Tok tok tok.Suara ketukan pintu terdengar membuat Raya yang masih bersiap dengan mengenakan seragam nya itu mengerutkan kening.
Tak biasa nya ada yang datang ke kamar nya pagi pagi begini, namun tak urung ia melangkah mendekat, takut takut jika yang datang Allisa ataupun Xander.
Ngomong ngomong Papa dari Letta itu masih berada di rumah hingga sekarang, dari yang Raya tau, lelaki paruh baya itu tengah menyibuk kan diri dengan perusahaan yang baru ia bangun di Indonesia, entah perusahaan apa Raya tak tau, Toh tak ada hubungan nya juga dengan nya.
Lagi pula bagus jika Xander memang lebih lama berada di rumah, bukan kah itu juga keinginan Letta yang tertulis di buku diary nya? Ingin jika Papa Mama nya itu tak selalu meninggalkan nya.
Membuka pintu kamar dengan warna putih itu, Raya berniat menutup nya lagi sedetik setelah nya, namun gerakan menahan dari seseorang yang berada di sana membuat Raya mau tak mau mengalah.
Ini masih terlalu pagi untuk memancing keributan.
"Letta, Abang mohon kasih kesempatan Abang buat bicara."
Tentu kalian tau siapa yang kini berada di depan nya dengan memasang wajah memelas itu kan?
Yap.. Zevan, entah kesurupan apa lelaki itu hingga kini fasih menyebut diri nya Abang di depan Letta.
Raya menghembuskan nafas lelah, Setelah hari itu Raya sempat menolak bicara dengan Zevan di tempat Mang Budi, Raya fikir Zevan sudah tak akan lagi mengganggu nya.
Namun jika di lihat lihat, Zevan pasti tak akan berhenti meminta waktu jika Raya terus saja menolak.
Raya menggeser badan, memberi isyarat agar lelaki itu masuk lewat gerakan mata, Anggap saja ini kesempatan terakhir yang Raya berikan untuk Abang pertama Letta itu.
"Cepet, Lu cuman punya waktu 15 menit."
"Dek, Banyak yang mau Abang bicarain."
"15 menit atau gak sama sekali."
"Oke!" Zevan mengiyakan meskipun dengan mimik wajah terpaksa, memangnya apa yang ia harapkan setelah ia melakukan hal seburuk itu pada adik nya?
Zevan duduk di tepi kasur dengan manik yang tak sekalipun luput menatap Letta yang berdiri sembari bersandar pada dinding dengan satu kaki tertekuk ke belakang, tak luput tangan gadis itu bersedekap, jauh sekali dari kesan Letta yang ia tau.
"Abang seneng kamu berubah."
Raya tak menanggapi, Ia masih tetap menatap lurus ke arah Zevan tanpa emosi apapun yang terlihat dari binar mata nya.
Zevan menatap sosok di depan nya itu lamat, meskipun sekarang Letta berubah, namun entah kenapa Zevan merasa ia melihat orang lain di tubuh Letta, hal yang membuat nya sempat memaki diri nya sendiri.
Lu sendiri yang udah ngebuat dia jadi orang lain bangsat.. harus nya lu sadar itu.
"Maaf kalau dari dulu Abang cuek sama kamu, ngejauhin kamu, lebih deket sama Stella dari pada kamu, percaya atau nggak, Abang ngelakuin itu demi kamu, biar kamu berubah seperti sekarang--"
"Cih!" Raya mendecih sinis, Alasan terbodoh yang pernah Raya fikirkan akan keluar dari mulut Zevan.
"Abang beneran Letta."
"Terus lu fikir gue bakal percaya? Bulshit tau gak, gue tuh heran sebener nya, lu sama Zidan itu Abang kandung gue apa bukan sih? Kita sedarah, serahim, seayah, seibu, tapi sikap kalian gak mencerminkan itu sama sekali, kalau pun lu mau gue berubah seperti yang lu mau, harus nya Lu selalu ada di deket gue, support gue, bantu gue buat berubah, gak dengan lu ngehindar dan ninggalin gue, lu sama saudara kembar Lu itu ngerusak mental gue secara perlahan Zevan." Suara Raya tercekat, Ia membayangkan berada di posisi Letta saat itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Violet Or Feraya
FantasyVioletta Devana Maheswara Cupu, bodoh, lemah, ceroboh, gak guna, korban bully, dan sampah, kata kata itu rasa nya sangat cocok dengan kehidupan seorang Violetta Memiliki keluarga yang lengkap, dengan Kedua orang tua kaya dan juga kedua Abang yang me...