Diremehkan

585 78 1
                                    


"Bersiap-siap ya, sebentar lagi cerdas cermat akan dimulai. Persiapkan diri kalian berdua ya? Reina, Alea." Pak Adi datang menghampiri Reina dan Alea.

"Iya Pak," jawab Reina dan Alea bersamaan.

Setelah pak Adi pergi dari hadapan mereka, Alea menghela nafas lelah. "Kalok kali ini, gak yakin aku bisa menang. Lawannya banyak cuy. Apa kita bisa menang Rein?" Alea menjadi ragu.

"Bisa lah. Kalok kata aku bisa, ya bisa. Kau santai aja." Ekspresi Reina tetap datar, memang manusia yang satu ini seperti tidak punya rasa takut.

"Orang Bintang aja bisa menang." Reina melirik ke arah teman-teman laki-lakinya. Mereka sedang mabar game.

Bintang dan timnya memang berhasil meraih gelar juara. Entah apa yang ada di pikiran mereka saat itu, yang pasti mereka tiba-tiba saja mempunyai keinginan untuk menang yang besar. Akhirnya mereka berhasil meraih gelar juara.

"Beruntung aja itu, salah satu pemain musuh ada yang cedera. Kalo gak, susah pasti," ucap Alea, dia menoleh ke arah teman-teman laki-lakinya.

"Berarti ... keberuntungan juga harus ada di pihak kita," ucap Reina santai. Alea mengedipkan mata dua kali, pikirannya sedikit terbuka karena ucapan Reina barusan.

"Hm, kau benar," ucap Alea pelan.

"Otak dangkal jangan berharap deh." Anak kelas 10 TKJ 1 tiba-tiba saja berseru merendahkan Reina dan Alea. Tatapan sinis dia layangkan kepada Reina dan Alea.

"Maksud kau apa!" Said berteriak tidak suka. tatapannya tak kalah sinis.

"Cih, orang-orang bodoh. Kita liat saja, kalian bahkan tidak akan bisa mendapatkan point sedikitpun," lanjut anak itu. Teman-temannya yang ada di belakang seperti menahan tawa.

Sanju sebagai ketua kelas, jelas tidak terima karena mereka di rendahkan. Dia ingin maju untuk memukul mereka semua, tapi Reina menahannya.

"Sudahlah, biarkan saja. Mungkin mereka iri karena semalem kalah dari kalian," ucap Reina datar.

"Kami hanya mengalah, kalau tidak jangan harap kalian bisa menang satu perlombaan pun. Pecundang akan tetap menjadi pecundang." Anak-anak itu semakin merendahkan teman-teman Reina.

Teman-teman Reina berusaha mengontrol emosi, jangan sampai mereka membuat keributan. Mereka tahu, kalau anak-anak itu hanya ingin memancing emosi. Sedangkan Reina? Dia tetap duduk santai menikmati permen kopinya.

"Kalian lebih baik diam!" sentak Rana. Dia sepertinya sudah sangat kesal.

"Haha, benar Dek. Mereka ini sebenarnya hanya sok pintar, padahal gak ada Apa-apanya. Mungkin saja lomba menggambar tadi bisa menang karena nyogok." Salah satu anak 10 akuntansi semakin memanas-manasin keadaan.

"Iya, kalau tidak mana mungkin juri tadi mau ngobrol sama dia." Anak 10 TKJ 1 menunjuk ke arah Reina.

Reina tersenyum sinis. Dia tetap tidak peduli dengan omongan mereka, baginya omongan itu hanya angin lalu.

"Hahaha, benar-benar pecundang." Orang-orang itu semakin merendahkan Reina dan Teman-temannya. Orang lain yang juga tidak suka dengan kelas Reina, hanya bisa menahan tawa.

"Semalem ada yang ngomong gitu, besoknya mati."

"HAHAHA." Gantian teman-teman Reina yang tertawa akibat perkataan Reina barusan. Perkataan itu cukup menyakitkan.

Reina menatap orang-orang itu dingin. "Ya, kami memang pecundang. Tapi itu tidak dapat menutup fakta, kalau kalian berhasil dikalahkan oleh pecundang-pecundang ini. K.A.L.A.H. " ucap Reina dingin, dia menekankan kata terakhirnya.

Orang lain yang mendengarnya tertegun, perkataan itu sangat menyakitkan. Ya, itulah faktanya. Mau bagaimanapun tidak akan bisa mengubah fakta itu.

"Tiga kali, kami sudah berhasil mengalahkah kalian tiga kali. So, siapa yang pecundang di sini." Wajah orang-orang itu mendadak memerah, antara malu atau marah.

Memang, kelas Reina memang sudah menang 3 kali. Futsal, menggambar, dan lomba bernyanyi. Bernyanyi berhasil dimenangkan oleh Alea. Orang-orang terkejut suaranya sangat bagus.

Alea sendiri juga terkejut suaranya sebagus itu ketika mendengar rekaman suaranya sendiri. Ternyata latihannya selama ini tidak sia-sia, suaranya terdengar sangat merdu. Sepertinya dia cocok menjadi penyanyi daripada programer.

Karena merasa malu, mereka yang tadi merendahkan kelas Reina pergi begitu saja. Mereka memang tidak bisa menyangkal kalau kekalahan berada di pihak mereka.

Reina dkk hanya tersenyum mengejek melihat kepergian mereka. Setelah mereka benar-benar pergi, teman-teman Reina kembali tertawa.

"Hahaha, komuknya njir. Kek orang sesak berak."

"Hahaha, udah kayak udang rebus."

"Hahaha, ngakak njir. Kok ada ya orang kayak gitu?"

"Lah? Emangnya mereka orang?" ucap Reina polos.

"Hahaha, anjir."

Mereka semua tertawa, ucapan itu terdengar sangat polos. Memang Reina paling bisa mengembalikan mod orang lain. Padahal tadinya mereka sangat marah, tapi mendadak tertawa karena kejadian barusan.
.
.
.

"Kita akan memulai cerdas cermat sekarang." Seorang guru berbicara di tengah-tengah para peserta. "Soal akan di acak, dan kalian menjawab secara lisan." Guru itu menjelasakan, dia adalah guru yang memegang lebih satu mapel, namanya adalah buk Rahma.

"Penilaian akan dilakukan secara langsung. Kelompok siapa yang bisa pertama menjawab, maka kelompok tersebut yang akan mendapat point." Lalu guru itu membaca kertas yang ada di tangannya.

Lomba ini akan melewati dua babak juga. Babak pertama akan dibagi 3 kelompok. Kelompok pertama untuk kelas 10, kelompok 2 untuk kelas 11, dan kelompok 3 untuk kelas 12. Setelah berhasil melewati babak pertama, maka 3 kelompok yang akan terpilih akan masuk ke babak final.

"Aduh, gimana nih Rein. Aku tuh sebenarnya goblok." Alea menarik-narik ujung baju Reina, wajah Reina tetap saja datar.

"Ck."

Reina berdecak malas, lalu dia mengeluarkan dua permen kopi dari saku rok celananya. Reina membuka bungkus satunya, lalu dia memasukkanya ke mulut Alea.

"Nih makan, katanya permen bisa membuat otak encer." Reina berucap asal, lalu dia memakan permen yang satunya. Alea hanya bisa melongo.

"Teori dari mana itu. Jangan bilang dari artikel lagi," ucap Alea.

"Iya."

Ingin sekali rasanya Alea menggeplak kepala temannya, tapi karena di tempat umum dia mengurungkan niatnya. Tapi tak ayal Alea juga memakan permen pemberian Reina.

"Oke ayo kita mulai." Buk Rahma pun memulai cerdas cermat itu. Seluruh murid kelas 10 langsung mempersiapkan diri.

Banyak dari mereka memasang wajah tegang, tapi Reina tetap berwajah santai.Tdak tau juga apa yang dirasakan Reina, anak ini sangat bisa mengontrol ekspresi wajahnya.

"Soal pertama, berapa hasil Jika diketahui akar dua puluh ditambah akar x ditambah akar seratus dua puluh lima sama dengan sepuluh akar lima, maka hasil x ditambah lima ialah?" Buk Rahma memberikan soal pertama.

Semua murid mulai menghitung, tapi tidak dengan kelompok Alea dan Reina. Alea hanya diam karena tidak bisa matematika, Reina juga hanya diam tidak ada niatan menghitung.

"Aduh, gimana nih Rein. Aku gak bisa matematika." Alea kembali menarik ujung baju Reina.

"Ya kayak gitu," ucap Reina dengan enteng.
"Dah lah." Alea hanya bisa pasrah, dia diam saja mendengar jawaban-jawaban dari orang lain.

Tidak tau apa yang ada di pikiran Reina saat ini. Dia hanya diam saja tanpa ada niatan menjawab, mungkin saja Reina sama dengan Alea, yang tidak tau matematika.

Bersambung~~

She Is Rein | EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang