Bab 22

790 36 1
                                    

Happy Reading !!!

***

“Kenapa Bang?” tanya Laura dengan santainya saat memasuki kamar iparnya setelah di telepon sang kakak sepuluh menit yang lalu.

“Peke nanya lagi. Gara-gara lo nih!” dengus Rapa dengan suara lemahnya, membuat Laura terkekeh geli seraya mengeluarkan alat-alat kedokterannya dari tas khusus dan mulai memeriksa suhu tubuh sang kakak ipar.

“Lemah banget jadi cowok,” cibirnya.

“Hampir jam dua belas malam lo ceburin gue ke kolam, La! Di pikir tuh kolam peke air hangat apa.” Omelnya dengan delikan kesal yang kali ini sukses membuat Laura tertawa, puas rasanya membalas kejahilan abang iparnya satu ini. Ia jadi penasaran pada kondisi Devin sekarang. Apakah bernasib sama?

“Hantu air aja semalaman di dalam kolam gak sampe sakit, Bang. Masa lo yang cuma beberapa menit aja langsung demam gini. Payah!”

“Jangan samain gue sama setan-setan lo itu, La. Gue kubur juga lo lama-lama!”

Laura semakin terbahak melihat kekesalan Rapa. Wajah pria itu bahkan sudah memerah saat ini, tanda bahwa dia benar-benar kesal. Tapi tidak sama sekali Laura merasa bersalah.

“Kak, obat deman masih ada stok gak di P3K?” Laura menoleh pada sang kakak yang duduk di sisi ranjang sebelah kanan, menggenggam tangan Rapa dengan raut wajah sedihnya. Mungkin tidak tega melihat sang suami sakit.

Laura hanya mengelus senyum diam-diam, bersyukur karena kakak satu-satunya itu hidup dengan baik bersama laki-laki tercintanya, yang meskipun menyebalkan tetap menjadi suami dan ayah yang luar biasa untuk keluarga kecilnya.

Jangan lupakan, Rapa yang juga merupakan sosok penyayang dan menyenangkan. Membuat Queen selalu di buat bahagia setiap harinya. Itulah alasan kenapa Laura tidak berusaha mengganti kakak ipar meskipun rasanya ia ingin.

“Habis. Itu kenapa Kakak langsung hubungi kamu pagi-pagi gini,” jawabnya meringis bersalah.

Ini memang masih begitu pagi, pukul empat lewat lima puluh. Laura saja bahkan masih nyenyak dalam tidur saat kakaknya menghubungi dengan panik. Kalau seandainya Laura tidak sayang keluarga dan tidak memiliki jiwa kemanusiaan, mungkin ia akan meminta menunggu hingga dirinya kenyang tidur. Sayangnya hati Laura terlalu lembut, hingga ia tidak bisa membiarkan orang sakit tanpa pemeriksaan.

“Ela juga kehabisan,” sesal Laura saat tidak menemukan obat penurun demam untuk dewasa di dalam kotak obat yang selalu menjadi andalannya. “Minum ini aja mau gak Bang?” Laura menunjukkan botol keci dengan cairan agak kental berperisa jeruk yang biasa diberikan untuk pasien Laura yang berusia di bawah enam tahun.

Rapa mendelik sebal pada adik iparnya yang mulai menunjukkan sikap-sikap menyebalkannya. Rapa berpikir untuk segera menjauhkan Laura dari Leo agar virus menyebalkan milik mertuanya itu tidak turun pada Laura yang selama ini menjadi satu-satunya anggota keluarga yang waras.

“Ya udah kalau gak mau,” cuek Laura. “Kak Queen kompres dulu aja Bang Rapa, kasih teh jahe biar anget. Nanti Ela beli dulu obat penurun demamnya,” Laura beralih pada sang kakak, lalu membereskan kembali barang-barang kedokterannya ke dalam tasnya.

“Abang jangan lupa bayarannya, Ela tunggu. Tiga juta.” Kata Laura seraya mengedipkan sebelah matanya.

“Mahal banget!” teriak Rapa terkejut.

“Ela ‘kan dokter spesial, Bang,” ujarnya terkekeh, lalu melangkah keluar dari kamar kakaknya itu, tanpa menghiraukan lagi dumelan Rapa yang tidak ada habisnya hingga harus Queen yang turun tangan untuk menghentikannya.

Married With Ex-BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang