Bab 47

480 31 2
                                    

Happy Reading!!

***

“Sini duduk,” pinta Kai pada Laura yang baru saja kembali dari kamar Leo, setelah menyuapi pria tua kesayangannya makan malam.

Laura menurut, merangkak naik ke atas ranjang, duduk di samping sang suami dan langsung berhambur memeluk pria itu seraya menggumamkan kata maaf yang selalu ingin Laura sampaikan. Meskipun Kai tidak pernah keberatan dengan niat kepergian mereka, tetap saja Laura merasa bersalah karena itu artinya ia membuat Kai harus meninggalkan segala urusannya disini, termasuk pekerjaan pria itu.

“Jangan terus minta maaf, disini tidak ada yang salah dan tidak juga ada yang benar. Jadi, stop meminta maaf, Yang. Lagi pula aku tidak meninggalkan pekerjaanku, aku masih bisa memantau restoran meski jaraknya jauh. Alat komunikasi sudah canggih, kamu tenang saja,” Kai terus meyakinkan Laura bahwa kepergiannya tidak sama sekali membebani.

“Tapi pes—”

“Jangan memikirkan itu dulu. Semua sudah sepakat untuk menundanya. Lagi pula hanya pesta, tanpa itu pun kita tetap menjadi suami istri, pernikahan kita tetap sah,” Kai menjatuhkan satu kecupan di kening istrinya. “Lebih baik sekarang kita fokus pada kesembuhan Papi,” lanjut Kai sambil mengusap air mata yang menetes, membasahi pipi istrinya.

“Terima kasih,” ucap tulus Laura yang akhirnya bisa tersenyum lega.

“Aku tidak membutuhkan kata itu, aku hanya ingin kamu tersenyum, kembali ceria seperti biasanya, dan menjadi istriku yang menggemaskan seperti belakangan ini. Jangan jadikan kondisi Papi pukulan dan penyesalan dalam hidupmu, karena semua ini bukan salah kamu. Bukan salah siapa pun,” Kai menggelengkan kepalanya, masih menatap lembut sang istri yang mulai meredakan tangisnya. “Apa yang terjadi pada Papi saat ini hanya masalah hati dan waktu. Aku yakin Papi akan bisa melewati semua ini. Kita belum terlambat, Yang.”

Laura akhirnya bisa menarik kedua sudut bibirnya. Dalam hati ia membenarkan apa yang suaminya katakan. Semua belum terlambat. Papinya masih bisa disembuhkan dan hidup normal seperti biasanya. Semua hanya tentang waktu dan usaha untuk menghilangkan memori yang selama ini pria tua itu coba hidupkan kembali.

Laura tidak akan membuat papinya menghilangkan ingatan tentang sosok yang selama ini menjadi mimpi indahnya, Laura hanya ini papinya sadar bahwa seseorang yang masih di anggapnya ada itu sudah tenang di akhirat sana. Dan Laura berharap bahwa setelah ini sang papi benar-benar ikhlas atas kepergian istrinya.

“Tuh kan kalau senyum cantiknya nambah,” ucap Kai mencubit gemas hidung mungil istri cantiknya. “Bikin aku tambah cinta,” ujarnya kemudian.

“Jadi cinta karena cantik aja nih,” sebal Laura dengan wajah cemberut.

“Ya enggak dong. Aku tuh selalu jatuh cinta bagaimanapun ekspresi wajah kamu. Tapi di saat tersenyum, cintanya berkali-kali lipat. Jadi terus tersenyum, ya, aku gak suka kamu nangis,” tatapan Kai menyorot serius.

“Aku gak bisa janji,”

“Loh kok gitu?” protes Kai tidak terima.

“Ada saat dimana aku menangis karena bahagia, Ay, jadi maaf aku tidak bisa menjanjikan untuk tidak menangis,” ringis Laura sedikit menyesal.

“Jadi kamu sekarang lagi bahagia apa sedih?” tanya Kai berniat menggoda istri cantiknya.

“Bahagia sekaligus sedih,” jawab Laura apa adanya,

“Kok—”

“Aku sedih karena harus menerima kenyataan papi yang tidak baik-baik saja, tapi di balik kesedihan itu aku bahagia karena memiliki kamu,” Laura memotong cepat kalimat suaminya. “Terima kasih, Ay, terima kasih sudah mau menerimaku, menjadikan aku istri kamu, menerima segala kekurangan dan kelebihanku, dan sekarang menerima keadaan Papi juga. Terima kasih untuk tidak meninggalkanku di saat semua orang justru berlomba-lomba menjauhiku. Terima kasih suamiku.”

Married With Ex-BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang