Gerbang SMA Harapan Jaya sudah mulai dilalui satu-persatu oleh rakyatnya. Berjalan santai menuju kelas dengan sesekali bercengkrama pada temannya, ada juga yang bergegas guna melaksanakan piket maupun menyalin tugas yang tak dikerjakan. Mentari pagi sudah menghadirkan diri dan mulai menghangatkan sekitarnya. Ditemani awan-awan tipis dengan berbagai bentuk, serta tiupan angin yang menyapu daun-daun kering dari rantingnya.
Memasuki kelas yang tak pernah absen membuat keributan, cowok itu mendudukkan dirinya di kursi dengan santai. Ia melirik jam yang bergantungan di dinding. 06:43. Waktu masuk masih lebih dari setengah jam lagi.
Kemudian dia berdiri, dan melangkahkan kembali kakinya menuju ruang osis. Masih ada tugas dan tanggungjawab yang harus dilaksanakannya meski sudah kelas dua belas.
"Tumben baru dateng, Ketua?" Sapa Sania yang memang sudah lebih dulu ada di sana. Aska hanya berjalan ke mejanya, dan memeriksa beberapa catatan.
"Yang lain udah patroli?" tanyanya tanpa menoleh.
"Udah."
Aska mengambil satu buku dari meja bersama dengan pena, lalu menyerahkannya pada Sania. Cewek itu langsung paham dan mengikuti langkah Aska dari belakang. Hingga sampailah di gerbang sekolah yang lebar itu.
Keduanya menjalankan tugas, memeriksa kelengkapan para siswa-siswi.
"Mana dasi lo?" tanya Aska dengan nada datarnya itu. Adik kelas di hadapannya itu gelisah dan menggaruk kepalanya yang tak gatal sama sekali.
"Anu ... ga ketemu Bang."
"Cari. Sampai. Ketemu. Atau, lo tau sendiri akibatnya, kan?"
Tatapan dan suara Aska membuatnya merinding seketika. Ayolah, siapa yang tak kenal dengan hukuman yang diberikan oleh Aska? Biarpun itu sahabatnya, jika melanggar maka akan perlakuan sama. Bahkan, jika dihitung-hitung lebih banyak dia menghukum sahabat dan adiknya sendiri ketimbang orang lain.
"I-iya Bang." Ketika adik kelasnya itu hendak pergi, kerah baju belakangnya ditarik membuatnya berhenti.
"Mau kemana lo? Push-up 100 kali."
"Hah? 100?" cowok itu melongo mendengarnya, mungkin ini pertama kalinya dia mendapat hukuman.
"Tambah Sit-up 100 kali."
"E-eh, tapi Ban–"
"Tambah lari keliling lapangan 20 kali." Melihat adik kelasnya itu masih melongo tanpa bergerak, Aska membuka mulutnya lagi hendak berucap.
"Tambah–"
"Cukup Bang! Ampun! Gak lagi gue!" potongnya lalu segera ke lapangan dan melaksanakan hukuman dengan berat hati.
"Kejam amat sih lo sama adek kelas. Gak perlu segitunya kali." Komentar Sania yang sedari tadi memperhatikan.
Aska hanya meliriknya sebentar. "Lakuin aja tugas lo." Mendengarnya Sania menghela napas dan pergi mengecek siswa-siswi yang melaksanakan hukuman mereka.
Sebentar lagi jam pembelajaran akan dimulai, ketika satpam yang menjaga gerbang hendak menutup gerbang atas perintah Aska, seseorang menerobos masuk dengan motornya itu. Aska menatapnya tak suka.
"Demen lo ama gue?Liatin gue mulu dari masuk tadi." Mulutnya berujar ceplos tanpa pikir panjang.
"Najis." Memang hanya satu kata yang keluar dari mulut Aska. Tapi langsung nusuk dari ubun-ubun sampai tumit.
"Kali aja lo belok," balas orang itu melirik sinis padanya. Menyingkir dari motornya itu, Gevan menyandang sebelah lengan tasnya di pundak.
"Siapa yang ngizinin lo masuk?" Komentar Aska membuatnya berbalik.
KAMU SEDANG MEMBACA
VIOLA [SELESAI]
أدب المراهقين"𝓑𝓮𝓻𝓪𝔀𝓪𝓵 𝓭𝓪𝓻𝓲 𝓪𝓼𝓲𝓷𝓰, 𝓫𝓮𝓻𝓪𝓴𝓱𝓲𝓻 𝓶𝓮𝓷𝓳𝓪𝓭𝓲 𝓫𝓮𝓻𝓪𝓻𝓽𝓲." Baru kisaran tiga bulan cewek satu ini pindah ke sekolah baru, tapi sudah membuat namanya kesohor ke seantero sekolah karena prestasi yang dibuatnya. Ya, prestasi...