(つ≧▽≦)つ Happy Reading (つ≧▽≦)つ
Keesokan harinya, Gabriel benar-benar menunggu Alara untuk mengantarnya. Pria itu memakai jubah berwarna merah. Alara mengernyitkan keningnya heran, "Kau tidak memiliki pakaian lain selain warna merah, ya?"
"Berisik. Aku hanya akan mengantarmu dan aku tidak memiliki kewajiban untuk menjawab setiap pertanyaanmu."
"Wah, hanya kau yang berbicara dengan tidak formal padaku tapi tidak apa-apa karena aku menyukainya."
Gabriel mengangkat tangannya dan Alara hanya bisa mengernyit heran, "Pegang tanganku."
"Untuk apa?"
"Pegang saja."
Alara menurut dan di detik kemudian, ia merasa tubuhnya melayang dan melesat dengan cepat. Entah sudah berapa detik, menit, atau jam yang berlalu. Alara hanya ingin muntah kembali.
Gadis itu melihat pohon di sampingnya dan memuntahkan isi perutnya di sana. Gabriel hanya memutar bola matanya malas seakan tidak merasa iba sama sekali.
"Ah, sialan!" gerutu Alara seraya menyeka mulutnya. Ia melihat ke arah Gabriel yang berwajah datar. Jujur saja, ia sudah menyiapkan kata-kata makian untuk pria itu tetapi sayangnya, ia harus urungkan. Bisa-bisa Gabriel meninggalkan dirinya sendiri di hutan ini.
"Kau sudah datang, Alara?"
Suara yang terdengar familier di telinga Alara itu menyapa indra pendengarannya. Tanpa menoleh pun, Alara tahu jika itu adalah Seraphina. Meski begitu, Gabriel yang baru melihat Seraphina sedekat ini begitu terkejut.
"Aku terkejut. Ku pikir, kau pergi kemana hingga tidak masuk selama beberapa hari. Ternyata kau ada disini."
"Aku lebih terkejut lagi saat mengetahui bahwa kau dibawa langsung oleh pihak kuil."
"Se-mengejutkan itu? Ku rasa, itu tidak ada apa-apanya dibandingkan dirimu. Bagaimana denganmu? Kau yang cerdas pasti sudah menyiapkan rencana, bukan?"
"Benar, itu karena aku cukup cerdas jadi aku butuh otak licik seperti dirimu."
"Bagaimana dengan Carissa?"
"Dia terlalu gegabah dan cenderung brutal."
"Yah, aku tidak terlalu terkejut karena itu memang dirinya."
Alara menganggukkan kepalanya mengerti. Berbanding terbalik dengan Gabriel yang tidak mengerti apa yang dibicarakan oleh Alara dan Seraphina, ia hanya bisa memasang wajah seolah mengerti. Seraphina yang menyadari bahwa Alara tidak datang sendiri, mengernyit heran.
"Sekarang, kau bawa siapa?" tanya Seraphina.
"Oh, ini?" ucap Alara seraya menunjuk pria yang ada di sampingnya. "Gabriel De Oxalle, dia memiliki jabatan sebagai Kardinal di kuil."
"Kardinal? Kau membawa seorang Kardinal?!" ucap Seraphina dengan terkejut.
"Iya," jawab Alara yang langsung mendapat tatapan tajam dari Seraphina. Alara yang menyadari itu menghela napasnya sejenak, "Meski dia agak menyebalkan tapi dia bisa dipercaya kok."
Seraphina tentu masih tidak mempercayainya. Kali ini, ia menatap Gabriel dengan tajam seolah agar Gabriel peka dan menghindar dari situasi sekarang. Meski begitu, pria itu tetap tidak ingin pergi seolah ia adalah anjing penjaga milik Alara.
"Sebenarnya mengapa kuil begitu berambisi untuk membawamu? Jawaban itu tentu hanya pihak kuil saja yang tahu. Bukankah begitu?" ucap Seraphina seraya tersenyum sinis.
"Meski begitu, itu bukan urusan anda, Lady Ivander," balas Gabriel seraya menatap tajam ke arah Seraphina.
"Seharusnya kau tahu posisimu disini. Beraninya kau menatapku seperti itu?" kali ini, Seraphina sama sekali tidak melepas tatapannya dengan Gabriel. Mereka berdua saling bertatapan dengan sengit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Euphoria
FantasyBagaimana jika ternyata anima dari elemen utama seperti air, api, angin, dan tanah bertemu? Ini hanya kisah persahabatan antara anima air, api, dan angin yang harus melawan anima tanah karena tidak menginginkan untuk menjadi bawahan dari Kaisar Erde...