Sudah Gila

878 70 4
                                    


"Kalau ... Rein sudah memaafkan s-semuanya. Re-Rein sayang ka-kalian semua." Reina berusaha untuk tetap sadar. Walaupun dirinya sudah tidak sanggup.

"Rein juga cin-cinta sama Alfin. T-tolong sampaikan padanya," lanjut Reina lagi.

"Iya, Rein anak baik. Tapi Rein harus bertahan ya? Demi Kakak dan demi Fino. Rein gak kasihan sama Fino?" Sari menggenggam erat tangan Reina. Dia bingung untuk membawa Reina ke rumah sakit bagaimana.

"Kakak gak bisa kehilangan kamu, sungguh. Kamu pasti bisa bertahan. Tolong bertahan demi kami berdua ya?" Sari memeluk Reina.

"REINA!"

Tiba-tiba Kianzee datang menghampiri Sari dan Reina. Dia syok melihat perut Reina yang penuh dengan darah.

Dengan mata sayu, Reina berusaha menatap kakaknya. Kakak yang sangat dia sayangi harus melihatnya dengan kondisi seperti itu. Kianzee jatuh terduduk di depan Reina. Matanya kembali mengeluarkan air mata. Tubuh Kianzee seketika melemas melihatnya.

"K-kamu kenapa?" Hanya itu yang bisa di ucapkan.

"A-apa yang terjadi?"

"SUDAH! TIDAK USAH BERTANYA DULU BODOH! AYO KITA BAWA DIA KERUMAH SAKIT!" Sari membentak Kianzee yang malah bertanya ketika melihat kondisi adiknya yang seperti itu. Sari dengan cepat menggendong Reina dan membawanya ke mobil Kianzee.

Kianzee sedikit terkejut, lalu dengan cepat duduk ke kursi pengemudi. Tidak ada waktu untuk bersedih saat ini, nyawa Reina harus terselamatkan.

Perasaan Kianzee saat ini sangat kacau. Nafasnya memburu, kakinya seperti jelly, tubuhnya sedikit bergetar karena Reina. Kianzee tetap berusaha fokus mengemudi walaupun dia merasa ketakutan, takut Reina meninggalkannya.

Sedangkan di sisi Alfino, dia masih menahan pria asing itu. Pria itu tidak ada niatan untuk kabur sedikitpun, dia sudah sangat pasrah dengan hidupnya.

Alfino menatap pria itu dengan tatapan sendu. "Bro, selama ini dia sudah cukup menderita. Dia telah menerima begitu banyak luka, dan kau malah menambah lukanya? Di mana hati nuranimu sebenarnya ...." Alfino berucap begitu lirih.

"Takdir sangat kejam padanya kan? Dia orang baik, kenapa orang sebaik dia mendapatkan akhir yang buruk seperti ini?" ucap Alfino lagi. Pria itu menunduk, perasaan bersalah di hatinya semakin menjadi.

"Aku tidak tau lagi harus berbuat apa? Bahkan kalau kau membunuhku di sini, aku rela. Aku sudah tidak tau lagi untuk apa aku hidup." Pria itu kembali menangis.

Kedua pria kuat itu sama-sama menangis. Yang satu menangis karena sudah melukai orang yang dia sayang, dan yang satunya menangis karena gagal menyelamatkan orang yang dia sayang.

"Kalau dia pergi meninggalkanku untuk selamanya. Aku tidak tau untuk apa lagi aku hidup. Karena cahayaku meredup, aku juga akan redup."
.
.
.

"Rein ngantuk. Bo-boleh Rein tidur kan?" Reina menatap sayu Sari yang memangkunya.

Sari menelan salivanya, dia menganggukkan kepalanya. "Tidurlah, tidak akan ada yang melarangmu. Tapi kamu harus janji sama Kakak, kamu harus bangun lagi ya? Kakak gak sanggup kalau harus kehilangan kamu," ucap Sari lirih.

"Rein gak janji ... tap-tapi ... Rein berjanji satu hal, kalau Rein tetap berada di si-sini." Reina menyentuh dada Sari. "Di hati Kakak."

Sari mengecup kening Reina penuh sayang. "Kamu akan selalu berada di sana. Tidak akan ada yang bisa menggantikan. Tidak akan pernah," ucapnya dengan nada lembut.

"Satu hal yang ... pe-perlu Kakak t-tau. Se-selagi Kakak masih ber-bernafas, Rein akan ... tetap hidup di ha-hati Kakak." Reina tetap berusaha mempertahankan kesadarannya, melanjutkan kalimat yang ingin dia ucapkan.

"Re-Rein sa-sayang Kak S-Sari ...." Setelah mengucapkan itu, Reinapun tak sadarkan diri. Sari juga semakin menangis, dia sudah seperti kehilangan jiwanya.

"Kakak juga sayang kamu Dek," ucap Sari. "Kakak mohon jangan bawa Reina juga, Dek. Kalau Rein juga pergi, Kakak juga akan ikut pergi bersama kalian," lanjut Sari dalam hati.

Kianzee yang berada di depan mengepalkan tangannya. "Kenapa rasanya sesakit ini?" ucap Kianzee dalam hati. Rasanya begitu sakit ketika saudara sendiri lebih dekat dengan orang lain.

"Kakak benar-benar gagal menjadi Kakakmu, Reina. Ini mungkin hukuman untuk kami," lanjutnya lagi dalam hati.

Alfino dan Sari benar-benar wujud nyata dari kebaikan Reina selama ini. Alfino yang sangat mencintai Reina dan akan selalu berada di sampingnya, lalu Sari yang menyayangi Reina tanpa syarat.

Sangat sulit untuk mencari orang seperti mereka berdua yang begitu tulus. Bahkan orang-orang terdekat Reina saja belum tentu bisa seperti mereka berdua.

Reina adalah cahaya bagi Alfino. Kalau cahayanya redup, Alfino juga akan ikut redup. Entah sejak kapan Reina begitu penting di hidup Alfino. Berawal dari tertarik, lalu suka dan berakhir cinta.

Sekarang semua orang baru menyadari, betapa pentingnya dia. Tapi apakah mereka terlambat untuk menyadarinya?
.
.
.

"Apakah kau yakin dia berpotensi dapat  menghancurkan keluarga itu, sayang?" tanya seorang pria paruh baya kepada seorang gadis.

"Papa tenang aja, dia adalah pondasi keluarga itu. Ah tidak, dia adalah pondasi semua orang. Bayangkan kalau bangunan kehilangan pondasinya, maka-" Gadis itu menjeda kalimatnya.

"Akan runtuh," lanjutnya dengan tersenyum puas.

Gadis itu tak lain adalah Sena, dan pria paruh baya itu adalah ayahnya. Entah ada dendam apa sehingga mereka ingin menjatuhkan keluarga Aflastar.

Padahal keluarga Aflastar tidak pernah berurusan dengan mereka. Tapi sepertinya keluarga Januar yang iri dengan keluarga Aflastar.

"Dan kalau Reina mati, maka Alfino menjadi milikku seutuhnya," batin Sena dalam hati.

Sepertinya dia tidak lagi mencintai Alfino, tapi terobsesi untuk mendapatkannya. Memangnya siapa yang tidak ingin mendapatkan Alfino? Sudah kaya, tampan, pintar, yang terpenting Alfino adalah orang yang penyayang.

Alfino akan melindungi apapun yang menjadi miliknya. Dia akan menyayangi kekasihnya dengan segenap jiwa dan raga (eaaa).

"Ya, kita tunggu saja, apa reaksi mereka. Benarkah mereka akan merasa terpukul?" Ayah Sena menyenderkan tubuhnya.

Ya, sebut saja mereka gila. Menyakiti seseorang hanya demi kepuasan semata. Manusia memang lebih menakutkan daripada apapun yang ada di bumi.

Memangnya ada orang yang lebih gila dari mereka berdua? Sudahlah, biarkan saja kegilaan itu.

Bersambung~~

She Is Rein | EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang