"Memangnya apa yang kau harapkan?
Di dunia ini memang tempatnya datang dan pergi, dirimu saja yang terlalu banyak berharap."*****
"Gak peduli siapa yang bakal lo pilih, mau itu gue atau Aska, gue gak peduli. Yang jelas, lo ..., gue .... Gak bakal ada yang berubah."
Ucapan Gevan hari itu terlintas lagi di pikiran Aska. Ya, cowok itu menguping, tidak sopan memang. Tapi, dia sendiri juga tidak mengerti kenapa malah mengikuti dua curut itu dan mendengarkan hal-hal yang dirinya yakini agak bersifat 'pribadi' itu.
"Kenapa gue sekarang jadi suka nguntit sih ...," gumam cowok itu pada dirinya sendiri. Jujur saja, meski tidak diketahui orang lain, tapi rasanya dia malu sendiri.
"Ma, anak kamu kenapa tuh?" Ucapan itu membuyarkan lamunan Aska. Dia kembali sadar bahwa sekarang sedang berada di meja makan bersama keluarganya.
"Bukannya itu anak Papa?" sambung Mira, berpura-pura tidak tau.
"Kayanya bukan deh."
"Lah, terus itu anak siapa?"
"Kok tiba-tiba bisa ada di sini ya, Ma?"
"Anak tetangga kali, nyasar ke sini."
Adelio tertawa keras karenanya, apalagi ekspresi Aska yang terlihat kesal itu semakin menggelitik perut mereka bertiga untuk terus ngakak keras.
"Lama-lama gue beneran mau resign dari keluarga ini." Ungkap Aska menggeser piringnya yang sudah kosong itu, lalu meneguk air mineral di gelasnya hingga habis.
"Aduuh Abang mah, gak bisa di ajak becanda ih." Mira tertawa kecil.
"Iya tuh, gak asik." Kompor Adelio tidak mau diam saja.
"Pantesan Kak Viola lebih suka deket sama Bang Gevan, Bang Aska mah batu." Bisiknya lagi pada Mira dengan suara yang sengaja agak dikeraskan.
"Diam lo!"
Ting!
Notifikasi tanda pesan masuk berbunyi, Adelio menghentikan tawanya lalu melirik layar ponselnya itu.
"Ma, Pa, Lio mau keluar ya? Boleh kan? Cuma ke basecamp doang kok, soalnya yang lain udah pada nungguin." Adelio meminta izin, seperti biasanya jika dirinya hendak keluar.
"Yaudah, jangan pulang malam-malam banget ya, jangan ngebut kalau bawa motor." Pesan Mira pada putra bungsunya itu.
Danu menatap Adelio agak tajam, lalu beralih juga pada Aska yang baru saja melihat pesan masuk dilayar pipih itu. "Kalian berdua, jangan cari masalah terus. Kurang-kurangin yang namanya tawuran itu, Papa tau kalian itu juga punya prinsip, makanya Papa ngertiin. Tapi kalau sudah melampaui batas, kalian tau sendiri nantinya."
"... Iya Pa," jawab keduanya serempak.
"Yaudah, Lio pergi dulu ya." Cowok yang bersurai agak panjang itu menyalami kedua orangtuanya, lalu mengucapkan salam dan keluar. Tinggallah tiga orang saja di sana.
"Mama beresin ini dulu ya sebentar. Kalian ngobrol aja dulu." Mira langsung mengemasi piring-piring dan alat makan lainnya ke dapur. Sudah jadi kebiasaan bagi keluarga mereka untuk seperti ini setiap harinya.
Hening. Begitulah jadinya jika dua manusia yang memiliki sifat dan wajah yang hampir serupa ini bertemu. Yang satunya sibuk dengan handphone, sedangkan yang lainnya sibuk dengan koran di tangannya.
"Siapa Viola?"
Pertanyaan mendadak itu agak mengejutkan bagi Aska, dia bahkan sampai menatap lama pada ayahnya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
VIOLA [SELESAI]
Teen Fiction"𝓑𝓮𝓻𝓪𝔀𝓪𝓵 𝓭𝓪𝓻𝓲 𝓪𝓼𝓲𝓷𝓰, 𝓫𝓮𝓻𝓪𝓴𝓱𝓲𝓻 𝓶𝓮𝓷𝓳𝓪𝓭𝓲 𝓫𝓮𝓻𝓪𝓻𝓽𝓲." Baru kisaran tiga bulan cewek satu ini pindah ke sekolah baru, tapi sudah membuat namanya kesohor ke seantero sekolah karena prestasi yang dibuatnya. Ya, prestasi...