Bab 19

871 42 3
                                    

Happy Reading !!!

***

Sesuai waktu yang sudah di tentukan pada makan siang tempo hari, pertunangan antara Kai dan Laura akan berlangsung dua hari lagi, tepatnya pada malam sabtu nanti. Undangan sudah selesai di cetak dan itu mengejutkan semua penghuni rumah sakit. Terlebih beberapa laki-laki yang menyimpan hati pada Laura. Mereka tidak menyangka bahwa perempuan yang dengan tegas menunjukkan ketidaktertarikannya itu mengirim undangan secara langsung. Belakangan ini memang beredar gosip mengenai laki-laki yang kerap kali datang mengunjungi Laura, tapi siapa yang menyangka bahwa pertunangan akan terselenggara, sedangkan mereka menganggap bahwa laki-laki itu akan bernasib sama.

Patah hati masal jelas membuat rumah sakit sedikit suram. Dokter dan perawat laki-laki yang mendamba bisa bersanding dengan dokter cantik itu seolah kehilangan semangatnya, sedangkan yang perempuan berlomba-lomba memberikan selamat, terlebih Nandini. Sang asisten yang semula sempat mengira Laura tidak normal. Dia menatap Laura dengan takjub, mulutnya bahkan sampai terbuka lebar untuk beberapa saat. Ingatannya kembali pada hari di mana Laura mengatakan bahwa dia tidak suka pada si tampan yang datang membawa makanan itu, sampai mengizinkan Dini mengambilnya. Tapi lihatlah sekarang … Dini malah mendapat undangan sebuah pertunangan kedua orang itu.

“Dok,” panggil Dini masih memegang undangan di tangannya yang baru saja dirinya selesai baca.

“Kenapa?”

“Ini, Dokter yang tunangan?” tanyanya hati-hati. Deheman singkat yang menjadi jawaban Laura, tanpa mengalihkan tatapannya dari rekam medis pasien-pasiennya. “Sama si tampan yang selalu datang bawa makanan itu ‘kan?” Laura mengangguk dengan ringan. Dini menelan ludahnya susah payah, kata selanjutnya yang ingin ia tanyakan membuatnya sedikit takut. Bagusnya mungkin tidak di tanyakan tapi, Dini penasaran. “Kok tunangan, bukannya Dokter bilang gak suka?”

Gerak tangan Laura di berkas yang sedang di ceknya terhenti, ia mengangkat kepalanya dan melirik sinis asistennya itu. “Kenapa memangnya? Apa kalau saya tidak suka, itu berarti gak boleh tunangan?”

“Bu- bukan gitu Dok, ta—”

“Perasaan itu bisa berubah dengan seiring berjalannya waktu, Din. Lagi pula saya dan dia memang sudah menjalin hubungan dari sebelas tahun lalu. Kemarin kita lagi berantem aja makanya saya bilang gak suka,” jelas Laura, entah itu bisa dikatakan berbohong atau tidak. Karena pada kenyataannya mereka sudah putus. Sepuluh tahun rasanya sangat tidak etis di bilang marahan. Tapi entah mengapa Laura berat mengatakan yang sesungguhnya. Ada setitik rasa yang menolak mengakui bahwa mereka dulu pernah berpisah. Perasaan oh perasaan kenapa secepat ini luluh. Teriak Laura dalam hatinya. Dua bulan. Bukankah itu terlalu cepat untuk melupakan kekecewaan dan sakit hati?

“Jadi sebenarnya Dokter Laura cinta sama Pak Kai?”

“Ya iya lah, ya kali sama calon suami sendiri gak cinta,” sahut cepat Laura entah sadar atau tidak, yang pasti sosok yang berada di balik pintu tengah mengintip itu mengelum senyumnya.

“Ya, kalau gitu saya patah hati dong, Dok,” lesu Dini, duduk di kursi yang selalu digunakan untuk si orang tua pasien konsultasi mengenai kesehatan anak-anaknya pada Laura.

“Patah hati kenapa?” kening Laura mengerut dalam, lalu matanya memicing menatap curiga asistennya itu. “Jangan bilang kalau kamu ...?” tatapan Laura berubah tajam

“Dokter sendiri yang bilang kalau saya boleh mengambilnya. Saya udah jatuh hati sejak pandangan pertama loh, Dok,”

“Ya terus?” Laura semakin menaikan sebelah alisnya.

“Masa Dokter mau tunangan sama dia, terus perasaan saya gimana dong,” cemberut Dini menopang wajahnya di meja kerja Laura. Dini memang tidak segan memelas pada Laura karena mereka memang sudah cukup dekat walau masih selalu berbicara dengan formal.

Married With Ex-BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang