Pengkhianatan

261 0 0
                                    

(つ≧▽≦)つ Happy Reading (つ≧▽≦)つ

Alara baru saja menyantap sarapan bersama Samuel dan Gabriel di meja makan. Hari ini, Sri Paus sedang sibuk maka dari itu Sri Paus tidak sempat atau lebih tepatnya tidak bisa sarapan bersama mereka.

Tidak ada percakapan sedikit pun di sesi sarapan itu hingga tiba-tiba di luar kuil terdengar suara-suara yang ramai sembari menyeru, 'Duke!'

Gadis itu tentu saja berdecak kesal. Ia sedang dalam suasana hati yang tidak kondusif hari ini. Bisa-bisa kedatangan Raphael hari ini hanya akan membawa malapetaka bagi pria itu.

"Lady Natasya, anda dicari oleh Duke Velland di luar," seru seorang saintess pada Alara.

"Katakan pada Duke Velland bahwa Lady Natasya sedang dalam kondisi yang tidak baik dan dia dapat menemuinya lain kali," balas Gabriel yang membuat saintess itu mengernyit heran karena dari yang ia lihat Alara dalam kondisi yang baik-baik saja.

"Tidak. Aku akan keluar," ucap Alara seraya menyeka mulutnya menggunakan sapu tangan lalu berdiri dan melangkah pergi dari meja makan itu. Gabriel memutar bola matanya malas, sedangkan Samuel tersenyum meledek pada saudaranya itu.

Di luar, Alara tidak bisa menemukan Raphael sama sekali. Gadis itu akhirnya menghampiri salah satu saintess yang sedang lewat, "Apa kau melihat Duke Velland di sini?"

"Ah, tadi saya melihat Duke Velland berjalan ke arah danau sebelah barat," jawab saintess itu.

Alara dengan segera pergi ke danau itu dan melihat siluet hitam seorang pria yang tengah berdiri menghadap danau. Gadis itu tanpa berpikir panjang segera mendekati pria itu.

"Apa kau tahu mengapa aku mengajakmu untuk bertemu di sini?"

"Untuk meminta maaf?"

"Tidak. Aku tidak akan meminta maaf atas sesuatu yang kulakukan untuk menjaga milikku."

"Jangan konyol, Duke. Saya bukan milik anda."

"Sampai kapanpun kau adalah milikku. Kau hanya akan tetap menjadi Duchess Velland dan bukan Selir dari Kaisar bajingan itu, Alara Natasya."

Alara mengepalkan tangannya dengan kuat. Ia mengalihkan wajahnya pada arah lain saat Raphael mengatakannya dengan tegas bahwa ia hanya akan menjadi milik pria itu satu-satunya, "Saya juga tidak ingin menjadi selir Kaisar tetapi memang apa yang bisa saya lakukan?"

"Hancurkan citramu."

"Apa anda gila?! Saya telah membangun citra saya dengan sangat baik hingga saat ini dan anda dengan mudah menyuruh saya untuk menghancurkannya!"

"Aku mengerti tetapi kau juga pasti mengerti, bukan? Jika citramu buruk dan rumor itu beredar dengan cepat di kalangan rakyat. Mereka akan meragukan selera Kekaisaran dan Elios mungkin akan mempertimbangkan kembali untuk menjadikanmu selirnya."

"Tapi citra kuil juga akan menjadi buruk jika saya melakukan hal itu!"

"Setiap keputusan pasti ada resikonya. Semuanya tergantung pilihanmu sekarang. Kalau kau menyetujuinya, aku akan dengan senang hati membantumu."

Alara menggigit bibir bawahnya dengan kuat. Ia meragukan hal itu tetapi apa yang dikatakan oleh Raphael memang ada benarnya. Hanya saja ia tidak ingin membuat citra kuil juga ikut buruk bersamaan dengan citranya. Kesal rasanya, benar-benar mengesalkan.

Raphael yang menyadari keraguan Alara pun hanya bisa menghela napasnya sejenak lalu memeluk gadis itu dengan erat serta mengelus rambut gadis itu dengan lembut, "Aku tahu dan aku sangat mengerti. Aku akan menghormati semua keputusanmu. Hanya saja untuk kali ini, aku mohon pilihlah aku, Alara."

EuphoriaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang