Ctar.
Ctar.
Ctar.
Saat ini Reina menerima hukuman cambukan sampai 20 kali. Kejam sekali memang keluarga Reina ini, mereka sudah tidak waras.
"Shhtt." Ringgisan yang berusaha Reina tahan sedari tadi, akhirnya keluar juga. Reina tidak ingin terlihat lemah, maka dari itu dia menahannya.
Sakit? Jelas rasanya sangat sakit. Seluruh tubuhnya terasa sangat sakit, beberapa mungkin ada yang sampai mengeluarkan darah. Reina masih berusaha berdiri walaupun sebenarnya dia sudah tidak sanggup.
"Entah dosa apa yang kulakukan di masa lalu, sampai mendapatkan keluarga seperti mereka." Reina berbicara dalam hati.
Ctar.
Cambukan terakhir Reina terima, dan akhirnya hukuman Reina selesai. Reina bernafas lega. Lalu dia membuka matanya perlahan, tatapan itu terlihat sayu. Reina hanya menatap ke arah lantai.
"Sudah," ucap Mahendra sambil membuang cambuk di tangannya ke sembarang arah. Memang Mahendra yang menghukum Reina. Yang lain tidak ada niatan sama sekali untuk mencegahnya.
Mahardika mendekat ke arah Reina. Dia berdiri di hadapan Reina yang sudah terlihat tidak berdaya. "Hebat, kamu bahkan tidak menangis sedikitpun."
Hal itu yang diucapkan Mahardika ketika sudah melihat keadaan Reina yang mengenaskan. Bukannya bertanya bagaimana keadaanya, dia malah berbicara seperti itu.
Reina tidak berbicara sedikitpun, Reina hanya sibuk menikmati rasa sakit yang melanda. Dia sudah tidak mempedulikan apapun.
"Perlu kau ketahui, saya senang melihatmu kesakitan karna kesalahan yang kau perbuat," ucap Mahardika enteng.
Mati mati mati.
Kata-kata itu terngiang-ngiang di kepala Reina. Reina benci itu, dia berusaha menghilangkan bisikan-bisikan jahat itu. Reina menggelengkan kepalanya.
Mati sajalah, hidup memang tidak berguna.
"Diam kau brengsek!" batin Reina memaki. Rasa sakit kepala menyerang Reina, dia memegang kepalanya yang sakit.
"Saya sebenarnya membenci saat di mana saya harus menyakitimu. Tapi kau selalu memancing saya untuk berbuat hal itu," ucap Mahendra yang tidak dipedulikan Reina.
Karena kelelahan menahan rasa sakit sedari tadi, akhirnya Reina tidak sadarkan diri. Dia terjatuh di lantai marmer yang dingin.
Mahardika dengan cepat membawa Reina ke dalam gendongannya. "Saya sudah menduga hal ini akan terjadi. Alden, panggilkan dokter," perintahnya pada Alden.
"Dia kenapa nakal sekali, dia juga sudah berani berbohong." Kianzee menatap dalam kepergian ayahnya yang menggendong Reina.
"Ya, dia memang semakin nakal," ucap Zehan.
Reina memang seorang pembohong besar. Dia sering berbohong agar tidak membuat orang lain khawatir. Dia bahkan pernah berbohong ketika dia hampir kehilangan nyawanya, dan berakhir mendapat hukuman berat.
.
.
."FINO!" Sena memanggil Fino dengan berteriak. Alfino tetap melanjutkan jalannya, tidak menghiraukan teriakan Sena.
Sena yang geram berlari menghadang jalannya Alfino. Alfino berdecak malas dan menatap nyalang Sena. "Fino, dengerin aku dulu," ucap Sena menarik-narik ujung baju Alfino.
KAMU SEDANG MEMBACA
She Is Rein | End
Roman pour AdolescentsFollow sebelum membaca. ~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~ Kalau ada yang bertanya, siapa yang hidupnya paling santai? Jawabannya adalah Reina. Yang sikapnya selalu berubah-ubah? Jawabannya adalah Reina. Siapa yang pecinta kopi? Jawabannya adalah Reina? Selalu...