah malas akibat kejadian tadi. Kekesalannya juga hilang karena kejadian yang menimpa Sari barusan.

Bersambung~~

She Is Rein | EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang