Bab 51

497 30 0
                                    

Happy Reading!!!

***

Pulang ke rumah yang selama hampir empat bulan ini di tinggali, wajah Leo lebih cerah dari biasanya, langkahnya ringan dan sepanjang perjalanan tidak hentinya pria itu bersenandung, sampai akhirnya tiba dan mengernyit saat Kai keluar dari kamar dengan menggandeng pinggang Laura yang wajahnya semakin pucat dari terakhir kali Leo lihat.

“Ela kenapa, Kai?” Leo menghampiri anak dan menantunya dengan wajah cemas.

“Kita belum tahu pastinya, Pi, ini Kai mau ajak Laura ke dokter. Papi di rumah sendiri gak apa-apa ‘kan?” gelengan Leo berikan, tapi kemudian mengusulkan untuk ikut mengantar putrinya ke rumah sakit, tidak peduli meskipun Laura melarang dan memintanya untuk tetap di rumah.

Sebagai orang tua tentu saja Leo tidak akan tenang jika hanya duduk-duduk menunggu. Leo tidak ingin mengulang kejadian yang lalu, telat mengetahui kondisi istrinya. Demi Tuhan, Leo tidak ingin kembali kehilangan atau dirinya bisa benar-benar gila.

Setelah selesai menceritakan segala keluhannya pada seorang perawat di sebuah klinik yang tidak terlalu jauh dari tempat tinggalnya, Laura di usulkan untuk datang ke bidan. Dan Kai serta Leo benar-benar berseru bahagia, lalu saling memeluk satu sama lain saat bidan mengatakan bahwa Laura di nyatakan hamil. Berbeda dengan Laura yang malah justru menangis. Entah apa alasan yang membuat perempuan itu meneteskan air mata, Leo dan Kai sama-sama tidak mendapatkan jawaban. Hingga mereka kembali pulang ke rumah, Laura masih saja menangis dan meninggalkan kedua pria tersayangnya ke dalam kamar.

Kai dan Leo saling pandang lalu menatap pintu kamar yang baru saja di tutup dengan kening mengerut dalam. Bingung dan membuat Kai cukup merasa sedih. Dalam benaknya Kai menebak-nebak, apa mungkin istrinya tidak senang dengan kehamilannya? Tapi dengan cepat Kai menggelengkan kepala, tidak ingin berburuk sangka pada istrinya sendiri.

Kai tahu Laura bukanlah perempuan tipe seperti itu. Laura adalah sosok yang pandai bersyukur, kenyataan pahit saja masih bisa Laura tanggapi dengan senyuman, tidak mungkin rezeki dari tuhan yang berupa janin wanita itu tolak.

“Kai ke kamar dulu, Pi,” pamit Kai pada mertuanya yang masih mematung menatap bingung pintu kamar anaknya.

“Tenangin Ela, jangan dulu tanya aneh-aneh. Nanti kalau dia sudah lebih tenang baru kamu minta penjelasan. Papi tunggu di ruang makan.” Kai mengangguk sebelum kemudian melangkah menuju kamarnya untuk menghampiri Laura.

Dengan perlahan Kai menutup kembali pintu kamarnya, lalu melangkah mendekat pada ranjang dan duduk di tepiannya. Tangan Kai terulur menyentuh kepala perempuan yang berbaring membelakanginya, pundaknya bergerak naik turun membuat Kai tahu bahwa istrinya itu masih menangis. Kai sebenarnya sudah tidak sabar ingin tahu alasan kenapa istrinya itu menangis setelah dinyatakan hamil, tapi Kai harus hati-hati, ia tidak ingin membuat istrinya semakin menangis dan berakhir dengan tidak baik.

Untuk beberapa saat, Kai hanya duduk sambil mengusap punggung istrinya hingga kemudian dirasakannya Laura tidak lagi menangis, Kai naik ke sisi tempat tidur yang kosong, ikut merebahkan tubuhnya di samping sang istri tercinta yang ternyata sudah terpejam. Mungkin karena lelah, Laura jadi tertidur. Tapi itu lebih baik, dari pada perempuan itu terus menangis dan membuat Kai kebingungan.

Tangan Kai terulur menyeka air mata yang masih tersisa di pipi Laura. Lalu melayangkan kecupan-kecupan singkat di kedua mata terpejam itu, setelahnya barulah Kai menarik Laura ke dalam pelukannya, mengucapkan deretan kalimat selamat tidur untuk perempuan terkasihnya, sebelum kemudian ikut memejamkan mata. Melupakan bahwa Leo menunggu di meja makan.

***

“Kakek kok gak pulang-pulang? Gak punya ongkos ya, Kek?” pertanyaan dari bocah berusia sebelas tahun itu membuat Leo mencebikkan bibirnya.

Married With Ex-BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang