Bab 1

5.9K 169 10
                                    

Happy Reading!!

***

Hari libur di manfaatkan Laura dengan amat baik untuk istirahat dengan malas-malasan, menonton drama sambil selonjoran kaki di temani camilan dan minuman segar. Benar-benar santai yang sesungguhnya setelah enam hari penuh berkutat dengan pekerjaan yang meskipun mulia dan menyenangkan baginya, tapi tetap saja melelahkan.

Menjadi seorang dokter bukanlah hal yang remeh seperti pandangan orang di luar sana, yang katanya; 'enak ya jadi dokter cuma raba sana raba sini mendiagnosa pasien sakit ini sakit itu lalu dapat bayaran mahal.'

Di kira menjadi seorang dokter semudah itu! Meskipun, ya, terlihat ringan dan sepele, tapi banyak yang menjadi beban seorang dokter yang hanya dipahami sesama profesi itu.

Tanggung jawab yang besar dan tentunya makian kerapkali harus diterima saat pasien tidak kunjung sembuh atau justru tidak selamat. Dokter harus tetap sabar untuk itu walau hati ingin sekali melawan. Dan semua itu Laura dapatkan selama melakoni profesinya sebagai dokter selama tiga tahun ini. Apalagi dirinya adalah seorang dokter anak, di mana banyak orang tua rewel melebihi si anak yang sakit. Kerepotan dokter anak benar-benar double, karena si anak pun harus dirinya tenangkan saat akan dilakukan pemeriksaan terlebih jika sudah berurusan dengan jarum suntik.

Percayalah, menjadi dokter tidak semudah yang terlihat, tidak semenyenangkan menerima gaji tiap bulannya. Namun meski begitu Laura menyukai pekerjaannya dan ia bangga dengan profesinya. Tentu saja. Apalagi ketika berhasil membuat pasiennya sembuh, itu merupakan bahagia yang tidak dapat di utarakan, rasa bangga yang tidak dapat di uraikan, dan tentunya hal yang membuat Laura merasa berguna sebagai manusia.

Karena pekerjaannya itulah Laura tidak memiliki banyak waktu untuk sekadar bersantai. Hanya di hari minggu ia bisa melakukannya. Maka dari itu Laura tidak ingin menyia-nyiakan hari minggunya dengan hal-hal yang tidak berfaedah, seperti keliling mall misalnya. Oh no! Laura akan lebih memilih rebahan dari pada harus melakukan itu meskipun ia di bekali puluhan juta sekalipun oleh papinya.

"La, kamu punya pacar gak?"

Pertanyaan yang tiba-tiba diberikan wanita cantik paruh baya di sampingnya membuat Laura menoleh dan menaikan sebelah alisnya heran. Pasalnya wanita cantik yang biasa dirinya panggil bunda itu mengajukan pertanyaan yang tidak biasa. Selama Laura hidup di dunia, tidak pernah sekalipun sang bunda bertanya mengenai pacar padanya. Tapi hari ini ...?

"Kenapa memangnya?" tanya Laura yang tidak sama sekali menyembunyikan keheranannya.

"Gak apa-apa," jawab Lyra - sang bunda - seraya menggeleng kecil.

Laura mengangguk singkat, lalu kembali menatap layar di depannya yang masih menampilkan drama yang sejak tadi dia tonton untuk menemani hari liburnya. Memilih untuk tidak terlalu curiga dengan pertanyaan bundanya. Namun kalimat selanjutnya yang wanita paruh baya itu lontarkan sontak membuat Laura yang tengah meneguk jus jeruk dinginnya tersedak dengan tidak anggun.

Untung hanya jus jeruk bukan jus cabe.

"Kalau minum itu hati-hati dong, La," omel Lyra sambil menepuk-nepuk pelan punggung Laura.

"Ela terkejut, Bun," ucap Laura jujur.

"Terkejut kenapa?" heran wanita paruh baya itu mengerutkan keningnya menatap sang putri polos.

"Gak usah pura-pura lupa deh!" Laura memutar bola matanya jengah. Sedangkan Lyra tertawa saat di detik selanjutnya menyadari alasan yang membuat anaknya itu tersedak dan sebal seperti sekarang ini.

"Bunda 'kan cuma tanya aja, La, kamu mau gak Bunda jodohin. Bunda gak akan maksa kalau kamu gak mau," Lyra mengedikan bahunya ringan tanda bahwa wanita paruh baya itu memang benar-benar tidak akan memaksa.

Married With Ex-BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang