"Pada satu waktu kau merasa menjadi paling tinggi, tapi didetik berikutnya kau sadar bahwa sudah kau jauh tertinggal oleh banyak hal."
*****
Libur semester pertama datang dan berlalu dengan cepat. Sepuluh hari itu hilang saja tanpa terasa. Kebanyakan dari orang-orang menghabiskan liburan mereka dengan traveling ke tempat-tempat impian, atau sekedar menghabiskan waktu bersama orang-orang terdekat dalam suasana sederhana. Apalagi, pergantian tahun membuat banyak suasana ramai dan meriah.
Gevan dan anak-anak Dixon lainnya mengisi liburan mereka dengan banyak hal. Mulai dari mendaki gunung, pantai, kolam, wahana permainan atau sekedar nongkrong di basecamp sambil order banyak makanan, lalu nobar bareng sambil berghibah riang.
Tak lupa, hampir setiap hari mereka selalu mengunjungi satu temannya, meski sudah berbeda alam. Mereka bercerita dengan semangat tentang apa-apa saja yang mereka lakukan bersama. Meski dalam hati, rasa sakit itu tidak akan pernah bisa hilang, mereka tau, kalau mereka hanya berlarut dalam kesedihan, Fikri juga akan merasa berat nantinya. Jadi, mereka mengiringi Fikri dengan do'a disetiap kesempatan.
Viola? Ah, dia tidak banyak beraktivitas. Hanya kamar-dapur-kamar mandi-kamar-dapur-kamar mandi. Hanya begitu terus selama liburan ini. Kedua kakaknya tentu sangat khawatir dengan kondisi Viola. Pernah mereka dapati cewek itu hanya mengurung diri di dalam kamar sepanjang hari. Dari pagi hingga pagi.
Bahkan dia juga memberitahukan lokasi tempat tinggalnya pada anak-anak Dixon agar bisa membantu. Tapi tetap saja sama. Viola hanya membuka pintunya sebentar, membalas ucapan mereka dengan dua atau tiga kalimat lalu kembali menutupnya rapat. Siapapun dapat melihat, kondisi cewek itu yang sangat berubah sekarang.
Ah, satu hal lagi. Rafi. Benar, pria itu sekarang tengah sibuk sekaligus bingung dengan hal yang diberikan oleh kedua putranya terakhir kali. Haruskah ia percaya? Tidak. Tidak. Sekarang dia akan membuktikan apa yang sebenarnya terjadi. Dia akan berhati-hati kali ini, lihat saja, bagaimana jadinya nanti.
Hari ke-sepuluh, berarti besok semuanya akan kembali ke rutinitasnya masing-masing. Termasuk mereka, para pelajar dan tenaga pengajar.
00:12, itulah angka yang ditunjukkan oleh jam yang sedang berdetak di dinding berwarna biru keabu-abuan itu. Lampu kamar mati, dan hanya menyisakan satu lampu tidur yang bersinar redup di samping tempat tidur.
Viola duduk di pinggir ranjang, di sampingnya ada lemari kecil yang memiliki tiga laci, di atasnya terletak lampu redup yang menyala. Tangan cewek itu terangkat menuju laci tengah dan membukanya. Tangannya sibuk bergerak kesana-kemari mencari sesuatu, lalu mengeluarkannya.
Viola menatap benda ditangannya. Dia menghembuskan napas pelan, lelah. "Cuma sisa satu?" gumamnya sendiri, lalu memasukkan benda yang lebih kecil ke dalam mulut dan meneguk air setelahnya.
-o0o-
Senin, 02 Januari.
Kringggggg!!!
Bel SMA Harapan Jaya kembali berbunyi, pertanda masuk dan awal semester baru sudah dimulai. Para siswa dan siswi bergegas melanjutkan kaki menuju lapangan, upacara pertama akan dilaksanakan berserta penyambutan oleh pihak sekolah.
Setengah jam berlalu, semua siswa-siswi dipersilahkan masuk kembali ke kelas, dan akan mengikuti pembelajaran.
Aska melenggang santai di koridor lantai dua yang sepi, sepertinya kelas sudah dimulai. Bagi seseorang yang akan lulus kurang dari empat bulan lagi, mantan Ketua OSIS ini masih saja sibuk mengurus banyak hal. Padahal, harusnya sudah ada pengganti yang melakukan tugasnya di sini. Lihat saja, baru hari pertama sekolah, tapi dia sudah dipanggil ke ruang guru. Entah apa lagi keperluannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
VIOLA [SELESAI]
Novela Juvenil"𝓑𝓮𝓻𝓪𝔀𝓪𝓵 𝓭𝓪𝓻𝓲 𝓪𝓼𝓲𝓷𝓰, 𝓫𝓮𝓻𝓪𝓴𝓱𝓲𝓻 𝓶𝓮𝓷𝓳𝓪𝓭𝓲 𝓫𝓮𝓻𝓪𝓻𝓽𝓲." Baru kisaran tiga bulan cewek satu ini pindah ke sekolah baru, tapi sudah membuat namanya kesohor ke seantero sekolah karena prestasi yang dibuatnya. Ya, prestasi...