Terhubung

292 0 0
                                    

(つ≧▽≦)つ Happy Reading (つ≧▽≦)つ

Alara sempat melirik ke arah Viscountess kembali hingga akhirnya ia memutuskan untuk menyetujui ajakan itu. Tentu saja, itu karena keinginannya sendiri terlepas apakah ia bisa berbaur dengan baik oleh anak-anak yang ada di panti asuhan itu atau tidak.

Samuel dan Gabriel sendiri saat ini sedang menaruh beberapa hadiah di ruang tamu saat Alara sedang bermain dengan anak-anak panti asuhan di halaman belakang.

Setelah selesai menaruh dan merapikannya, kedua pria itu merenggangkan otot-ototnya. Viscountess yang melihat itu tersenyum, "Saya benar-benar berterima kasih pada anda semua yang masih memberikan waktu dan perhatian anda untuk anak-anak yang ada di panti ini."

"Sekarang anda berbicara apa? Tentu saja, anda tahu bukan jika pihak kuil melakukan ini dengan tulus," ucap Gabriel seraya tersenyum kecil.

"Justru karena ketulusan itu lah yang membuat saya dapat membuka mata saya bahwa tidak seharusnya saya mendukung seseorang yang hanya ingin menaikkan reputasinya saja," balas Viscountess.

"Kami sudah membereskan semua hadiah-hadiahnya. Apa sekarang Alara masih bermain dengan anak-anak?" tanya Samuel.

"Seharusnya begitu. Sepertinya, Lady Natasya adalah seorang gadis yang mudah mengakrabkan diri pada anak-anak, ya?" ucap Viscountess yang membuat Gabriel dan Samuel saling menatap satu sama lain.

"Ya, mungkin memang begitu," jawab Samuel dengan ragu. Sedangkan, Gabriel tersenyum canggung.

Jam sudah menunjukkan pukul sebelas siang. Entah apa yang terjadi, Alara dan anak-anak panti asuhan itu kembali ke ruang tamu dengan wajah dan pakaian yang berantakan dan basah. Melihat itu, Gabriel, Samuel, dan Viscountess menjadi sangat panik.

"Ya ampun. Apa yang terjadi?!" ucap Viscountess.

"Ah, maaf. Kami bermain permainan di mana yang kalah harus di siram dengan air. Ini adalah ide saya. Tolong jangan memarahi anak-anak," jawab Alara seraya menunduk menyesal. "Meski begitu, saya akan bertanggung jawab."

Alara mengangkat kepalanya lalu menatap anak-anak yang bermain dengannya. Perlahan, manik mata birunya berubah menjadi warna biru laut yang cukup terang.

Gadis itu mengangkat tangannya lalu perlahan pakaian dan seluruh tubuh anak-anak itu menjadi kering seperti semula.
Tentu saja, Alara juga melakukan hal itu pada dirinya sendiri.

Mereka semua menjadi kering seketika dan anak-anak itu kembali menatap Alara dengan kagum. Setelah selesai melakukan hal itu, manik mata kembali seperti semula.

"Wah, ajaib!"

"Sihir kakak keren sekali!"

"Aku akan menjadi perempuan yang keren seperti kakak!"

"Kakak, tolong ajari kami bagaimana cara memiliki sihir ajaib itu!"

Alara yang mendengar setiap ucapan itu terkekeh. Ia sedikit berlutut untuk menyamakan tingginya dengan anak-anak itu seraya berkata, "Setiap orang memiliki keajaibannya masing-masing. Tidak semua orang memiliki sihir yang sama. Kalian tahu apa artinya itu? Benar, itu karena kita memang diciptakan berbeda agar kita bisa saling melengkapi satu sama lain."

EuphoriaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang