Minggu yang cerah bagi Allcia, bagaimana tidak? Hari ini jadwalnya main bersama Allan. Seorang lelaki yang diperjuangkannya sejak dulu, dan kini mulai membalas kasihnya, mungkin.
Cia yang kini sudah siap dengan pakaian putihnya, menuruni tangga. Ia berniat untuk pamitan pada bi Evi. Tak lama, seseorang memencet bel. Senyum cia mengembang saat melihat allan.
"Wihhh" ujar allan saat menatap cia. Sebisa mungkin cia menetralkan perasaannya.
"Apa liatin? Ayo berangkat" ujar cia dan berlari menuju motor sport allan.
Ternyata allan membawa cia ke rumahnya membuat cia mengernyit. "Kok kerumah lo?" tanya cia aneh.
"Ketemu mama" sahut allan sambil membuka helm-nya membuat cia melotot.
"Ma... Mau ngapaiiinn?" Cia jadi gugup.
"Kenalin lo lah, ayo" ajak allan sambil menyodorkan tangannya.
Cia masih diam ditempat. "Isshh.... Lo kenapa gak bilang sebelumnya sii?" ketus cia sambil sibuk membenarkan rambutnya.
"Emang kenapa sih? Biasa aja cia" allan membujuk cia dengan mengenggam tangannya.
Dengan nafas yang memburu cia mengikuti allan. Saat memasuki rumahnya, sudah terlihat wanita yang usianya sudah matang sedang menonton televisi.
"Assalamu'alaikum ma"
Wanita itu menoleh dan tersenyum lebar, lalu menghampiri mereka. "Waalaikumsalam, ehh siapa ini?" tanya wanita tersebut kepada cia yang bersembunyi ditubuh allan.
Dengan cepat, cia keluar dari persembunyiannya lalu nyengir kuda. "Saya cia tante, hehee... Ehh maksudnya Allcia, Allcia Rahma" katanya gelagapan. Allan tertawa melihat cia yang gugup itu.
"Iya, saya udah tau kok. Allan yang ceritain." kata wanita itu.
'Kalo udah tau ngapain nanya? Bikin gugup aja' Gumam cia dalam hati.
"Lagian, kita juga pernah ketemu kan di butik waktu itu?" kata wanita tersebut membuat cia membulatkan matanya lalu teringat.
"Ooiyaa, yaampun baru nyadar, ternyata dunia sesempit daun kelor ya, cia gak nyangkaa" celetuk cia tiba tiba.
"Kenalin. Saya marta. Ayo sini" ujarnya sambil menyodorkan tangan dan membawa cia duduk.
"Jadi ini lan? Cantik banget" Cia merona saat marta mengelus rambutnya.
"Ah, tante bisa ajaa. Btw, tante juga cantik, masih seger kayak mama muda" celetuk cia, membuat marta tertawa.
"Eh, Allan pernah cerita, kalo kamu galak banget, tapi keliatannya enggak deh" Reflex cia menoleh ke arah allan dan menatapnya sinis.
'Pantesan kuping gue panas mulu, diomongin sama nih bocah' Gumam cia masih menatap allan.
Allan yang melihat itu langsung mengalihkan pembicaraan.
"Kenalannya udah, sekarang allan ajak cia main dulu ya mah" katanya sambil salim kepada marta, cia juga ikut salim karena allan menariknya. Marta mengangguk dan membiarkan putranya pergi bersama cia.
"Nyebelin banget sih lo" ketus cia. "kenapa harus ceritain gue ke tante martaa sih?" sambungnya.
Sedangkan allan yang sedang manaiki motornya menoleh. "Karna gue mau"
Cia memutar bola matanya malas. "Sekarang kemana?" tanyanya lagi.
"Ke tempat yang enak buat ngobrol" Sahut allan. Cia tidak menjawab dan membiarkan Allan melajukan motornya.
Dan akhirnya mereka sampai di sebuah restauran. Makanan pun sudah dipesan, kini allan menatap cia. "Selain gue mau ngajak lo main, gue juga mau lunasin utang gue"
"Utang apaan?" cia menatap allan bingung.
"Penjelasan tentang masa lalu gue" cia manggut manggut. "Jadi, mulai darimana?" tanya cia.
"Dari pertama gue pacaran sama pacar pertama gue" mendengar itu cia terkejut.
"Lama dong ah dari yang pertama mah!" ketusnya.
"Dia pacar terakhir gue" sahut allan membuat cia tertawa.
"Menurut lo gue percayaa? Cowok kayak lo mana mungkin punya mantan 1 doang" Allan mengangkat kedua bahunya cuek dan mulai bercerita. Masalah percaya atau tidak, itu urusan cia.
"Namanya Alvi, dia pacar pertama dan... Terakhir"
'Terakhir? Jadi maksudnya gue gak bakal jadi pacarnya gitu?' Gumam cia dalam hati.
"Gue kelas 10 waktu itu, gue sayang banget sama dia. Alvi tipikal cewek kayak lo, pantang menyerah. Dan suatu hari gue ada masalah besar sama dia. Dia telfonin gue, sampe spam chatt, tapi gue gak respon karena saat itu posisi gue yang lagi dimainin, dia ketauan duain gue sama temen gue sendiri. Gue diemin dia sampe 3 hari, jahat banget gak sih gue?" tanya allan sambil mentap cia sendu.
Cia mengenggam tangan allan, menyuruhnya untuk kembali bercerita.
"Pas besoknya ada orang nyamperin gue. Katanya gue harus temuin Alvi saat itu juga. Akhirnya gue dateng dianter orang yang tadi. Tapi anehnya, gue malah dianter ke pemakaman. Gue digiring sama orang tadi kesalah satu makam yang masih baru" Allan menyesap kopinya sebentar, lalu menghela nafas.
"Saat itu gue kaget bukan main, gue sempet ketawa karena gak percaya. Di batu nisan itu... ada nama Alvi" Allan berhenti sejenak, menahan sesak didadanya yang kembali terasa saat menceritakan mantan kekasihnya. Wajah cia berubah menjadi sedih, ia tahu apa yang dirasakan allan.
"Umur gak ada yang tau, dia meninggal karena leukimia. Dan bodohnya, selama ini gue gak tau tentang penyakitnya. Semarah apapun gue, gue tetep cinta sama. Hari itu, jam itu, gue kayak orang gila. Marah marah gajelas, banting barang sana sini. Gue hampir frustasi" Allan kini mendongak, mencoba menstabilkan emosinya.
Cia membiarkan allan diam sejenak.
"Dan bingkai foto yang gue tutup kain item itu, foto Alvi. Gue sengaja masih simpen, sampe gue dapet pengganti Alvi dihidup gue"
"Dari kejadian itu, gue ambil 2 kesimpulan. Gak semua orang yang kita cinta, bisa ngejaga kepercayaannya buat kita juga. Kadang orang yang kita cintai malah bikin kita sakit hati. Dan yang kedua, kita harus menghargai keberadaan seseorang disekitar kita, karena tuhan gak pernah ngasih tau, kapan orang itu diambil buat selamanya" kini tangan allan yang beralih menggenggam tangan cia.
"Karena itu, gue susah buat nerima lo cia. Gue takut lo sama kayak Alvi yang duain gue. Meski gue udah jatuh cinta sama lo, sekuat mungkin gue tepis perasaan itu, dan lo tau, yang namanya cinta gak bisa diboongin" Kini cia membeku.
Selama ini ia salah mengira bahwa Allan tidak memperdulikannya. Allan hanya butuh waktu untuk bersahabat dengan masa lalunya.
"Sekarang gue ngerti, gue minta maaf ya kalo kehadiran gue bikin lo inget sama masa lalu lo" Ujar Cia.
"Malah, gue butuh seseorang buat bantu bangkit dari masa lalu" tak lama, allan menyodorkan sebucket bunga berwarna pink, cia terkejut. Entah sejak kapan bunga itu ada dibelakang Allan.
"Buat lo yang udah mau perjuangin gue sejauh ini" kata allan. "Gue sayang banget sama lo Cia"
••••••••••
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Girl
Teen FictionCantik, populer, kaya raya. 3 hal yg sudah melekat kuat pada 4 gadis ini. Gadis yg kerap di bilang nakal, bandel, bahkan bitch. Tapi mereka tidak mempedulikan itu, mereka hidup atas kemauannya masing masing. Tak peduli banyak yang menghujat. Ini h...