"Apa maksud dari semua ini? Kenapa seolah takdir dan perjalanan mempermainkan ku?"
–Naufal Dary Abiyyu–
——Happy reading——
Naufal memasuki rumah dengan tergesa. Penampilan laki-laki itu sangat berantakan. Sudut bibir dan beberapa titik di wajahnya tampak memar, rambut acak-acakan, serta napasnya yang memburu menahan amarah.
"Papa!" Naufal menatap laki-laki paruh baya yang baru saja menuruni anak tangga itu dengan tajam.
Gerry menatap Naufal dengan tatapan bertanya. Laki-laki dengan setelan kerja lengkap itu menajamkan tatapannya, saat menyadari begitu banyak memar baru di wajah anaknya. "Apa ini, Naufal? Kamu berantem, lagi?!"
Bukannya menjawab pertanyaan sang ayah, Naufal malah bertanya, "Aland itu anak Papa, kan?"
Gerry sedikit tersentak kaget. Ia menatap Naufal tak percaya. Dari mana anaknya itu bisa tahu?
"Kenapa Papa diem? Aland beneran anak Papa, kan?!" ulang Naufal, membuat Gerry mendatarkan wajahnya.
"Saya gak punya anak, selain kamu!" tukas Gerry datar.
Naufal tertawa sinis. "Gak usah ngelak deh, Pa. Naufal tau kok, kalau Aland itu anak Papa. Kenapa sih, Papa gak bilang dari awal, kalau Aland itu anak Papa?"
Gerry mengangkat sebelah alisnya. "Apa untungnya, kalau saya kasih tahu kamu soal itu?"
"Kalau aja Papa bilang dari awal, mungkin persahabatan aku gak akan hancur kaya gini! Aku gak akan ngerasain dikhianati sahabat sendiri, dan gak akan mungkin masuk rumah sakit kaya kemarin. Ini semua salah Papa, karena Papa gak jujur sama aku!" ucap Naufal memburu.
"Itu yang saya mau," ucap Gerry tersenyum miring. Ia menaruh map di tangannya, pada nakas di sebelahnya. Lalu menatap Naufal tajam. "Saya gak suka kamu berteman sama dia! Berteman dengan anak berandal, dan kurang didikan kaya dia! Saya gak mau kamu seperti dia yang selalu pulang larut malam, suka tawuran, jadi anak berandalan, dan tidak patuh pada orang tua!"
Ucapan Gerry membuat Naufal menatapnya tak percaya. "Aku jadi berandalan dan suka ngebantah Papa, itu bukan karena berteman sama Aland. Tapi, karena Papa sendiri! Papa selalu nuntut aku, untuk jadi seperti apa yang Papa mau! Papa selalu paksa aku untuk nurut, tanpa pernah tahu gimana tertekannya batin aku, Pa!"
"Saya lakuin ini semua, demi kamu. Demi kebaikan kamu, Naufal!" ucap Gerry tajam.
"Demi kebaikan aku?" Naufal tertawa miris. Demi kebaikan dirinya, katanya? Apakah harus dengan cara menekan batin, juga merusak mental? apakah harus dengan cara memojokkan dirinya?
"Ini semua bukan demi kebaikan aku, tapi demi kepuasan Papa! Papa kasih semua beban, tuntutan, juga keinginan Papa ini ke aku, karena Aland gak bisa lakuin ini kan, Pa?! Makanya, Papa bebanin semuanya ke aku!" tukas Naufal dengan mata berkaca-kaca. Sungguh, ia sangat kecewa terhadap Gerry.
Saat kecil dulu, saat awal dimana ia mengenal laki-laki itu. Ia kira, Gerry akan menjadi ayah sambung yang baik untuknya. Ayah yang bisa mengayomi, membimbing, membantu, mengajari, juga menjadi teman dan tempat keluh kesah untuknya. Ia pikir, Gerry akan menjadi seperti kebanyakan ayah di luar sana. Ternyata, ia salah. Gerry tidak seperti yang ia inginkan, dan ia bayangkan.
Ia terlalu berharap, hingga harapannya sendiri menyakiti dirinya.
"Selama belasan tahun, aku selalu berusaha untuk lakuin apa yang Papa mau. Aku selalu berusaha untuk buat Papa puas, sama apa yang udah aku usahain. Aku selalu berpikir, mungkin dengan cara ini Papa bisa sayang sama aku. Ternyata, enggak! Justru, Papa malah ngerusak hidup aku. Dengan perlahan, Papa udah bunuh mental aku! Sejak awal Papa bebanin semuanya ke aku, sejak itu hidup aku udah hancur, Pa!" Air mata yang sejak tadi ia tahan, kini sudah tidak bisa dicegah. Dengan derasnya, air mata itu membasahi pipi penuh lebam Naufal.
KAMU SEDANG MEMBACA
SAGAKEYLA (TERBIT)
Fiksi Remaja(Sudah terbit dan open po di ig @luxurypublisher1) Beberapa part terakhir sudah diunpub Saga Febriano. Pria dingin dan irit bicara, sekalinya berbicara perkataannya bisa menyakiti orang lain. Selalu memakai seragam urak-urakan, tapi penampilan terse...