"Sama sepertimu yang begitu cantik di mataku."Alfino hanya bisa mengucapkannya dalam hati, dia tidak bisa mengucapkannya secara langsung. Alfino menatap dalam Reina yang sedang menatap langit.
Reina seperti peri kecil yang terpapar cahaya bulan, begitu cantik di mata Alfino. Entah apa yang ada di dalam diri gadis itu, sehingga bisa membuat seorang Alfino Devyan tertarik.
Alfino sudah sering bertemu gadis cantik yang sejenis Reina, tapi yang kali berbeda menurut Alfino. Ada perasaan asing masuk ke dalam hatinya ketika menatap Reina.
"Kata orang nih ya, kau itu dingin, cuek, anti cewe banget. Tapi kok ini gak ada dingin-dinginnya sama sekali, malah agak geser gini." Reina berbicara tanpa manatap Alfino.
"Sifatku memang kek gini kok, aslinya. Aku kayak gitu ke orang-orang yang gak deket aja."
Bohong, Alfino sepenuhnya berbohong. Sifatnya memang seperti yang Reina ucapkan tadi, di dekat teman-teman dan keluarganya saja terkadang dia hanya menampilkan wajah datar.
"Ooh, gitu. Tapi aku gak deket sama kau, kita aja baru kenal beberapa hari." Kepala Reina menoleh ke arah Alfino, Alfino juga menoleh ke arah Reina.
Degh.
Terlalu dekat, wajah mereka berdua hanya berjarak 3 centimeter. Bahkan hembusan nafas Alfino menerpa wajah Reina. Jantung Alfino berdetak kencang.
"Ekhm." Alfino berdehem sekali untuk menetralkan detak jantungnya yang berdebar-debar.
"Mukakmu merah." Reina masih saja memandangi wajah Alfino, wajahnya semakin memerah karena salah tingkah.
"Sakit? Telingamu juga merah." Reina menyentuh kening Alfino lalu memegang telinga Alfino yang memerah. Alfino yang sudah tak tahan, menjauhkan tangan Reina dari telinganya.
"E-enggak kok." Alfino berusaha mengibas-ngibaskan bajunya. "Panas, di sini panas ya?" ucap Alfino sambil memandangi sekitar.
Reina menatap Alfino tersenyum sambil memiringkan kepalanya, dia tidak bodoh sehingga tidak mengerti penyebab Alfino seperti itu. "Haha, kau sukak sama aku?" ucap Reina dengan kekehan kecil.
Alfino terdiam sambil sedikit menunduk. "Yakan? Kata orang, tanda-tanda orang sukak sama kita itu ya kayak kau sekarang. Aku gak tau bener apa enggak, karena aku gak pernah ngerasain," jelas Reina.
Alfino tersenyum lirih. "Ak-aku memang sukak sama kau, Rein." Alfino menyentuh kedua bahu Reina, dia menatap dalam mata Reina. "Bahkan sudah sampai ke tahap cinta," lanjutnya.
Reina menaikkan sebelah alisnya. Dia menurunkan kedua tangan Alfino dari bahunya. Reina kembali menatap langit. "Jangan pernah mencintai orang sepertiku, Alfin. Tidak ada yang menarik dari aku," ucap Reina.
"Itu menurutmu, tapi enggak menurutku," bantah Alfino. Dia tidak suka Reina berbicara seperti itu.
"Memang itu kenyataanya, tidak ada yang menarik dari aku. Tidak ada yang bisa dibanggakan. Aku bahkan tidak tau, tujuanku hidup sebenarnya." Reina menatap langit dengan tatapan sayu.
"Hidup aku terlalu abu-abu, buram, sangat tidak jelas. Bahkan orang-orang di sekitarku juga tidak jelas. Aku gak seperti orang lain yang ceria, yang dibanggakan banyak orang, bisa membuat orang senang. Aku tidak punya semua itu, jadi apa yang membuatmu suka padaku?" Reina menatap penuh tanya pada Alfino.
"Tanpa kau sadari, kau punya semua itu, hanya kau saja yang tidak sadar. Kau saja yang tidak peka pada dirimu sendiri." Alfino menatap Reina serius.
Reina malah tertawa kecil. "Haha, tidak ada yang menganggapku serius. Tidak ada yang bisa mengerti aku." Reina menjeda kalimatnya. "Gak ada," lanjutnya lirih.
"Maka, aku orang pertama yang akan mengerti. Aku gak mau bertele-tele, aku mau kau jadi milikku," ucap Alfino. "Ya? Aku tidak pernah seserius ini," lanjut Alfino.
"Walaupun aku gak cinta sama kau?" tanya Reina.
"Gak papa, yang penting aku cinta sama kamu." Alfino langsung mengubah panggilannya.
Reina tampak berpikir. "Pacaran ya? Menarik sih. Lagian gak ada salahnya juga, aku juga belum pernah pacaran dalam hidupku," batin Reina. Lalu dia menatap Alfino sambil mengangguk.
"Kamu nerima? Jadi pacar aku?" tanya Alfino.
"Ya."
"Yess." Alfino bersorak senang, dia memeluk Reina erat.
Tidak butuh lama, dua sejoli itu menjalin hubungan yang bernama "pacaran". Mereka resmi berpacaran di bawah sinar bulan. Yang satu berpacaran karena suka, yang satu karena ingin merasakan pacaran. Segabut itu memang seorang Reina.
"Udah jam sepuluh. Ayo pulang." Alfino menarik lembut tangan Reina yang telah resmi menjadi kekasihnya. Akhirnya Alfino merasakan cinta untuk pertama kalinya.
.
.
."BODOH KALIAN SEMUA! BAGAIMANA PUTRIKU BISA LEPAS DARI PENGAWASAN KALIAN!" Olivia membentak semua bodyguard yang diperintahkan Mahardika untuk menjaga Reina, tapi Reina lepas dari pengawasan mereka.
Bukan sepenuhnya kesalahan mereka, Reina saja yang terlalu licik untuk mengelabui mereka semua. Olivia tidak bisa mengontrol emosinya saat ini, hanya karena kenakalan Reina.
"Ma-maaf nyonya, kami memang bersalah." Mereka hanya bisa menunduk takut. Bodyguard-bodyguard itu berjumlau 5 orang.
Salsabila hanya bisa menatap kasihan 5 bodyguard itu. Itu memang kesalahan mereka yang lalai menjaga adiknya. Salsabila juga ingin sekali marah, tapi dia berusaha mengontrolnya demi kesehatan jantungnya.
"Pergi cari adikku sekarang. Sebelum Ayah sama Papa tau kalau adik hilang," perintah Salsabila dengan suara dingin kepada bodyguard-bodyguard miliknya.
Salsabila menutup matanya, menetralkan kekesalan, lalu kembali menatap Olivia yang masih saja marah-marah. "Sudahlah Ma, percuma saja memarahi mereka. Suruh saja mereka mencari Rein sekarang.
"Hm, kamu benar." Olivia menoleh ke arah Salsabila yang menatapnya. "Kalian! Cari putriku secepatnya! Jika tidak, segera ambil gaji kalian, dan pergi dari sini!" perintah Olivia. Mereka tanpa banyak bicara, langsung melaksanakan perintah Olivia.
"Huh! Kenapa putriku itu susah sekali diatur? Tidak tahukah dia kalau kita khawatir padanya?" Olivia terduduk memijat pelipisnya.
Di mansion hanya ada kedua sepupu Reina serta Olivia dan Nadia. Semua saudara Reina sedang mengurus urusan masing. Kakek dan Nenek Reina sedang keluar kota menyelesaikan masalah di sana, dan Mahardika dan Mahendra sudah pasti di kantor.
"Sialan!"
Semua mata tertuju pada Fadly yang tiba-tiba berteriak. Fadly terlihat sangat marah dan menahan sesuatu dari dirinya.
"Aku tidak mengizinkanmu untuk keluar! Jangan berani-beraninya kau mengambil alih tubuhku." Fadly seperti memarahi seseorang, tapi siapa?
"Arrggghh." Fadly menarik rambutnya.
Salsabila merasa sangat khawatir. "Abang, Abang kenapa?" Salsabila mendekati Fadly. Semoga yang dikhawatirkan Salsabila tidak terjadi.
"Dia! Dia ingin mengambil alih! Abang udah gak bisa nahan dia." Fadly menatap Salsabila dengan wajah memerah.
"Dia? Jangan bilang ...." Nadia terlihat khawatir.
"Kamu pasti bisa nahan dia kan? Dia itu cukup gila, jangan sampai Reina melihatmu yang seperti itu lagi. Sudah cukup Reina melihatnya waktu balita." Olivia kelihatan panik, terlihat jelas kekhawatiran di matanya.
"Gak bisa, Ma ...." Setelah mengucapkan itu, Fadly tidak sadarkan diri.
"ABANG!"
"FADLY!"
Mereka semua berteriak melihat Fadly yang tidak sadarkan diri. Tubuh Salsabila melemas.
"Oh tidak ...."
Bersambung~~

KAMU SEDANG MEMBACA
She Is Rein | End
Novela JuvenilFollow sebelum membaca. ~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~ Kalau ada yang bertanya, siapa yang hidupnya paling santai? Jawabannya adalah Reina. Yang sikapnya selalu berubah-ubah? Jawabannya adalah Reina. Siapa yang pecinta kopi? Jawabannya adalah Reina? Selalu...