Kesialan

755 83 0
                                    


Kesialan sepertinya menimpa Reina hari ini. Dari awal dia telat bangun, biasanya bangun jam 5 pagi, tapi tadi Reina terbangun jam 6 lewat 30 menit. Kalau sudah begitu sudah pasti Reina bergerak dengan kecepatan maksimal. Mandi secepat mungkin dan memakai seragam secepat yang dia bisa, agar tidak telat.

Tapi kesialan kedua menimpa Reina, dasinya entah dia letakkan kemana. Reina bahkan sampai membongkar isi lemarinya tapi tidak dia temukan, ternyata dasinya berada di dalam tas. Reina hanya bisa menghela nafas kesal, lalu dia memakai asal-asalan dasinya.

Lalu kesialan ketiga menimpa Reina lagi, buku paket matematika miliknya tidak ada di rak buku. Alhasil dia kembali membongkar rak bukunya, untung saja buku itu ditemukan, terselip di antara buku LKS.

"Oalah buku buku. Pakek acara hilang lagi. Anjing lah," umpat Reina.

"Masih pagi loh ini? Masa udah dapet sial aja? heran," ucap Reina kesal. Modnya sudah memburuk pagi-pagi.

Jam sudah menunjukkan pukul 7, Reina tanpa sarapan terlebih dahulu langsung berangkat menuju sekolahnya dengan menggunakan motor. Kenapa menggunakan motor? Karena jam 7 biasanya jalanan macet, kalau pakai motor Reina bisa nyelempet-nyelempet agar cepat sampai.

Akhirnya Reina sampai ke sekolah tepat waktu, 5 menit lagi bel masuk akan berbunyi Reina sampai. Tapi sepertinya kesialan Reina tidak hanya sampai di situ. Ketika Reina berjalan ke arah kelas.

Brugh.

Dirinya terjatuh karena terdorong oleh seorang cowok yang sedang bertengkar. Dua orang cowok saling pukul-pukulan satu sama lain, dan kenapa dari sekian banyak manusia yang melihat, tidak ada satupun yang memisahkan mereka berdua?

"Anjing lah, sial kali sih aku hari ini? Perasaan semalem gak ada mimpi aneh-aneh." Reina menarik nafas dalam-dalam, emosi yang sedari tadi ditahannya sudah memuncak. Dia menatap datar dua orang yang sedang bertengkar itu.

"Woi!" Reina menarik kerah belakang salah satu cowok yang sedang bertengkar itu dan memukul keras wajah cowok itu hingga terjatuh.

BUGH.

Setelah terjatuh Reina memaksa bangkit cowok itu dan memukulnya lagi sampai 3 kali. Cowok itupun terkapar di tanah dengan wajah lebam.

Setelah puas memukuli, Reina beralih ke cowok yang satunya lagi, hal yang sama dia lakukan pada cowok itu. Cowok itu sampai menabrak dinding dan terduduk tak berdaya. Pukulan Reina tidak main-main, saat ini emosinya tidak bisa dia kontrol.

Murid-murid yang berkerumun hanya bisa tercengang. Hei, cara memisahkan macam apa itu? Baru kali ini mereka melihat orang lain memisahkan pertengkaran dengan cara seperti itu. Mereka semua tidak ada yang berani memisahkan dua cowok itu, tapi Reina dengan gampangnya memisahkan mereka berdua.

Dua cowok yang dipukuli Reina tadi pun hanya bisa tercengang tanpa bisa berkata-kata. Mereka berdua tidak menyangka kalau yang memukuli mereka berdua itu seorang cewek.

Nafas Reina terlihat tersengal-sengal, antara kecapean habis memukuli orang atau menahan emosi. Reina menatap dua cowok itu dingin.

"Hah hah, Udah?"

"Udah puas berantemnya?"

Dua cowok itu tidak bisa berkata-kata, tenggorokan mereka terasa tercekat. Begitu juga dengan murid-murid yang menonton.

"ADEEK!"

Fadly memanggil Reina dengan berteriak, Reina tidak menoleh sedikitpun. Dia diberitahu kalau ada yang sedang memukuli dua orang cowok yang sedang bertengkar, ternyata itu adalah Reina.

"Kamu kenapa emosi gini?"

