“Bertahan hingga saat ini saja sudah merupakan hal hebat bagiku.”
*****
Tiga hari, sudah selama itu Viola tidak masuk sekolah tanpa kabar apapun. Tak bisa dihubungi, bahkan kedua saudaranya juga. Tampaknya Raka dan Rega juga tidak masuk kuliah beberapa hari ini. Ketika teman-temannya datang ke rumah guna bertemu, malah diusir oleh satpam yang tampaknya pekerja baru di sana.
Hal ini justru membuat mereka semakin khawatir. Apalagi setelah melihat ayah cewek itu yang tampaknya sudah kembali. Pasti dialah penyebab ini semua.
Tut-tut-tut-
"Aargh!"
Gevan membanting handphone-nya itu ke sofa dengan frustasi. Untung saja benda itu tidak mengenai Yusuf yang duduk di sana.
"Gimana?" tanya Fino. Padahal jawabannya sudah jelas membuat Gevan menatapnya tajam. "Nanya lagi lo!"
"Bapaknya Viola beneran goblok kali ya? Anaknya cewek cuma satu tapi malah di gituin." Ucap Fino berkomentar, dia benar-benar habis pikir dengan pria itu.
"Emang! Gak becus amat jadi orang tua! Bikin doang yang bisa ...," Gevan berujar geram dengan nada akhirnya yang dikecilkan.
"Dia bukan orang tua sama sekali." Aska menyahut dengan nada tenang yang justru membuat orang-orang di sekitarnya merasa tambah ngeri.
Gevan mengambil cepat kunci motornya di meja lalu keluar dari base camp mereka itu dengan kepala panas. Mendengar suara motor yang meraung dengan keras, sahabatnya ikut menghampiri ke luar.
"Mau ke mana lo?" tanya Aska dengan nada dan tatapan datarnya yang semakin menusuk.
"Suka-suka gue lah!"
"Van, ini udah malam. Lo jangan bikin masalah lagi." Nasehat Fikri khawatir.
"Bodoamat,"balasnya lalu langsung melaju ke luar dengan kecepatan tinggi.
Melihatnya, Aska tanpa banyak omong langsung memakai helm dan menaiki motornya guna menyusul sahabatnya itu. Mereka tau, walau cuek dan tampak tidak peduli tapi Aska adalah orang yang sangat peduli pada sahabat-sahabatnya.
Fikri juga tak mau diam saja. Takut-takut keduanya justru akan bentrok dan malah berakhir dengan berkelahi.
Gevan sedari tadi sibuk mempercepat laju motornya supaya tidak terkejar oleh Aska dan Fikri. Tapi itu terpaksa gagal karena lampu merah menyalakan dirinya. Secara mendadak Gevan mengerem motornya tepat dihadapan zebra cross. Dia menghela napas lega karena bisa berhenti tepat waktu.
Tak lama, Aska dan Fikri sudah bersejajaran dengannya. Lagi, dia menghela napas jengah karena emosinya sedang meluap-luap. Dia tau sahabatnya itu khawatir dengannya tapi dia hanya ingin melampiaskan semuanya sendiri saat ini. Ya, meski seringkali itu justru malah mencelakai dirinya maupun membuat masalah baru.
"Gevan! Tenang dulu dong. Lo boleh emosi tapi jangan gini jugaa." Seru Fikri yang ada disebelah kanannya membuat Gevan menoleh dengan tatapan tajam. Beberapa saat kemudian dia mengangguk setuju.
"Eh? Ini bukannya temannya Non Viola ya?" Suara wanita paruh baya itu mengalihkan atensi ketiganya.
"Ibuk ini ...? ART-nya di rumah Viola kan?" Tanya Aska sambil berusaha mengingat. Wanita itu mengangguk dengan sebuah senyuman yang merekah dibibirnya.
Aska, Gevan dan Fikri tersentak sekaligus merasa sedikit lega, karena merasa ada secercah harapan tentang masalahnya. Dengan cepat Gevan bertanya, "terus Viola di mana Bik?"
![](https://img.wattpad.com/cover/284078895-288-k974114.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
VIOLA [SELESAI]
Teen Fiction"𝓑𝓮𝓻𝓪𝔀𝓪𝓵 𝓭𝓪𝓻𝓲 𝓪𝓼𝓲𝓷𝓰, 𝓫𝓮𝓻𝓪𝓴𝓱𝓲𝓻 𝓶𝓮𝓷𝓳𝓪𝓭𝓲 𝓫𝓮𝓻𝓪𝓻𝓽𝓲." Baru kisaran tiga bulan cewek satu ini pindah ke sekolah baru, tapi sudah membuat namanya kesohor ke seantero sekolah karena prestasi yang dibuatnya. Ya, prestasi...