Ekstra Part

772 45 3
                                    

Baru sempet bikin part ini. Hp aku dicuri orang.

Yaudah, happy reading.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

"ABAAAANG!"

Suara Reina menggelegar sampai satu mansion mendengar. Fadly berlari dari lantai dua menuju ruang keluarga, dia sedang menghindari amukan Reina sambil tertawa lepas.

"Hahahaha." Fadly tertawa terpingkal-pingkal ketika sampai di ruang keluarga. Wajahnya sampai memerah karena tertawa.

Anesa menggeleng-gelengkan kepala. "Kamu ini, suka sekali mengganggu adikmu itu. Sudah tau dia emosian," ucap Anesa.

"Seru tau Nek, gangguin Rein. Dia lucu kalau lagi marah, hahaha." Fadly masih saja melanjutkan acara tertawanya.

"Emang dia kamu apain?" tanya Nadia.

Fadly ingin menjawab, tapi Reina sudah sampai di ruang keluarga dengan wajah kesal. Dia berjalan cepat ke arah Fadly.

"Abaang iiiiihhh. Rasain nih."

Bugh.

Bugh.

Buagh.

Bugh.

Reina memukul-mukul Fadly bertubi-tubi. Dia menuangkan seluruh kekesalannya dengan pukulan-pukulan itu, Fadly mengaduh kesakitan.

"Aduh aduh, Dek, sakit. Aduh, ampun." Pukulan Reina tidak main-main, rasanya memang benar-benar sakit.

"Bundaaa, toloong." Fadly ingin menuju Nadia, tapi ditahan Reina. Reina tidak membiarkan abang laknatnya itu pergi.

"Mampus, rasain nih. Siapa suruh gangguin aku." Reina masih melanjutkan acara memukul Fadly. Dia masih kesal dengan abangnya itu.

Zehan yang kasihan melihat Fadly tersiksa, lantas mendekati Reina dan menggendongnya untuk menjauh. "Udah Adek, kasihan itu abangnya kesakitan," ucap Zehan mendudukkan Reina kepangkuannya.

Seluruh keluarga terkekeh melihat Fadly tersiksa. "Kapok, siapa suruh gangguin Rein. Sakit kan tuh," ejek Salsabila.

"Emangnya kamu diapain, Dek?" tanya Salsabila ke Reina.

Dengan masih menatap Fadly dengan tatapan bermusuhan. "Masa Abang cosplay jadi Bang Fadlan. Tengok tuh, dia pake softlen warna biru. Udah itu cara ngomongnya sama kayak Bang Fadlan. Pakek acara megang piso lipat lagi, kan Rein jadi takut," jelas Reina.

"Abis itu Abang teriak, THIS IS PRANK. Kan jadi makin gondok, nengoknya," jelas Reina.

Mahardika terkekeh, lalu mendekat ke arah Reina. Dia mengecup pipi anaknya itu. "Udah, nanti Papa hukum abangnya ya?" ucap Mahardika.

Reina memang masih sangat takut pada Fadlan, mengingat betapa kejamnya perlakuan Fadlan pada Reina. Tidak tahu saja Reina kalau Fadly tidak ada bedanya dengan Fadlan. Kalau tidak, bagaimana bisa Fadly bertingkah menjadi Fadlan sedemikian rupa.

"Uluh uluh, gitu aja takut. Mana hampir nangis tadi tuh." Fadly masih saja meledek Reina.

Bugh.

Reina melempar bantal ke arah Fadly. Bantal itu tepat mendarat ke arah wajah Fadly. "Iiiih, Bang Alden. Lihat itu Bang Fadly." Reina mengadu pada Alden yang kebetulan ada di sampingnya.

Reina berdiri ingin mendekati Fadly lagi, tapi ditahan oleh Kianzee dengan cara memeluknya. "Fadly udah. Hobi kali gangguin Rein, awas aja kalo gangguin Rein lagi. Ku sleding pala kau nanti," ancam Kianzee.

"Fadly, motor kamu Abang sita," ucap Alden.

Fadly tidak terima. "Yah, kok gitu sih," ucap Fadly dengan memasang wajah cemberut.

"Mpos." Reina memasang wajah meledek, gantian Fadly yang merasa kesal.

Semuanya tertawa melihat Fadly yang ternistakan. Sepertinya mereka senang melihat Fadly kesal, jarang-jarang Fadly berekspresi seperti itu.

Yah, begitulah hari-hari keluarga Aflastar dan Bratasena setelah Reina bangun dari koma. Mansion itu terasa lebih berwarna.

Reina akhirnya mendapatkan kebahagiaannya bersama keluarganya. Hal itu yang sudah lama dia inginkan akhirnya terwujud.

"Rein pergi main ya?" Reina meminta izin untuk keluar.

"Pergi sama Isan," ucap Mahendra tiba-tiba. Reina langsung menatap Mahendra dengan wajah cemberut.

Isan adalah bodyguard pribadi Reina. Dia ditugaskan untuk menjaga Reina kemanapun Reina pergi. Mengikuti Reina kemanapun, dan melaporkan semua kegiatan Reina kepada Mahendra ataupun Mahardika.

"Rein cuman mau ketemu Alfin kok," ucap Reina.

"Pergi dengan Isan, atau tidak pergi," ucap Mahendra mutlak. Kalau sudah begini, Reina pun tidak bisa menolak. Daripada kena hukum, mending turuti saja.

Protective.

Kata itu yang cocok menggambarkan keluarga itu pada Reina. Karena Reina adalah anak yang harus mereka lindungi sekarang, agar kejadian lama tidak terulang.

"Ini demi kebaikanmu, sayang. Turuti saja," ucap Olivia memberikan pengertian.

"Fine. Yaudah, Rein pergi ya," ucap Reina.

"Ayo Bang Isan." Isan langsung mengikuti Reina dari belakang tanpa mengatakan apapun.

Selesai.....

She Is Rein | EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang