"Dari mana lo?"
Viola menghentikan langkahnya sejenak, lalu tanpa berbalik dia menjawab acuh. "Bukan urusan lo." Kemudian cewek itu langsung masuk ke kamarnya dan mengunci pintu.
"Bang, kita–" ucapan Rega tidak berlanjut ketika melihat gelengan dari abangnya. Dia menghela napas. "Kenapa dia ga ngasih tau kita?"
"Dia kecewa." Meski terasa menyakitkan, tapi Raka tetap mengatakannya. Rega mengangguk pelan menyetujui. "Tapi biar gimanapun, kita bakal tetap bantu. Ini masalah keluarga kita."
Sekilas, Raka teringat ketika tadi dirinya dan Rega panik mencari keberadaan Viola. Kemudian tak sengaja melihat adiknya itu berada di taman bersama seorang wanita tua, karena takut terjadi hal buruk, mereka mengikuti keduanya, dan tentu saja mendengar semuanya.
Dan, tanpa Raka dan Rega ketahui juga, rahasia mereka yang membuntuti Viola justru didengar langsung oleh adik mereka dari balik pintu kamar.
Cewek itu beranjak mematikan lampu kamar, sehingga ruangan itu menjadi gelap. Dalam kegelapan itu, dia berjalan pelan menuju mejanya, mengeluarkan kantong kresek kecil dari saku jaketnya lalu membuka isinya.
Viola menatap benda itu lamat-lamat, tatapannya menjadi datar.
• • •
"Woilah, mata lu udah kayak inti bumi aja, berlapis-lapis!"
Seruan Gevan dibalas dengan injakan kaki oleh cewek abstrak itu. Dia bersungut-sungut menatap Viola dengan kesal. "Diem dah lu, kutu kebo."
"Ngapa mata lo begitu, Vi? Kurang tidur lo?" Sahut Fino memperbaiki ucapan Gevan yang tadinya bermaksud baik. Cuma bicaranya aja yang kelewat ajaib.
"Hooh, ngantuk gue."
"Lo begadang apa gimana? Jangan bilang lo maraton baca komik atau nonton anime lagi?" Tebak Yusuf, karna biasanya mereka kalau ga mabar bareng pas malam, ya begitu.
Viola menggeleng seraya menguap pelan. Matanya memerah dengan pandangan lesu. Dia menempelkan kepalanya ke meja, lalu menoleh pada teman-temannya.
"Terus?"
Cewek itu diam, dia tidak berniat memberi tau pada teman-temannya kalau dia tidak bisa tidur karena bermimpi buruk.
Mimpi tentang kejadian ketika bundanya meninggal, kekerasan ayahnya, dan kepergian kakeknya. Mimpi yang akhir-akhir ini terus menerus menghantuinya tanpa henti. Entah apa maksudnya itu.
Karena itulah Viola ingin mencari tau sendiri tentang masa lalu keluarganya, mungkin itu akan membuatnya tenang. Sayangnya ketika ingin menemui anak pengasuh bundanya, wanita itu malah jatuh sakit dan harus istirahat.
"Vi?" Viola kembali pada kesadarannya ketika mendengar panggilan Fikri.
"Hah, apa apa?"
"Lo kenapa?"
"Gapapa gue mah, fine fine aja."
"Eh, ntar malem ke cafe yang baru buka itu yuk! Katanya di sana enak-enak, plus ada diskon juga." Ajak Fino yang memang pikirannya ke makanan melulu. No makanan no life Bosque!!
"Boleh tuh, dengar-dengar yang punya cakep juga orangnya." Sambung Danil senyum-senyum sendiri membuat yang lainnya bergidik ngeri.
"Dasar kadal cap buaya lo! Kaga ade tobat-tobatnya," Yusuf selaku sahabat yang baik langsung menasehati tak lupa ditambah bonus tabokan gratis.
"Jemput gue ntar ye, gue males sendirian ke sana," sahut Viola masih menempelkan kepalanya dimeja.
"Iye dah ntar kita jemput."

KAMU SEDANG MEMBACA
VIOLA [SELESAI]
Teen Fiction"𝓑𝓮𝓻𝓪𝔀𝓪𝓵 𝓭𝓪𝓻𝓲 𝓪𝓼𝓲𝓷𝓰, 𝓫𝓮𝓻𝓪𝓴𝓱𝓲𝓻 𝓶𝓮𝓷𝓳𝓪𝓭𝓲 𝓫𝓮𝓻𝓪𝓻𝓽𝓲." Baru kisaran tiga bulan cewek satu ini pindah ke sekolah baru, tapi sudah membuat namanya kesohor ke seantero sekolah karena prestasi yang dibuatnya. Ya, prestasi...