"Hellow, kemana semua orang? Tumben banget nih rumah sepi." Reina yang baru turun melihat sekeliling mansion, tidak ada satupun anggota keluarganya yang terlihat.Sebenarnya bukan sepi, masih banyak para pekerja rumah yang berlalu lalang mengerjakan tugasnya. Definisi sepi bagi Reina berbeda, baginya sepi berarti keluarganya tidak berada di rumah.
Reina bangun kesiangan akibat maraton menggambar semalaman, jadi dia tidur waktu subuh setelah semuanya selesai. Ya salah Reinanya juga yang suka sekali menumpuk orderan.
Hari ini adalah tanggal merah, itu berarti Reina libur sekolah, jadi dia bisa lebih bersantai. Dia mengambil beberapa cemilan di kulkas dan dia bawa ke ruang keluarga, Reina ingin menonton TV saja.
Tap tap tap.
Salsabila turun dari tangga dan menghampiri Reina, merasa ada seseorang yang mendekatinya Reina menoleh. "Loh Kakak? Aku kira nih rumah dah gak ada penghuninya lagi," ucap Reina sambil memandang Salsabila.
"Jadi kamu apa? Bukan penghuni?" Salsabila duduk di samping Reina dan ikut menonton TV.
"Yang lain kemana?" ucap Reina tanpa menoleh.
"Abang Alden sama Daddy seperti biasalah ke kantor. Bang Zehan sama Bang Fadly lagi ngumpul sama temen-temennya. Kak Zee lagi ke kantor Daddy, mungkin lagi belajar bisnis. Kalo Ayah sama Bunda lagi ngurus cabang yang ada di sini, lagi bermasalah katanya. Kalo Kakek sama Nenek lagi cek ke dokter seperti biasanya. Kalo Mommy tau sendirilah, lagi arisan dia sama temen-temennya, abis itu katanya mau belanja." Salsabila menjelaskan panjang lebar, Reina mengangguk-ngangguk paham.
"Hm, tumben pada sibuk semua," ucap Reina.
"Kamu? Kenapa bangun kesiangan? Tadi pagi ga ikut sarapan." Salsabila memandang Rein yang fokus ke acara TV sambil makan cemilan.
"Biasalah, orderan Rein numpuk. Mana tuh client pada marah-marah, jadi begadang deh."
"Jangan dibiasain lah Rein. Kerjaan itu harus diselesaikan secepatnya."
"Kalau bisa nanti, kenapa harus sekarang?"
Salsabila menatap datar Reina yang dengan santainya mengucapkan kalimat itu. Memang hobi adiknya ini adalah menunda-nunda pekerjaan, dibiarkan sampai banyak baru diselesaikan. Memang begitu sifat manusia yang susah dihilangkan.
"Dek, main yuk keluar? Mumpung semuanya lagi pergi." Salsabila menyenggol lengan Reina.
"Enggak, Rein gak mau ngajak Kakak keluar lagi. Kakak lupa? Berkali-kali Kakak sekarat di depan Rein, hanya karena jalan keluar. Ujung-ujungnya Rein yang dimarahin." Reina menatap Salsabila, dia menolaknya.
"Kakak janji, gak terlalu aktif. Ayolah, udah lama kita gak main keluar." Salsabila menarik-narik tangan Reina.
"Rein bilang enggak ya enggak! Nanti Rein bilang sama Ayah, biar Kakak dihukum lagi mau?" Reina berbicara tegas, dia tidak mau Salsabila kenapa-napa lagi. Salsabila hanya bisa cemberut di tempatnya, dia tidak bisa membantah perkataan Reina.
Memang Salsabila sering sekali kambuh di depan Reina, bahkan sampai sekarat pun sering. Akhirnya Reina yang panik dan bingung mengatasinya, walaupun hal itu sudah sering terjadi. Reina selalu menjadi penolongnya Salsabila di manapun dan kapanpun, bahkan kalau sampai mengorbankan dirinya sendiri juga Reina tidak masalah.
Salsabila sangat menyayangi Reina, begitu juga sebaliknya. Tapi Reina seakan-akan menjadi adik yang tidak peduli pada kakaknya, tapi tanpa disadari Reina lah yang paling banyak berkorban. Reina yang paling banyak membantu Salsabila ketimbang yang lain. Reina takut jika tiba-tiba Salsabila meninggalkan mereka semua.
Dari sisi depan memang Reina menjadi orang yang paling tidak peduli, dia tidak pernah menunjukkan sisi kepeduliannya kepada orang lain secara langsung. Tapi percayalah, dari sisi belakang Reina yang paling peduli lebih dari siapapun. Entah kapan orang-orang akan sadar akan kepedulian Reina.
Pernah pada suatu saat Reina demam tinggi, tapi perasaanya tidak tenang entah kenapa. Reina memutuskan untuk duduk di balkon kamar, cuacanya sedang hujan deras. Reina melihat ke bawah kalau ada seorang gadis yang tergeletak di tanah, Reina sontak membulatkan matanya dan berlari ke luar kamar.
Gadis itu adalah Salsabila, Reina tidak peduli lagi akan keadaanya yang demam tinggi. Reina melupakan badannya yang lemas dan pusing yang melanda, dia menorobos hujan untuk menyelamatkan Salsabila. Reina tidak peduli lagi dengan bajunya yang basah kuyup.
"Kumohon bertahanlah, kita akan ke rumah sakit. Kumohon jangan tinggalkan aku." Reina menangis, dia benar-benar menangis. Dengan sekuat tenaga dia menggendong Salsabila dan membawanya ke mobil. Dengan kecepatan di atas rata-rata Reina mengendarai mobil itu, untung saja jalanan sedang lenggang karena hujan. Hanya dalam waktu 15 menit mereka sudah sampai ke rumah sakit.
Salsabila langsung di bawa ke UGD, Reina menelpon keluarganya kalau Salsa kambuh. Setelah itu Reina memilih untuk pulang karena kondisinya yang tidak memungkinkan untuk menunggu. Benar-benar adik yang baik.
"Iya-iya kita gak keluar, jangan bilang sama Ayah. Kakak gamau kalau harus terkurung lagi di kamar." Bahu Salsabila melemas.
Reina yang merasa kasihan pun mencoba berpikir. "Oke kita jalan-jalan keluar," ucap Reina. Dia tahu bagaimana rasanya menjadi Salsabila, pasti dia merasa sangat bosan.
"Beneran?"
"Tapi Kakak harus pakai kursi roda. Rein gak mau Kakak jalan kaki."
"Gapapa, yang penting kita jalan-jalan keluar." Salsabila sudah ingin beranjak tapi Reina menahannya.
"Eit, kalau nanti sedikit saja kaki Kakak menyentuh tanah. Rein ikat di kursi roda ya," ancam Reina, Salsabila langsung mengangguk setuju. Ya, Reina cukup menyeramkan ternyata.
"Oke, kita keluar."
Akhirnya Salsabila dan Reina pun jalan-jalan keluar. Mereka tidak membawa bodyguard karena hanya ingin ke taman komplek saja. Itu saja sudah lebih dari cukup bagi Salsabila.
Karena kalau seluruh keluarga ada di rumah, jangankan untuk jalan keluar, menginjakkan kakinya ke teras mansion saja tidak boleh. Apalagi jalan keluar, dia keluar rumah hanya untuk hal-hal yang penting saja. Kalaupun boleh, harus di temani banyak bodyguard dan harus melewati berbagai wejangan-wejangan dari keluarganya.
Hah, mau main keluar saja sudah seperti mau nagih hutang sampe bawa pasukan. Memang se-posesive dan se-overprotective itu keluarga Salsabila padanya. Reina juga, cuman protectivenya Reina masih batas wajar, jadi Salsabila lebih nyaman kalau berada di dekat Reina.
Mereka berdua bukanlah saudara yang seperti di ceritakan di novel. Bukanlah saudara yang saling membenci dan saling iri. Bukanlah saudara yang egois yang hanya mementingkan dirinya sendiri.
Reina tidak pernah iri pada Salsabila yang mendapatkan perhatian lebih, sedangkan dirinya tidak walaupun dia anak bungsu. Begitu juga dengan Salsabila yang tidak pernah iri atas kebebasan yang Reina miliki.
Sudah 3 tahun berlalu, tapi Reina masih tetap sama di mata Salsabila. Sikap cueknya itu tidak pernah hilang, apalagi kerandoman Reina, Salsabila sangat merindukan itu.
Begitu juga bagi Reina, sudah bertahun-tahun berlalu, tapi semuanya tak pernah berubah. Kapan dirinya tidak menjadi yang nomor 2 lagi. Tapi Reina juga tidak terlalu mempermasalahkannya, yang dia tahu kalau dia harus menjadi orang yang berguna bagi orang lain. Dan satu harapan Reina, semoga Salsabila segera mendapatkan donor untuk jantungnya.
Bersambung~~
KAMU SEDANG MEMBACA
She Is Rein | End
Teen FictionFollow sebelum membaca. ~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~ Kalau ada yang bertanya, siapa yang hidupnya paling santai? Jawabannya adalah Reina. Yang sikapnya selalu berubah-ubah? Jawabannya adalah Reina. Siapa yang pecinta kopi? Jawabannya adalah Reina? Selalu...