"Roda kesenangan dan kesedihan memang terus berputar. Tapi yang terpenting adalah, siapa yang bisa bertahan hingga akhir putaran."
*****
"Ka, gue gak ngerti lagi sama lo. Gue tau gue salah, gue tau, Ka. Tapi itu juga bukan kemauan gue! Lo gak tau apa-apa Ka! Lo gak ngerti apa yang gue rasain!"
Aska tetap diam di tempat. Telinga miliknya terus menerima semua ucapan yang terlontar dari mulut Viola.
Di sini, di salah-satu taman sekolah yang cukup sunyi, hanya ada mereka berdua. Setelah Viola mengirimkan pesan singkat kepada Aska, bahwa dirinya ingin bertemu, barulah cowok itu setuju. Padahal, entah sudah berapa kali cewek dihadapannya itu melakukan spam pada WhatsApp-nya, namun ia hiraukan, bahkan sempat diblokir.
Viola hanya melempar senyuman miris ketika melihat Aska tidak merubah raut wajahnya sedikitpun.
"Udah ngocehnya?" hanya itu tanggapan yang keluar dari mulut Aska.
"Ka ...,"
"Lo buang-buang waktu gue buat omong kosong ini."
"Tapi, Ka, gue-"
"Cukup. Gue muak sama drama sok bersalah lo itu." Aska melirik tajam tepat pada iris mata Viola. Raut wajahnya seakan meminta cewek itu untuk segera enyah dari hadapannya.
"Gue ..., benci liat lo." Ungkap Aska pelan lalu membalikkan badannya, hendak pergi. Namun, suara lirih dari Viola membuatnya tertegun hingga tidak mampu bergerak.
"Oke ..., kalau emang itu jadinya. Gapapa, tapi sekali lagi gue bilang sama lo, Aska. Gue ..., minta maaf." Cewek itu tersenyum diakhir kalimatnya, walau Aska tidak melihat itu sama sekali.
Viola berbalik, mempercepat langkahnya dengan satu lengan yang menghapus cairan yang menetes begitu saja dari matanya.
Tepat saat itu juga, Aska membalikkan badannya. Dan yang dapat dia lihat, hanya punggung cewek itu, yang semakin lama semakin mengecil, hingga menghilang ditelan jarak.
Entah kenapa, hatinya terasa tidak tenang ketika melihat itu. Seolah-olah, dirinya akan ditinggalkan jauh oleh cewek itu.
"Sorry, Vi. Tunggu sebentar lagi, ya?"
-o0o-
"Mang! Kayak biasa ya, tujuh porsi." Ucap Yusuf pada tukang bakso baru di sekolahnya. Yang lama? Udah pensiun, lagi sibuk ternak duit katanya.
"Oke, sip!" balas tukang bakso itu membuat tanda 'ok' dengan jarinya.
Setelah itu, Yusuf kembali pada meja tempat mereka duduk. Masih di tempat sama, hanya saja kurang tiga orang.
"Kalian mah makan bakso mulu deh, cobain yang lain kek. Ini kantin isinya aja sebanyak itu, kayak gak ada jajanan lain aja lo pada." Miki berucap heran, sembari menyantap batagornya dengan nikmat. Saking nikmatnya, kepala cewek itu sampai goyang-goyang sendiri.
"Halah, lo sendiri juga hampir tiap hari makan batagor mulu. Lama-lama muka lo jadi kayak batagor tau rasa!" Balas Fino yang duduk di sebelahnya dengan tampang kesal.
"Ya, 'kan baru hampir, belum tiap hari beneran. Lagian muka gue juga cakep begini masa disamain sama batagor sih?!"
"Idih."
"Lwo kwalau ngwajak gwelud bil- Uhuk! Uhuk!" Miki yang berbicara dengan mulut terisi itu, tersedak. Satu bulatan batagor berhasil lolos ke tenggorokannya tanpa dihancurkan terlebih dahulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
VIOLA [SELESAI]
Novela Juvenil"𝓑𝓮𝓻𝓪𝔀𝓪𝓵 𝓭𝓪𝓻𝓲 𝓪𝓼𝓲𝓷𝓰, 𝓫𝓮𝓻𝓪𝓴𝓱𝓲𝓻 𝓶𝓮𝓷𝓳𝓪𝓭𝓲 𝓫𝓮𝓻𝓪𝓻𝓽𝓲." Baru kisaran tiga bulan cewek satu ini pindah ke sekolah baru, tapi sudah membuat namanya kesohor ke seantero sekolah karena prestasi yang dibuatnya. Ya, prestasi...