Bagian 48

942 70 8
                                    

Titik terberat dari pertemuan adalah perpisahan.”

*****

Srakkk!!

Tetesan cairan merah kental sudah menitik ke tanah. Menumbangkan satu orang dengan punggung yang terbuka lebar, dan tangan yang bergetar hebat.

Perlahan tubuhnya tumbang, menghantam permukaan aspal yang kasar. Seragam putihnya menjadi lusuh dan bernoda oleh darahnya sendiri. Napasnya tercekat, seolah udara itu enggan masuk ke dalam paru-parunya.

"Pi-pingky!!" Seru Viola yang ikut terciprat cairan merah itu, air matanya langsung meluruh begitu saja melihat kondisi cowok itu.

Badannya ikut berguncang hebat, ketika Fikri menarik dirinya dan menjadikan punggungnya tameng. Mata hitam pekatnya melihat sendiri, bagaimana benda tajam itu mengoyak langsung permukaan kulit yang seolah sangat tipis itu, hingga bermandikan darah.

"Fikri!!" Gevan, Aska dan yang lainnya langsung berlari ke sana. Tidak peduli lagi dengan musuh-musuh, meski dengan tidak tahu dirinya orang-orang biadab itu tetap tidak memberi celah.

"LO APAIN TEMEN GUE BANGSAT!" Gevan langsung gelap mata, menuju pria yang melayangkan parang pada Fikri dan menghujamnya tanpa ampun.

Brugg!!

Brugg!!

Krak!!

Pria itu meringis ketika sesuatu di tubuhnya berbunyi keras, benar, tulangnya patah.

"GUE BUNUH JUGA LO ANJING!! GUE MAMPUSIN LOO!! BANGSAAT!!" Amuk Gevan tidak berhenti, cowok itu hilang akal sehat dan terus menghajar pria yang sudah pingsan tak berdaya tersebut. Bahkan wajahnya sudah berantakan penuh darah, tapi Gevan tidak peduli.

"Gev ... van ...," rintih Fikri yang berusaha tetap sadar dan bangun.
"Diem lo!" Terdengar suara Rayden dari samping, Fikri tahu betul cowok satu itu sedang menahan emosinya mati-matian. Rayden duduk, meletakkan kepala Fikri di pahanya.

Mata Fikri yang tadinya kabur, mulai menjadi jelas. Dan yang dilihatnya pertama kali adalah wajah Viola yang shock dan penuh air mata. Raut bersalah penuh kekecewaan bisa dilihat oleh siapapun di wajah cewek itu.

Fikri menarik senyum tipis. Ia berbisik, "Cengeng...," ujarnya susah payah.

"LO NGAPAIN HAH?! BEGO LO KY! NGAPAIN LO NOLONGIN GUE SIH!! BEGO! BEGO!! FIKRI BEGOO! GUE—"

"Shtt .... Berisik." Telunjuk beraroma amis itu sampai di antara hidung dan bibir Viola, membuat cewek itu diam.

"Lo ..., kan, adek ... nya, gue ... hehe."  Fikri terkekeh kecil dengan senyuman tulus di akhir kalimatnya.

Aska dan Danil sampai setelah membereskan semua yang menghalangi jalan mereka. Terhenyak sejenak melihat kondisi sahabatnya, hati mereka ikut teriris.

"NGAPAIN MASIH DI SINI HAH? CEPETAN BAWA KE RUMAH SAKIT!! KALIAN BEGO ATAU APA?!" teriak Aska menguatkan diri, dengan menahan emosi dia dan Rayden langsung membawa tubuh berlumuran darah itu, yang sudah tidak sadarkan diri. 

Pas sekali Gevan langsung datang dengan mengendarai mobil. "Cepetan naik!"

Viola yang baru saja melangkahkan kaki masuk, langsung mendapatkan penolakan.

"Lo, turun." Ujar Aska dingin dengan tatapan datarnya.

"Tapi gue—"

"Gue bilang turun! Harusnya lo sadar diri, ini semua gara-gara lo!!" Makinya penuh emosi. Dadanya naik turun karena sedari tadi sudah menahan semuanya.

VIOLA [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang