Bab 10

1.5K 63 0
                                    

Happy Reading !!!

***

"Nyusahin emang lo, Kai. Sakit bukannya pergi ke dokter malah telepon gue," omel Laura sedetik setelah masuk ke dalam apartemen Kai.

Alih-alih merasa bersalah, Kai malah justru mengulas senyumnya mendapat omelan itu dari sang kekasih. Ia merasa bahwa Laura sedang peduli, meskipun cara penyampaiannya terlalu kasar. Tak apa, Kai paham dengan gengsi dan kekeraskepalaan kekasihnya itu.

"Kamu kan juga Dokter, Yang, jadi aku gak salah panggil," masih dengan senyum Kai berucap, menggeser tubuh lemahnya ke tengah ranjang agar Laura bisa duduk ditepiannya.

"Gue Dokter anak, bukan Dokter aki-aki kayak lo. Ibuprofen gak akan mempan buat lo," delik Laura seraya menyentuh kening, pipi, dan juga leher Kai untuk memastikan suhu tubuh pria itu.

Sebenarnya Laura tidak ingin mengomel, hanya saja saat melihat wajah Kai yang begitu pucat dan sayu membuat Laura marah, kesal dan juga sedih. Perasaannya campur aduk, antara khawatir dan juga jengkel karena bisa-bisanya di saat demam seperti ini pria itu memilih di rumah seorang diri.

"Tante Indah tahu lo demam?" gelengan lemah yang Kai berikan membuat Laura lagi-lagi mendengus semakin kesal. "Terus makan lo tadi pagi gimana?"

"Aku sejak pagi tiduran, gak makan, gak minum juga. Kepala aku terlalu berat untuk di ajak bangkit dan tubuh aku lemas banget. Untung aja gak kebelet ke toilet," ucap Kai dengan suara lemahnya.

Satu jitakan Laura daratkan di kening Kai. "Lo mau mati?"

Kai menggeleng lemah. "Maunya nikah sama kamu," ucapnya dengan senyum manis yang berhasil menggetarkan hati Laura. Bukan hanya itu saja, rasa hangat pun menjalar ke wajahnya dan sudah dapat di pastikan bahwa kini pipi Laura memerah layaknya udang rebus.

"Lagi sakit masih aja ngegombal," cibir Laura kemudian membereskan alat-alat kesehatan yang digunakan untuk memeriksa Kai, mengalihkan dari salah tingkahnya.

"Kamu mau ke rumah sakit lagi?"

Laura yang sudah berbalik hendak melangkah, urung, menoleh pada sang kekasih dengan raut wajah yang sudah kembali datar.

"Ke dapur bikin bubur," jawabnya, lalu melanjutkan langkah tanpa menghiraukan Kai lagi.

Sambil menelisik apartemen Kai, Laura membuka gorden dan juga jendela yang langsung memberikan pemandangan bangunan-bangunan tinggi, jalan raya juga lapangan golf yang luas membentang. Cukup indah dan asri, tempatnya juga nyaman. Laura yang baru pertama kali datang saja rasanya enggan untuk kembali. Bukan karena ada Kai di dalamnya, tapi kesunyian ini yang ia sukai.

Teringat akan tujuannya, Laura segera meninggalkan pemandangan yang sedang dinikmatinya, melangkah menuju dapur dan mempersiapkan bahan-bahan untuk membuat bubur ayam. Untung saja isi kulkas Kai lengkap, jadi Laura tidak harus repot-repot pergi ke supermarket.

*

Selesai membuat bubur ayam lengkap seperti di penjual, minus kerupuk, Laura membawanya ke kamar Kai, dan membangunkan laki-laki yang sedang terlelap itu untuk makan terlebih dulu.

Sebenarnya Kai tidak berselera untuk memakan apa pun saat ini, tapi akan sangat menjengkelkan untuk Laura jika hasil jerih payahnya tidak diterima Kai. Jadilah mau tidak mau Kai membuka mulutnya saat Laura menyuapi. Tak apa, kapan lagi mendapati Laura melakukan ini dengan suka rela.

"Kamu gak apa-apa, gak pergi ke rumah sakit lagi?" tanya Kai sebelum menerima suapan selanjutnya dari sang kekasih.

"Lo mau gue tinggal?" dengan cepat Kai menggeleng. "Gue balik setelah ini," lanjut Laura tanpa menghiraukan gelengan pria di depannya.

Married With Ex-BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang