Bab 50

541 33 0
                                    

Happy Reading!!

***

Kai kembali dengan air hangat, menghampiri sang istri yang sudah kembali naik ke ranjangnya, bersandar pada kepala tempat tidur dengan wajah yang semakin pucat.

“Kamu yakin gak apa-apa, Yang?” khawatir Kai mengusap keringat dingin di kening istrinya.

Laura tak lantas menjawab, memilih untuk melegakan tenggorokannya lebih dulu dengan air hangat yang Kai bawa, setelah itu barulah menggelengkan kepala dengan senyum yang menandakan bahwa dirinya baik-baik saja, lalu meminta Kai untuk naik ke tempat tidur, mengisi tempat kosong di sebelahnya.

“Papi ke mana?” tanya Laura, karena sejak bangun tadi tidak juga mendapati pria tua itu kembali melihat keadaannya.

“Tadi izinnya mau sepedaan, rugi katanya tinggal di luar negeri tapi cuma di gunakan untuk rebahan,” jawab Kai sedikit terkekeh mengingat kembali bagaimana Leo mencebikkan bibirnya bosan karena terus menerus waktunya di habiskan dengan duduk-duduk saja, hingga akhirnya memutuskan untuk bersepeda, melihat-lihat daerah sekitar tempat tinggalnya.

“Yakin Papi gak akan nyasar?” sangsi Laura sedikit khawatir.

“Gak akan. Papi belum tua-tua amat kok, Yang, belum pikun,” kekehan kembali meluncur dari bibir Kai yang membuat Laura mendelik karena Kai terus-terusan mengejek sang papi.

“Ekhem,” Kai berdehem untuk meredakan kekehannya, kemudian menatap istrinya mulai serius. “Yang, aku mau mastiin tentang ucapan kamu tadi. Apa benar kamu hamil?”

“Aku gak tahu pastinya, Ay, tapi menyimpulkan dari apa yang aku rasakan beberapa minggu belakangan ini, sepertinya memang iya. Tapi bisa jadi juga kondisiku merupakan tanda respons penyesuaian di negara ini. Kamu tahu sendiri kalau kita biasa tinggal di daerah yang panas, tiba-tiba pindah ke daerah dingin sepanjang waktu seperti ini mungkin tubuhku gak terlalu kuat,”

Laura mengedikkan bahunya singkat, menatap Kai tak kalah seriusnya. Tidak ada niat membuat Kai kecewa, apalagi menjatuhkan harapan pada suaminya, karena Laura pun sungguh belum yakin dengan tebakannya. Namun dalam hati Laura berdoa untuk apa yang dirasakannya memang sesuai dengan apa yang diharapkannya.

“Kita periksa ke dokter buat mastiin mau?” tatapan Kai memancar sebuah harapan, dan Laura tidak ingin mematahkannya, maka dari itu Laura memilih untuk menganggukkan kepala dengan seulas senyum tipis tanda persetujuannya.

“Tapi janji untuk tidak terlalu mengharapkan? Aku gak mau jika semua tidak sesuai malah membuat kamu kecewa,” Laura semakin mendongak menatap suaminya dengan perasaan takut. Kai mengangguk, lalu menarik Laura ke dalam pelukannya, menjatuhkan kecupan demi kecupan di kening sang istri.

“Kalau kamu hamil, kita harus pulang tapinya, ya?” Kai meminta persetujuan Laura yang ada dalam pelukannya.

“Tapi Papi?” cemas Laura, melirik suaminya. Jujur saja Laura belum siap membawa orang tua tunggalnya itu untuk pulang ke tanah air. Leo baru saja sembuh, ia tidak ingin kesedihan Leo kembali terguncang, karena Laura yakin bahwa kesedihan papinya belum sepenuhnya pudar.

****

Tanpa sepengetahuan anak dan menantunya, Leo mengunjungi Svea setelah sebelumnya menghubungi perempuan muda itu untuk bertemu dan merahasiakan pertemuannya ini dari sang putri. Leo tidak ingin membuat putrinya kembali bersedih apalagi kondisi Laura yang tidak baik belakangan ini.

Dua minggu dari pertemuan terakhirnya dengan Svea, Leo datang untuk menuntaskan semuanya. Leo ingin benar-benar sembuh dan melepaskan beban yang selama ini menghinggapinya. Ia tidak tega pada anak-anaknya juga sahabatnya yang bersedih dan ikut tersiksa karena kondisinya.

Married With Ex-BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang