Bagian 54

951 51 0
                                    

"Semua yang terjadi sudah ditetapkan oleh takdir, hanya saja mungkin semesta ingin sedikit bermain."

*****

Tesa hanya bisa tersenyum setulus yang dia bisa, walaupun hati rasanya teremas sangat kuat. Rasanya dia ingin menangis sedari tadi, namun ditahan.

Matanya menatap seolah tidak percaya, orang yang disukainya sejak lama dan sahabatnya sedang bersanding bahagia di atas pelaminan. Senyum keduanya terlihat begitu bahagia, bahkan tatapan Rafi sangat lembut pada Vania.

Tesa hanya bisa menggigit bawah bibirnya, dan menyembunyikan rasa sesak yang dirasakan.

Kenapa kalian begini padaku? Aku sedang bersedih, sedang merasakan sakit, tapi kalian justru tersenyum dengan sangat manis di sana.

Ah ..., tidak. Harusnya dari dulu aku mengatakan padanya, bahwa aku menyukainya, aku mencintainya, dan aku adalah orang yang paling menyayanginya.

Vania ..., kenapa kamu mengambil orang yang cintai? Bukankah kamu sahabatku?

Tidak, baik itu Vania, Rafi, atau yang lainnya, tidak ada yang tahu tentang orang yang disukai oleh Tesa. Bukannya tidak bertanya atau tidak peduli, hanya saja, memang Tesa sendiri yang tidak ingin mengatakannya. Setiap ditanya, dia hanya menggeleng dan tersenyum dengan pipi yang merona.

Tesa, dia selalu menjadi pusat perhatian, entah itu karena kepintarannya, kecantikannya, keramahannya atau karena hatinya yang baik. Banyak pria yang mencoba mengejarnya, ya, kecuali mereka bertiga.

Tesa selalu bertanya-tanya, apa kurang dirinya dari Vania? Bukankah harusnya terbalik? Vania, dia hanya gadis ceroboh yang hobi membuat masalah, atau melakukan hal yang menurut Tesa sendiri adalah hal yang tidak berguna.

Bahkan, Tesa pernah mencoba bersikap seperti Vania, namun tetap saja itu tidak berguna.

Tangannya yang lentik itu terangkat menghapus satu air mata yang lolos dari sana. Walaupun dia merasakan sakit hati, namun ini adalah hari bahagia bagi sahabatnya itu. Dia juga harus terlihat bahagia saat ini.

"Tesaa, kita foto-foto dulu yukk!" ajak Vania yang turun dari pelaminan, Tesa terkejut, bahkan saat sedang dalam situasi seperti inipun sahabatnya tidak bisa bersikap anggun sedikitpun. Tesa tersenyum dan mengangguk sebagai jawaban.

Berderetlah kelima orang itu di pelaminan, mengatur posisi agar fotonya terlihat bagus.

"Eh Bang, fotonya yang bagus yak? Kalau jelek gak jadi gue bayar!" ancam pengantin wanita itu membuat orang-orang tertawa karenanya.

Tesa hanya bisa memberikan senyuman terbaiknya. Mengikuti berbagai gaya yang diminta oleh Vania. Dan ketika sudah selesai, dia pamit sebentar berkata ingin ke toilet.

Gilanya lagi, Vania malah menawarkan diri untuk menemani sahabatnya itu ke sana. Tesa menolak dengan cepat, begitupun dengan Rafi yang melarangnya.

Keluar dari ruangan acara, mata cantik miliknya melihat seseorang yang sedang berdiri di depan pintu masuk.

"Mas? Ngapain di sini? Masuk aja." Ujarnya ramah. Pria itu menoleh, membuat Tesa terkejut bukan main.

'Dia' adalah orang yang dulu disukai oleh Vania. Alumni SMA satu angkatannya, orang yang dulu selalu menghina sahabatnya, mencaci, dan mengatakan bahwa Vania itu perempuan gampangan. Bahkan, beberapa waktu lalu, orang itu datang kembali pada Vania dan mengajaknya menikah, dengan tidak tahu malunya dia membeberkan semua hal buruk tentang Vania karena ditolak.

VIOLA [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang