Bagian 31

1.8K 97 31
                                        

“Buka mata lo, syukuri semua yang udah dikasih Tuhan.”

—Fikri Adiyatama—

*****

"Ka, ikutan yok!"

"Gak, kayak bocah aja lo pada."

Ketujuh cowok itu sedang berkumpul di rooftop sekolah seperti biasanya, apalagi saat ini kelas sedang ada jam kosong, jadi akan sia-sia jika hanya duduk di kelas sambil membaca buku seperti kutu buku atau anak rajin.

Memang seharusnya di kelas akhir ini mereka dituntut untuk belajar lebih dari biasanya agar memudahkan saat ujian kelulusan nanti. Tapi, waktu untuk bersama juga semakin terkuras dan menipis.

"Gaya lo, Ka. Udah ikutan aja, apa salahnya." Ucap Fikri menimpali.

"Biarin aja, kayaknya Ketos kita ini takut ikutan makanya nyari alasan mulu dari tadi." Gevan berucap sinis setelah menghembuskan asap rokok dari mulutnya. Sengaja memang, agar cowok batu ini bisa terpancing.

Aska mengerutkan dahinya, lalu memalingkan pandangan. "Buang rokok lo."

"Ogah."

"Buang!"

"Bacot lo," Gevan menjatuhkan puntung rokok itu lalu menginjaknya dengan kesal.

Akhir-akhir ini Gevan memang lebih sering merokok, terlebih lagi dengan terang-terangan seperti dihadapan Aska yang masih menjabat sebagai Ketua Osis. Entah ada masalah apa dengannya.
Padahal teman-temannya sudah jarang merokok lagi sejak kelas 11.

"Nih!! Yok mulai!" Seru Yusuf datang dengan semangat menenteng satu botol minuman bekas di tangannya.

"Sini lo pada, cepet!"

Mereka mendekat satu sama lain pada satu meja usang yang ada di sana, mengelilinginya. Yusuf meletakkan botol tadi diatas meja pendek, lalu mereka duduk dilantai itu dengan santai. Wajah Yusuf berseri-seri sedari tadi, dialah yang memberi ide untuk permainan konyol ini.

"Siap-siap ya, yang kepilih ga boleh ngelak."

"Bentar, ini cara kerjanya gimana?" tanya Rayden, semuanya mendengus sebal. Padahal sudah 3 kali mereka menjelaskannya, tapi cowok satu ini tetap saja tidak paham.

"Lemot lo bisa dikurangi ga sih, Ray? Lama-lama kasian juga gue sama Monic." Celetuk Danil membuat cowok itu menatap tajam padanya.

"Ga usah bawa-bawa tunangan gue."

Danil langsung diam, andai saja Rayden berkata 'cewek gue' atau 'pacar', kan masih bisa ia tikung. Tapi dia malah mengatakan 'tunangan'.

Apalagi sepertinya Monic juga sudah tobat. Katanya semua pacar, gebetan, maupun doi, sudah dibuang semua. Dan hanya tinggal dia, Rayden, tunangannya seorang hasil dari perjodohan mereka berdua.

"Gue jelasin sekali lagi, kalau lo ga paham juga gue gebuk lo pakai sepatunya Fino."

"Lah, ngape sepatu gue?" gumam Fino melirik sinis pada Yusuf, cowok itu cengengesan.

"Kita main truth or dare. Nih botol, gunanya buat milih siapa yang bakal kena. Yang kena, harus milih salah satu antara truth atau dare." Jelas Yusuf penuh kesabaran. "Jangan bilang lo ga tau truth sama dare. Gue gibeng lo lama-lama."

"Ooo, paham." Akhir Rayden mendapat dengusan kesal penuh kesabaran dari teman-teman.

"Kelamaan, sini gue yang muter botolnya," cowok dengan sweater pink muda itu merebut botol dari tangan Yusuf, lalu memegang tengahnya dan memutarnya dengan santai.

VIOLA [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang