Bagian 50

982 65 3
                                    

“Sesuatu yang kau genggam, bisa lepas kapan saja. Begitu juga dengan harapan, bisa pupus dan menghilang sekejap mata.”

*****

Berita mulai menyebar, aparat kepolisian sibuk mencari dan mengintrogasi orang-orang guna mencari petunjuk

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Berita mulai menyebar, aparat kepolisian sibuk mencari dan mengintrogasi orang-orang guna mencari petunjuk. Namun, sampai sekarang semuanya masih nihil.

Kening pria itu mengerut, Rafi menatap berita di layar benda pipih itu dengan geram. Beberapa hari yang lalu, ia mendapat kabar bahwa teman 'putrinya' itu menjadi korban penyerangan, terlebih, ia adalah penerus keluarga Adiyatama. Hanya saja, ketika itu dirinya sedang dalam perjalanan bisnis ke luar kota.

Tersenyum miring. Ia sudah menduganya, baru beberapa waktu ia melepas anak-anak nakal itu, tapi sudah banyak hal yang terjadi.

Tok .... Tok.

"Masuk." Jawabnya memberi perintah, saat ini ia sedang ada di gedung perusahaan miliknya. Ketika pintu terbuka, tampak sekretarisnya berjalan ke depan dengan berkas di tangannya.

"Ini laporan yang Anda minta beberapa hari yang lalu, Boss." Ujar pria berkacamata petak itu sopan, lalu menyerahkan benda yang dimaksud ke atas meja atasannya.

Rafi membukanya pelan, dibacanya sekilas tumpukan kertas-kertas itu. Ia melirik pekerja di sampingnya yang tampak gelisah sendiri.

Menaikkan satu alis, Rafi bertanya. "Apa ada masalah?"

"Ah, ti-tidak Boss." Jawabnya gelagapan. "Hanya saja ...," lanjutnya menggantungkan kalimat.

"Apa?"

Terdengar pria itu menarik napas sejenak. "Ketika Anda pergi, dua putra Anda datang ke mari guna mencari Anda."

Hening beberapa saat, atmosfer ruangan menjadi berubah. Sekretaris itu menelan air liurnya susah payah.

" ..., lalu?"

"La-lalu, saya memberi tahu bahwa Anda sedang tidak ada. D-dan, mereka meminta disampaikan pesan, jika Anda kembali ada yang ingin mereka bicarakan." Tangannya gemetaran mengulurkan secarik kertas yang berisikan alamatnya.

Rafi membukanya, matanya agak terkejut membaca tulisan itu.

—o0o—

"Kami kira, Papa gak bakalan datang. Ternyata salah, ya?" Rega terkekeh pelan di ujung kalimatnya.

"Mau apa kalian?" tanya Rafi datar, tidak melirik sama sekali. Pria itu berjalan keluar dari mobilnya yang terparkir di halaman apartemen mereka. Dengan stelan jas rapi yang melekat ditubuhnya, menambah kesan gagah padanya meski sudah berumur lanjut.

VIOLA [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang