Aliansi

222 0 0
                                    

(つ≧▽≦)つ Happy Reading (つ≧▽≦)つ

Sebenarnya hanya ada satu tempat yang aman. Itu adalah tempat di mana Air pernah menutunnya menuju istananya. Istana itu terdapat di laut paling dalam.

Alara tentu saja tidak akan bisa bernapas tetapi Air membuat dirinya bisa bernapas di kedalaman laut. Itu adalah pertama kalinya ia melihat istana laut yang benar-benar seluas itu.

Hanya saja masalahnya di sini adalah ia masih belum mendapat izin dari Air langsung. Alara sedikit khawatir jika pria itu tidak akan mengizinkannya karena itu adalah kediamannya langsung.

"Aku tidak tahu tempat aman seperti apa itu tetapi jika melihatmu yang seyakin itu, aku jadi mau tidak mau harus mempercayainya."

Alara sontak terdiam. Ia akhirnya memutuskan untuk mengalihkan pembicaraan ke arah lain, "Bagaimana soal Seraphina? Apa kau sudah membicarakan hal itu dengan Gabriel?"

"Ah, soal itu aku sudah membicarakannya. Kami hanya harus membangunkannya tepat pada hari di mana Ksatria William dihukum mati, bukan?"

"Benar dan jangan lupa untuk mencadangkan kekuatan kalian untuk peperangan nanti."

"Memang kapan perang itu akan dilaksanakan?"

"Itu adalah saat Ksatria William dihukum mati."

Wajah Samuel membelalak terkejut. Itu artinya peperangan akan terjadi tidak lama lagi, tepatnya tiga hari lagi. Saat pria itu ingin membuka mulutnya untuk mengatakan sesuatu, perkataannya segera dihentikan oleh seorang gadis yang tiba-tiba muncul dari arah yang berlawanan.

"Kau terlalu gegabah."

Alara dan Samuel sontak melihat ke arah gadis itu. Laura sedang berjalan ke arah mereka. Gadis itu memakai gaun dan perhiasan yang sangat bersinar. Hal itu membuat Alara marah.

"Hei, kenapa kau memakai gaun dan perhiasan milikku, sialan?!"

Itu benar, gaun dan perhiasan itu adalah milik Alara. Alara marah bukan karena Laura yang terlihat sangat bersinar tetapi ia marah karena Laura memakai perhiasan pemberian Raphael padanya yang ia bahkan belum pakai sama sekali semenjak pesta Kekaisaran.

"Lagipula, bukankah kau sudah mengizinkanku untuk menggunakan kamarmu sesuka ku?"

"Kapan aku berbicara seperti itu?!"

"Ya, mau bagaimana lagi? Aku sudah memakainya."

"Argh— cepat lepas!"

Samuel menahan Alara yang ingin memberontak dan mengacak-acak rambut Laura. Alara yang seperti ini memang kadang terlihat sangat buas dan menyeramkan. Hanya saja, Laura membuat ekspresi seolah ia tidak peduli.

"Lepaskan aku, Samuel bodoh!"

"Tidak."

Alara menatap Samuel dengan tajam dan bulu kuduk Samuel seketika bergidik ngeri. Samuel akhirnya melepaskan Alara dan Alara segera berlari ke arah Laura untuk mengacak-acak gadis itu tetapi sebelum itu, Laura mengatakan sesuatu yang membuat Alara menghentikan langkahnya karena terkejut.

"Aku akan berada di pihakmu."

Lima kata itu mampu membuat Alara dan Samuel membelalakkan matanya tidak percaya. Laura menghela napasnya sejenak, "Aku serius, bocah bodoh. Aku juga telah memikirkannya selama ribuan kali dan memutuskan hal yang penting ini seperti ini."

"Sulit bagiku untuk merubah pilihanku. Aku mencintai Elios tetapi ucapanmu benar. Elios tidak akan pernah mencintaiku sampai kapanpun dan itu adalah fakta. Dia membiarkanku hidup sampai sekarang hanya karena perasaan kasihan. Aku tidak suka dikasihani."

EuphoriaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang