Kunjungan

284 0 0
                                    

(つ≧▽≦)つ Happy Reading (つ≧▽≦)つ

Di sisi lain, hubungan Seraphina dan Elios mulai memburuk. Sebaliknya, Laura memanfaatkan kesempatan kali ini untuk merebut hati Elios kembali. Mereka berdua tengah menghabiskan waktu bersama di ruang kerja milik Elios.

Seraphina sendiri saat ini tengah berada di lapangan latihan. Lapangan yang dipakai oleh beberapa prajurit dan ksatria untuk berlatih atau meningkatkan kemampuannya. Gadis itu tengah berlatih menggunakan pedangnya.

Kemampuannya sedikit meningkat akhir-akhir ini. Mungkin itu juga karena emosinya sedang menggebu-gebu. Ada sesuatu dalam dirinya yang membuat dirinya tidak terima dengan keputusan Elios.

Tentu, Seraphina juga sadar bahwa dirinya sudah jatuh cinta pada pria itu dan yang membuat merasa tidak terima bukan karena Elios memilihnya untuk menjadi Permaisuri atau Alara, Carissa, dan Laura sebagai selir tetapi karena ia tidak suka, sesuatu yang sudah ia anggap miliknya menjadi milik orang lain dalam waktu bersamaan.

Mungkin ini terdengar sangat gila dan sudah dipastikan jika Alara dan Carissa mengetahui perasaannya yang gila ini, mereka berdua tidak akan menunggu waktu untuk menghabisi dirinya. Ia tidak mau mengkhianati kedua temannya itu.

Sudah tiga jam lebih ia berlatih. Ia bahkan tidak merasa letih sekalipun. Daniel yang melihat Seraphina yang berlatih sedari tadi tanpa berhenti pun hanya bisa meringis.

Pria itu tahu bahwa Seraphina telah mencapai batasnya dan daripada menghabisi orang lain, gadis itu lebih memilih untuk menghukum dirinya sendiri.

"Yang Mulia, tolong berhenti," lirih Daniel seraya menahan lengan Seraphina dengan tatapan memohon.

"Yang Mulia? Padahal sejak kemarin, aku masih dipanggil dengan sebutan Lady tetapi dengan satu pengumuman, aku bisa segera dipanggil dengan sebutan Yang Mulia rupanya," ucap Seraphina seraya tersenyum kecut.

"Jari anda berdarah. Saya mohon pada anda untuk berhenti," balas Daniel.

Seraphina yang mendengar hal itu, tentu saja segera menoleh ke jari-jari tangannya dan memang benar bahwa beberapa jarinya mengeluarkan darah. Mungkin itu karena ia memegang pedang tajam miliknya dengan sesuka hatinya hingga ia tidak sadar bahwa jarinya terluka.

"Ah, aku tidak tahu. Sejak kapan?" tanya Seraphina dengan lirih.

Daniel terdiam sejenak hingga ia tersenyum tipis pada Seraphina, "Saya juga sejujurnya tidak terima dengan fakta bahwa Lady Zevinna akan menjadi wanita Kaisar sebentar lagi tetapi saya tidak bisa melakukan apa pun dan itu adalah hal yang paling saya sesali."

"Kau menyukainya, bukan?" tebak Seraphina yang membuat Daniel kelabakan mencari alasan.

"Ti-Tidak. Mana mungkin, sa-saya dengan berani—"

"Tapi bagaimana jika aku memberitahumu bahwa Carissa juga menyukaimu dan berharap bahwa di pesta kemarin, kau akan hadir dan mengajaknya berdansa?"

"Lady Zevinna berharap seperti itu pada saya?"

"Kenapa? Apa kau berpikir bahwa posisimu yang saat ini tidak layak untuknya?"

"Bukan, bukan seperti itu. Hanya saja, saya hanyalah anak laki-laki yang mungkin saja mati di usia yang sangat muda karena tidak memiliki siapapun jika bukan karena Lady Zevinna yang membantu saya dari situasi yang sulit itu."

"Aku mengerti tetapi kau tidak perlu merasa seperti itu karena Carissa bukan tipe orang yang akan mempermasalahkan masa lalu."

Daniel kembali lagi terdiam. Sedangkan, Seraphina mendenguskan napasnya dengan kesal, "Segera katakan perasaanmu padanya sebelum kau terlambat dan menyesalinya."

EuphoriaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang