"Halo? Siapa ini?"
Semua yang ada di dalam ruangan itu mengalihkan atensi pada Fikri yang sedang mengangkat telpon. Karena hari ini minggu, jadi mereka semua–inti Dixon dan Miki serta Monic–sengaja berkumpul di base camp.
"Pingky?? Ini lo kan? Gue Viola."
Suara perempuan yang serak itu membuat mata Fikri membulat dengan jantung yang jadi berdegup kencang. Terkejut.
"V-Vi?! ini beneran Viola kan?!" serunya membuat semua temannya itu langsung mendekat karenanya.
"Hah?! Viola? Yang bener aja lo jangan bercanda!!"
"Itu beneran Viola kan?!"
"Vii!! Lo dari mana ajaa!!"
"Lo gapapa kan?"
Tampak sekali bahwa teman-temannya itu khawatir padanya. Di lain sisi, Viola tersenyum tipis merasakan kehangatan itu.
"Tunggu-tunggu! Jangan gini, bentar gue speaker." Lerai Fikri lalu membuat panggilan itu dapat didengar oleh semuanya.
"Iya ..., ini gue. Gue gapapa. Gue baru bisa kabur dari rumah, bokap gue ngurung gue dirumah. Sorry gak bisa ngabarin kalian, HP gue mati, heheh."
"SIALAN BAPAK LO VI! GUE SANTET BOLEH GAK?!" emosi Gevan langsung berteriak pada layar pipih itu. Terdengar tawa kecil dari balik panggilan.
"Lo di mana?" tanya Aska membuka suara. Hening beberapa saat, Viola tidak menjawab sama-sama.
"Vi?" ulang Fino mengecek apakah panggilannya masih berlangsung.
"Eh, i-iya? Gue ada di rumah pengasuh Bunda gue dulu. Bareng Bang Raka sama Rega."
"Sama dua sodara lo itu? Lo yakin gapapa?"
"Engga, gapapa. Mereka itu kan saudara gue. Keluarga gue ."
"Siniin HP nya gue mau ngomong!" Monic langsung merebut HP dari tangan Fikri, membawanya agak jauh meski teman-temannya itu protes. Tapi mereka juga maklum, Monic terlihat cemas setelah Viola tidak dapat dihubungi.
"Vii!! Gue khawatir banget sama lo! Lo beneran gapapa kan? Gue takuutt."
"..., gak papa Mon. Gue baik-baik aja, makasih udah khawatir sama gue."
"Lo ngomong apa sih Vi? Lo kan sahabat guee! Yakali gue gak khawatir." Ucapan itu membuat Viola tersenyum di tempatnya.
"Hehehe, gue tutup dulu ya Mon. Salam buat yang lain."
"Iya Vi, lo baik-baik ya."
• • • • •
Di tengah malam yang cukup mendung dan dingin, tiga mobil hitam terkenal keluaran terbaru melaju menuju suatu tempat. Di dalamnya, seorang pria dan wanita duduk tenang di bangku penumpang. Tatapan tenang dan tajam tak lepas dari mata keduanya.
Berbelok di tikungan, mata keduanya menangkap sebuah bangunan sederhana yang tampak sudah tua. Catnya sudah mengelupas dengan beberapa lumut dan tanaman liar di sekeliling. Tidak, itu bukan rumah kosong tanpa penghuni. Dapat dilihat ada lampu yang menerangi isi bangunan itu.
Ketiga mobil itu berhenti di depan rumah, supir yang tadinya mengemudi kemudian turun duluan guna membukakan pintu untuk nyonya-nya. Sedangkan sang tuan turun dengan langkah tegap dan tegasnya. Anak buahnya yang lain ikut turun dengan pakaian hitam formal dan kacamata hitam yang bertengger di hidung masing-masing.
KAMU SEDANG MEMBACA
VIOLA [SELESAI]
Teen Fiction"𝓑𝓮𝓻𝓪𝔀𝓪𝓵 𝓭𝓪𝓻𝓲 𝓪𝓼𝓲𝓷𝓰, 𝓫𝓮𝓻𝓪𝓴𝓱𝓲𝓻 𝓶𝓮𝓷𝓳𝓪𝓭𝓲 𝓫𝓮𝓻𝓪𝓻𝓽𝓲." Baru kisaran tiga bulan cewek satu ini pindah ke sekolah baru, tapi sudah membuat namanya kesohor ke seantero sekolah karena prestasi yang dibuatnya. Ya, prestasi...