"Tangannya pasti sakit kan? Ngapain kamu mukuli mereka berdua? Biarin aja mereka yang berantem." Fadly memeriksa tangan Reina dan bagian tubuh Reina yang lain, mana tau ada yang lecet.

"Hei, kenapa? Kamu kenapa?" tanya Fadly dengan nada lembut.

Murid-murid yang lain merasa heran, apa hubungan Reina dengan anak keturunan Bratasena? Juga sekaligus keponakan Aflastar?

Akhirnya Reina menatap Fadly dengan mata berkaca-kaca. Fadly bukannya merasa kasihan, dia malah tertawa. Fadly sudah hafal kalau Reina seperti itu pasti ada sesuatu. Lagian wajah Reina sangat lucu ketika ingin menangis seperti itu.

"Haha, kenapa sayang? Sini cerita." Fadly membawa Reina ke dalam pelukannya.

"Huhu, Rein hari ini sial banget Abang.Tadi pagi Rein telat ... bangun, terus dasi Rein hilang tapi udah ketemu ... , abis itu buku matematika Rein juga hilang .... Terus Rein kena macet, eh sampek ... sampek sekolah Rein malah jatuh karena mereka berantem ...." Reina menumpahkan segalanya yang dia alami kepada Fadli.

"Uluh-uluh, Adek Abang lagi sial ya? Yaudah nanti Abang beliin permen kopi satu kotak mau?"

"Terus kenapa kamu pukul mereka?" tanya Fadly sambil berusaha menahan tawanya.

"Habis ... habisnya mereka bikin Rein jatuh. Udah tau hari ini Rein kena sial, yaudah jadinya Rein pukul deh. Rein gasalah kan Bang?" ucap Reina sesegukan.

Seluruh penghuni sekolah yang mendengar itu malah tertawa, karena Reina memang sangat ketika menangis. Tadinya Reina keliatan kayak singa, sampai membuat aura sekitar menegang. Eh sekarang malah kayak kucing.

Hahaha bocah dari mana ini? Pengen aku culik njir.

Njir Dek, kamu lucu banget ya Allah.

Tadi kayak maung, sekarang malah kayak meong.

Hahaha, ngakak sumpah.

Uluh uluh, lagi sial si dedek. Kacian amat sih, sini Kakak beliin permen.

Pengen aku jadiin adek deh.

Mau gak jadi pasangan hidup Abang, Dek?

Hahah, Kakak itu lucu banget nangisnya.

Maungnya berubah jadi kucing, gak jadi takut malah gemes pengen nyulik.

Begitulah komentar dari sebagian orang. "Duh, jadi maloe," batin Reina. Dia menyembunyikan wajahnya di dada bidang Fadly.

"Bentar ya Dek." Fadly melepaskan sebentar pelukannya pada Reina, lalu dia menghampiri dua cowok yang babak belur itu. Fadly membantu mereka berdua bangkit.

"Maafin Adekku ya, dia memang begitu kalo lagi emosi. Lagi mode senggol bacok dia, lagian kasihan abis kena sial. Masih pagi udah banyak kesialannya." Fadly mewakili Reina untuk meminta maaf.

Kedua cowok itu tersenyum tersenyum. "Maafin kita berdua jugak ya Dek? Gak sengaja buat kamu jatuh tadi" ucap kedua cowok itu. Reina hanya mengangguk.

"Kalian jangan berantem-berantem lagi, gabaik," nasehat Fadly, "udah sana pergi. Bentar lagi masuk. Kalian semua jugak sana bubar, ngapain masih ngumpul-ngumpul di sini?" Fadly menyapu matanya ke segala arah, menyuruh semua orang bubar.

Lalu matanya kembali manatap Reina. "Kamu gausah takut telat Dek, kan ini sekolah punya Papa. Ngapain takut."

"Yakan Rein biasanya jugak tepat waktu. Dulu itukan Reina sekolah di tempat orang," ucap Reina pelan. Fadly tersenyum lalu mengacak-ngacak rambut Reina.

"Yaudah, sana masuk. Guru kamu pasti juga udah di kelas itu," ucap Fadly.

"Abang masuk ya. Nanti istirahat jangan lupa makan, pasti kamu tadi gak sarapan kan?" Fadly mengingatkan.

"Iya Abang jelek. Yaudah Rein ke kelas. Daaah Abang jelek."

Bersambung~~

She Is Rein | EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang