Aku Merindukanmu

235 0 0
                                    

(つ≧▽≦)つ Happy Reading (つ≧▽≦)つ

Di malam hari ini, udara berhembus dengan kencang. Sepertinya musim dingin akan datang tidak lama lagi. Alara yang tidak terlalu menyukai musim dingin karena kekebalan tubuhnya tidak terlalu kuat pun hanya bisa menghabiskan waktunya di ranjang miliknya.

Ia berbaring sembari membaca buku novel yang ia temukan di perpustakaan kemarin. Membacanya dengan teliti per halaman. Hanya saja suara ketukan dari balik jendelanya menginterupsi indra pendengarannya.

Awalnya, gadis itu tampak biasa saja dan tidak terlalu menghiraukannya hingga pada akhirnya ia tersadar bahwa kamarnya berada di lantai paling atas. Ia menoleh ke arah jendela kamarnya yang saat ini tertutup rapat oleh gordennya.

Bulu kudu gadis itu seketika berdiri. Masa iya ada hantu yang tinggal di sekitar kuil? Jika memang iya, apa hantu itu tidak kepanasan setiap kuil mengadakan acara doa bersama? Ini benar-benar menyeramkan.

"Alara bodoh!"

"Buka pintunya! Di luar sangat dingin."

Alara sontak tersentak. Suara yang barusan terdengar di indra pendengarannya sangat mirip dengan suara Raphael. Tidak, setelah dipikir kembali itu memang suara pria itu. Ia dengan cepat membuka jendela kamarnya dan benar dugaannya bahwa itu adalah Raphael.

Pria itu dengan segera masuk ke dalam kamar Alara. Sedangkan, Alara menggelengkan kepalanya tidak percaya, "Bagaimana anda bisa masuk lewat sana?"

Raphael mulai melepas jubah hitamnya dan berjalan ke arah pembakaran api yang ada di dalam kamar Alara sebagai ganti radiator mungkin kalau di Dunia Manusia. Memang zaman ini agak tertinggal dari sudut pandang Alara.

"Aku memanjat dari pohon."

"Anda tidak sedang berbohong bukan, Duke?"

"Jangan bilang kau mempercayainya?"

Alara sontak terdiam. Memang salah jika ia percaya mengingat bahwa setiap makhluk yang ada di Dunia Emrysverse ini mencakup makhluk-makhluk yang tidak normal? Justru terkadang ada beberapa hal yang tidak bisa dipikir melalui nalar.

"Daripada itu, bagaimana harimu?"

"Sangat buruk. Apa anda tidak menyadarinya?"

"Apa?"

Alara menyelipkan rambutnya ke belakang telinganya. Ia menunjuk ke arah wajahnya yang tergores oleh pedang para bandit di perjalanan pulangnya tadi siang, "Luka ini."

Raphael sontak sangat terkejut melihat hal itu. Ia segera mendekat ke arah Alara dan memastikan luka itu lebih dekat. Tangannya terangkat dan terulur memegang wajah gadis itu, "Apa ini? Apa kau bertindak ceroboh lagi?"

"Saya diserang oleh para bandit dan saya sedikit lengah makanya saya mendapat luka ini."

"Kau harus lebih hati-hati ke depannya."

"Iya, saya mengerti."

"Apa aku tugaskan saja beberapa prajurit rahasia untuk menjagamu?"

"Duke, itu terlalu berlebihan. Saya memiliki orang-orang kuil di sisi saya. Anda tidak perlu khawatir."

"Tidak. Mereka bahkan tidak bisa menjagamu dari luka seperti ini."

"Duke, ini hanya luka kecil."

"Luka kecil jika dibiarkan akan menjadi lebih besar."

"Tapi Duke—"

"Apa sudah diobati?"

"Iya, sudah."

"Aku tidak membawa air mata burung phoenix itu sekarang. Aku akan membawanya secara khusus untukmu besok."

EuphoriaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang