Bab 13

1.1K 50 2
                                    

Happy Reading !!!

***

Pulang kerja, Laura mengunjungi Kai lebih dulu seperti janjinya pagi tadi. Tidak lupa ia mampir ke supermarket untuk membeli beberapa macam buah, sayuran dan bahan makanan lainnya.

Rencananya ia akan memasak dan makan malam bersama Kai sebelum pulang ke rumah orang tuanya. Laura hanya ingin memastikan bahwa pria itu makan banyak malam ini untuk membantu penyembuhan setelah demam kemarin, juga memastikan laki-laki itu meminum obatnya.

Selesai belanja, Laura langsung mengendarai mobilnya menuju apartemen sang kekasih tanpa menghiraukan dering telepon yang sejak tadi berbunyi dengan nama Kai yang tertera sebagai pemanggil.

Decakan, gelengan, juga senyum tipis menjadi ekspresi Laura sepanjang perjalanan, namun begitu tiba di gedung Apartemen Kai semua itu digantikan dengan wajah datar andalannya. Laura masih tidak ingin Kai mengetahui perasaan senangnya. Ia belum ingin terlihat luluh dan menerima laki-laki itu kembali setelah masa lalu yang menggores hati. Biarlah ia jual mahal untuk beberapa saat ini, sebelum nanti memberi kejutan pada pria tersayangnya itu.

Ya, sekecewa apa pun ia dulu, nyatanya kebenciannya tidak dapat mengalahkan rasa cintanya. Laura akui dirinya kalah, tapi ia tidak akan membiarkan hatinya kembali tersakiti. Apalagi oleh orang yang sama.

"Ngapain duduk di lantai?" Laura terkejut saat membuka pintu dan mendapati Kai duduk di sana.

"Nunggu kamu. Kenapa gak angkat telepon aku?" Kai bangkit dari duduknya lalu menarik perempuan tercintanya itu ke dalam pelukan.

"Lagi nyetir. Lagian kenapa nelpon coba, udah tahu gue mau ke sini juga," delik Laura memutar bola matanya malas seraya menarik diri, melepas pelukan Kai. Lalu melangkah menuju dapur untuk mulai memasak. Hari sudah sore dan Laura tidak ingin pulang kemalaman.

"Ya, tadi aku takutnya kamu gak jadi ke sini," ucapnya mengikuti langkah Laura dan duduk di kursi meja makan, memperhatikan kekasihnya yang sedang mengeluarkan satu per satu barang belanjaannya. "Kamu nginep lagi kan?" Laura menghentikan pekerjaannya, menoleh ke arah Kai sekilas kemudian menggelengkan kepalanya.

"Kemarin Papi izinin gue nginep karena tahu lo sakit dan gak ada yang ngerawat, sekarang lo udah sembuh. Gak ada alasan untuk papi kasih izin gue nginep lagi. Kita belum nikah Kai, gak bisa tinggal sama-sama." Laura menjelaskan dengan lembut dan kembali melanjutkan pekerjaannya.

"Makanya kalau aku ajak nikah itu mau. Aku juga udah pengen kali, La hidup bareng kamu. Aku pengen kayak gini terus sama kamu," Kai bangkit dari duduknya lalu memeluk Laura dari belakang, menyerukan kepalanya di lipatan leher sang kekasih yang menegang di tempatnya. "Coba dulu kamu gak pergi ninggalin aku, mungkin sekarang anak kita udah dua." Tambah Kai berbisik.

"Memangnya saat itu lo yakin bakal nikah sama gue?" Laura mengerutkan keningnya, sedikit menoleh pada laki-laki yang masih memeluknya, mengabaikan degup jantungnya yang menggila. Laura mencoba rileks walau pada kenyataannya gugup setengah mati. Karena jujur saja, ini adalah kali pertama dirinya seintim ini dengan laki-laki. Meskipun dulu sempat pacaran dengan Kai, tapi hubungan mereka tidak berlebihan, hanya sekadar pegangan tangan saat jalan, atau Kai yang merangkulkan tangannya di pundak Laura. Sekarang saja pria itu berani mencuri-curi kecupan darinya.

"Kenapa harus gak yakin?"

"Ya karena untuk perasaan gue aja lo meragukan, apalagi menikah," Laura mengedikkan bahunya singkat.

"Untuk kejadian dulu aku minta maaf, aku tahu aku terlalu bodoh dengan percaya ucapan Prisil saat itu. Aku gak sadar kalau saat itu dia hanya mengadu domba kita demi menghancurkan kamu dan aku. Aku menyesal, La. Aku mohon maafin aku," sesal Kai semakin mengeratkan pelukannya.

Married With Ex-BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang