Bagian 55

948 51 5
                                    

"Luka itu tidak selalu berdarah, namun tetap meninggalkan rasa sakit."

*****

Detak jam terus berbunyi seiring berganti angka, menemani malam cerah dengan sinar rembulan dan taburan bintang.

Sreet

Itu adalah tisu bersih terakhir dari tempatnya. Sedangkan tisu-tisu lain sudah berubah warna, dan tampak berserakan di sekitar tempat tidur.

Tangannya sibuk mengelap cairan yang terus keluar dari lubang hidung. Itu tidak kunjung berhenti. Padahal biasanya tidak seperti itu.

Tok! Tok!

Pintu kamar diketuk, membuat orang yang di dalam terlonjak kaget. Segera ia singkirkan tisu-tisu tersebut sembarangan ke bawah tempat tidurnya.

"Dek .... Udah tidur belum?" tanya Raka di luar, terus mengetuk pintu itu.

Viola tidak menjawab, dia langsung berbaring di atas kasur dan menarik selimut. Sementara tangannya terus menyumbat hidung dengan tisu.

Raka berhenti mengetuk, mungkin karena tidak mendapat jawaban ia pergi dari sana. "Mungkin udah tidur." Samar-samar terdengar ucapan itu oleh Viola.

Cewek itu bernapas lega, bisa repot kalau ini dilihat oleh saudaranya. Lagipula, dia memang lebih sering mimisan akhir-akhir ini daripada biasanya. Dan sekarang, itu cukup sulit untuk berhenti.

"Ni hidung kenapa sih? Biasanya dilap dikit juga langsung berhenti."

Mengumpulkan, lalu membuang semua tisu tadi ke tempat sampah, sekarang Viola beralih ke kamar mandinya guna mencuci wajah.

"Hah ..., ga bisa tidur lagi nih kayaknya." Gumam cewek itu melihat pantulan wajahnya di cermin.

"Mana itu udah habis, belum beli lagi ...."

-o0o-

"Bagaimana perkembangannya?" tanya seseorang pada remaja di hadapannya.

Remaja itu mengangkat alisnya, menghembuskan rokok dari mulut, lalu dia menjawab. "Lumayan, kayaknya bentar lagi semuanya juga bakal beres."

Pria berjenggot tipis itu tersenyum lebar, dirinya merasa tidak sabar. Teringat akan satu hal, mulutnya terbuka lagi untuk bicara.

"Satria, jangan terlalu percaya pada gadis yang kamu ajak bekerja sama itu. Sepertinya .... Dia munafik. Dari yang kulihat, dia mudah berubah."

Satria, cowok itu mengangguk pelan. Dia setuju, Khanza bukanlah pion yang bisa dipercaya sepenuhnya. Cewek itu hanya peduli pada kepentingannya sendiri.

"Gue tau. Semua juga udah direncanain. Dia ..., cuma pengecoh." Balas cowok itu dengan seringainya. Asap rokok terus bertebaran, entah sudah berapa batang yang dihabiskan oleh remaja satu itu.

Pria dihadapannya tadi berdiri. Membuat dirinya hendak bertanya. Sayangnya ia kalah cepat bersuara dibandingkan pria itu.

"Jangan lupa awasi juga gadis itu. Dia adalah target utama. Dilihat dari sifatnya, tidak mungkin jika dia tidak membuat kekacauan."

Satria menatap orang itu lama, pria itu membuka pintu dan berjalan keluar meninggalkannya sendiri.

"Iya ..., Om Dian."

-o0o-

Aska menghela napas, lagi-lagi manusia satu ini mengikutinya, padahal dirinya baru saja sampai di sekolah.

VIOLA [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang