Di Kantin."Isssh, Kak Zee! Aku cuman naruh dikit aja kok. Ya? Boleh ya? Pliiiss." Saat ini Reina memohon kepada Kakak dan Abangnya, agar diperbolehlan makan bakso pake sambel.
Reina itu pecinta pedas, walaupun dia sangat rentan sakit sehabis makan pedas. Memang dasar Reina saja yang tidak ada kapok-kapoknya.
"Gak! Kamu kalo udah makan pedes, gak kira-kira. Nanti sakit lagi, Kakak gak mau kamu sakit." Kianzee melarang tegas. Dia menjauhkan sambel dan saos dari jangkauan Reina.
"Bang Fadly~~" Reina memasang wajan imut ke arah Fadly, berharap Fadly memperbolehkannya. Hal itu tidak akan mempan, karena Fadly sudah kebal.
"Gak boleh, sayang. Ini demi kebaikan kamu," ucap Fadly lembut.
Akhirnya mau tak mau, Reina menikmati bakso hambar itu dengan wajah cemberut. Reina misuh-misuh sendiri pada ketiga saudaranya itu, terutama Kianzee.
"Kenapa dia Kak? Mukaknya kek baju Rana yang belum digosok." Rasi dan Rana datang ke meja Reina dan saudaranya.
"Gausah bukak kartu lah." Rana menatap Rasi datar.
"Rein gak bisa makan pedes, tapi dia ngeyel pengen makan pedes. Akhirnya gitu lah, ngambek dianya." Kianzee melirik Reina yang sedang mengaduk-ngaduk baksonya.
"Oh, iyakah? Baru tau kalo si bayi ini gabisa makan pedes," ucap Rana sambil melirik Reina dengan senyuman mengejek.
"Pala kau, bayi," ucap Reina kesal. Dia menatap datar Rana, Rana hanya bisa menahan tawa.
"Udah, kamu kan emang bayi," ucap Zehan yang berada di samping Reina sambil mengelus kepala Reina. "Lucu banget sih Adek Abang." Zehan tersenyum manis.
Reina memang sangat lucu, apalagi ketika kesal. Membuat siapa saja ingin mengarungi anak itu, juga membuat jantung kaum Adam tidak aman. Maka dari itu Rana suka sekali mengganggunya, hanya untuk membuat Reina kesal.
"Udah gede gini dikata bayi. Sinting!" ucap Rein sinis. Reina tidak terima dikatain bayi, udah keren masa dibilang kayak bayi? Pikir Reina.
"Dah lah, Rein mau ke toilet dulu." Reina beranjak dari tempat duduknya, dan pergi dari kantin sekolah. Reina berjalan di koridor sekolah yang sepi, karena sebagian besar murid pergi ke kantin.
Sesampainya di toilet, Reina membuang air kecil, dan mencuci tangannya. Reina juga merapikan penampilannya yang sedikit berantakan.
Dia tak sadar kalau ada seseorang pria yang mendekat. Tidak ada seorangpun di toilet kecuali Reina. Sekitarnya juga terlihat sangat sepi, orang itu tersenyum miring.
Pria itu dengan cepat menarik tangan Reina dan memojokkan Reina ke sudut dinding. Jantung Reina berdetak kencang karena terkejut, dia merasa familiar dengan pria di depannya.
"Kau? Kenapa kau di sini? Ini toilet cewe!" ucap Reina dengan menatap tajam pria itu. Pria itu mengunci pergerakan Reina, jarak mereka sangat dekat bahkan terlalu dekat.
Pria itu kembali tersenyum miring. "Ternyata kalau dilihat sedekat ini, kau benar-benar sangat cantik," ucapnya, membuat Reina merasa jijik.
"Lepasin, bangke!" Reina berusaha memberontak, tapi tenaga pria itu terlalu kuat. "Woi, tai! Punya telinga gak sih? Aku bilang lepasin!" ucap Reina dengan berteriak.
"Kau sudah membuatku tertarik. Kau harus tanggung jawab," ucap pria itu dengan suara parau. "Sebentar saja, aku sedang mengagumi ciptaan Tuhan yang luar biasa," lanjutnya.
Reina tersenyum sinis. "Sejak kapan seorang Alfino mesum seperti ini? Aku kira kau homo," ucap Reina sinis, membuat pria yang bernama Alfino itu tertegun.
KAMU SEDANG MEMBACA
She Is Rein | End
TeenfikceFollow sebelum membaca. ~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~ Kalau ada yang bertanya, siapa yang hidupnya paling santai? Jawabannya adalah Reina. Yang sikapnya selalu berubah-ubah? Jawabannya adalah Reina. Siapa yang pecinta kopi? Jawabannya adalah Reina? Selalu...