Bab 26

724 35 0
                                    

Happy Reading!!

***

Makan anaknya di jaga baik-baik ya, Bu,” pesan Laura saat melepas ke pulangan pasiennya yang sembuh dari diare yang dialami bayi berusia satu tahun akibat keracunan makanan.

Laura sering tidak habis pikir pada orang tua-orang tua yang lalai dalam memberikan si buah hati makanan. Mungkin para orang tua merasa bahwa si bayi menyukai makanan itu jadi tidak segan untuk memberikannya, atau mungkin karena senang si bayi lahap makannya. Tapi itulah yang sebenarnya salah, meskipun si bayi menyukai makanan tersebut tidak menjamin bahwa itu aman untuk di konsumsi. Akibatnya si bayi terkena diare.

“Dok bayi Nyonya Farah kejang-kejang,” lapor Suster Dara. Mendengar itu Laura langsung melangkah cepat menghampiri si pasien untuk segera ia tangani. Kejang-kejang pada bayi merupakan kondisi yang mengkhawatirkan, dan sebagai dokter tentu saja Laura harus cepat.

Hari sibuk yang benar-benar melelahkan karena hari ini pasien Laura banyak yang gawat entah itu yang baru datang atau pasiennya yang sudah berada di bangsal, yang jelas Laura sampai melewatkan makan siangnya yang tentu saja melewatkan Kai juga karena sejak pagi tadi Laura sibuk dengan pasien-pasiennya. Baru pukul dua siang ini Laura keluar dari sana dan bisa istirahat.

Jika biasanya ada Kai yang duduk menunggu sambil menyiapkan makan siang yang dibawanya, sekarang hanya ada paperbag yang Laura yakini berisi makan siang yang berdiri di mejanya.

Laura mengukir senyum lalu mengeluarkan isi dari paperbag itu, dan ia terharu saat mendapati makanan kesukaannya di sana. Bukan hanya nasi yang lengkap dengan lauk pauknya, tapi ada juga cupcake dan puding strawberry. Pria itu seolah tahu bahwa ia membutuhkan makanan manis kesukaannya untuk membangkitkan kembali energi yang sudah terkuras hari ini.

“Din, sini temani saya makan,” panggil Laura begitu Dini masuk ke dalam ruangannya dengan membawa beberapa berkas yang diyakini Laura milik para pasien-pasiennya.

“Cuma nemenin aja nih, Dok, gak sekalian di ajak makan?” canda Dini seraya melangkah menuju sofa yang di duduki Laura. Perempuan cantik yang sudah melepas jas putih kebanggaannya itu mendelik, membuat Dini terkekeh sebelum kemudian duduk bergabung di sana. “Wih, enak nih kayaknya,” mata Dini berbinar melihat semua makanan yang tersaji di meja.

“Enak lah, calon suami saya nih yang masak,” ucap Laura dengan nada bangga.

Dini lagi-lagi terkekeh dan mencibir dalam hati. Sengaja, karena jika terlontar langsung bisa-bisa ia tidak jadi makan sekarang.

“Pak Kai emang idaman,” komentar Dini tanpa ada maksud lain. “Oh iya, Dok, dua cowok yang kemarin siapa?” lanjutnya bertanya dengan raut wajah penasaran yang tidak dapat disembunyikan.

“Kenapa tanya mereka? Kamu naksir?” Laura menaikan sebelah alisnya menatap Dini.

“Saya gak suka cowok genit,” jawab Dini kembali menyuapkan nasi dan ayam teriyaki sebagai lauknya. “Tapi yang lain pada nanyain, katanya kalau dua cowok itu temannya Dokter minta nomor ponselnya. Kalau bisa sama nomor Pak Kai juga,” Dini menyengir di akhir kalimat melihat Laura memelototinya dengan begitu tajam. “Saya cuma disuruh sampein, Dok, sumpah!” acungan jari tengah dan telunjuk Dini berikan dengan wajah ketakutan karena Laura memang mengerikan jika sedang kesal, marah atau cemburu.

“Bilang sama mereka buat minta langsung, bukan malah nyuruh orang lain. Suka, kok, gak mau usaha sendiri,” cibir Laura, lalu menyuapkan makanannya dengan kasar. Terlihat sekali bahwa perempuan itu tengah kesal.

***

Kai datang menjemput seperti biasanya, tapi kali ini dua curut yang sempat menghebohkan rumah sakit tidak ikut serta karena sudah kembali pada kesibukannya masing-masing.

Married With Ex-BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang