🍁5🍁

85 23 5
                                    

Ketika sampai di mesjid Al-Muqaram, gue sama Jamal langsung ambil air wudhu buat menjalani kewajiban sekaligus membuang akhlak kotor di tubuh sebentar aja. Ntar habis sholat terawih balik lagi akhlak biadab gue.

"Allahuakbar Allahuakbar ..."

"Buruan Mal, udah adzan isya!" desak gue, sambil memperbaiki peci yang miring sebelah. Sedangkan Jamal kesusahan memasang sarung, gini, nih, ciri laki-laki nggak ahli.

"Sabar ngapa, ini tolongin gue makai sarung! Eladalah, nih, sarung ngajak ribut?!" Gue menepuk jidat pelan, lagian heran juga sama Jamal. Masa iya benda mati diajak ribut? Emang bisa?

"Gimana, sih, lo, ah, gitu aja nggak bisa, cemen lo jadi laki," ujar gue diakhiri kata meremehkan.

"Oi, kalian kapan selesainya? Sebenarnya kalian itu wudhu atau pacaran, sih?!" Ucapan bapak-bapak berjenggot putih itu membuat gue bergedik ngeri, sekaligus jijik.

Setelah kepergian tuh bapak, gue melirik Jamal yang senyum-senyum menatap gue. Kok gue jadi merinding, ya.

"Kenapa lo?!"

"Muach ...!"

JAMAL BANGSAT!

Gue lari terbirit-birit, nggak mau berduaan sama Jamal lagi. Udah trauma, dah, apa selama ini kawan gue Gay? Astagfirullah Jamal, kasian gue sama lo.

"Eh, Bagas kenapa lari-lari gitu? Kayak lagi dikejar hantu aja." Siti yang lagi memakai mukena putih membuat gue terkejut bukan main. Dikira tadi Kuntilanak, soalnya mukanya sebelas duabelas.

"Lo bikin kaget gue aja, kenapa belum masuk juga lo?" tanya gue dengan nada nggak beraturan.

"Nungguin teman, oh, ya, mana Jamal? Udah duluan?" Siti celingak-celinguk kesana-kemari mencari keberadaan seseorang yang udah bikin bulu kuduk gue meremang dadakan.

"Teman lo stres, udah buruan masuk nggak usah nungguin teman." Dikit lagi tangan gue niatnya mau nyeret Siti masuk ke dalam masjid. Tapi Siti langsung mundur menghindar, entah apa penyebabnya gue juga nggak tau.

"Mundur, jangan sentuh Siti mas! Siti jijik sama mas! Siti jijik!"

Dahlah, gue pengen nangis di pojokan kamar sekarang juga. Habisnya punya teman lagi dalam fase nggak ada warasnya. Eh bentar,
tapi apa kata Siti benar juga, dia, kan habis wudhu. Duh, Bagas, malu-maluin!

"Ngeselin lo." Karena nggak mau buang-buang waktu, gue nyelonong masuk aja ninggalin Siti yang lagi mengelus dadanya.

Sialan! Gara-gara ketemu Siti gue jadi dapat barisan terakhir. Padahal gue maunya di depan, maksudnya di belakang imam. Biar makin fokus sholatnya.

Karena ketinggalan tiga rakaat sholat isya, secepat mungkin gue ingin menyusulnya. Namun, disaat mau takbiratul ikhram gue mendengar desas-desus suara seseorang yang mengolah kuping sebelah kanan gue berdenyut. Apa sekarang gue lagi digoda setan? Gini amat, ya, jadi orang ganteng, jangankan manusia, hantu aja pada terpesona.

"Syuut ..."

Jangan ditanggapi Bagas! Fokus!

"Syuttt .."

Dengan terpaksa gue memegang kuping, mencoba menghilangkan hasutan setan nggak ada akhlak yang sekarang berusaha mengolah gue ingin membatalkan niat mau sholat.

"Syuutt .."

Cukup! Kesabaran gue benar-benar habis, gue menoleh ke belakang dan melotot tiba-tiba karena Jamal sedang menyengir kuda. Ternyata dia biang keroknya! Alias, dia setannya.

"L ..." Belum selesai mau ngerampungin kalimat, Jamal meletakkan jari telunjuk bau petai itu ke bibir gue yang suci dari rokok.

"Syuttt  ... Diam." Gue meneguk air liur dalam-dalam. Fiks, urat Jamal udah putus. Buktinya, nih, anak lagi ngedipin matanya sebelah ke arah gue, mana sambil monyong-monyongin bibir lagi. Jijik gue.

"Dalem mas."

'Plak!

***

Seusai melaksanakan terawih, kami bertiga sekarang ada di kost. Dari tadi gue cuma duduk diem doang sambil menatap sepasang sendal nipon yang ada di hadapan gue sekarang.

"Sudahlah, relain aja tuh sendal. Itung-itung nambah pahala." Gue nggak menanggapi ucapan Siti. Pokoknya gue masih rada-rada nggak ikhlas.

Coba, deh, bayangin, sendal nipon yang baru saja dibeli pagi tadi terus malamnya digantikan sama yang banyak jamurnya, mana buluk banget lagi. Kayak nggak pernah disikat, parahnya lagi, belakangnya ada pakunya.

"Kasian amat, sih, lo Gas. Tapi, nih, ya, gue kasih saran lain kali mau ke mesjid itu jangan pakai sendal baru. Awal doang keren, eh, pulangnya gembel. Untung juga lo pulangnya nggak nyeker." Jamal ketawa-ketiwi melihat temannya menderita. Ini contoh teman Dajjal, yang halal buat di tampol.

Gue melepas rangkulan tangan Siti yang seenak jidat asal nangkring aja di bahu gue. Karena mood hilang, gue langsung masuk kedalam kamar lalu mengambil hp. Siapa tau calon bini lagi online.

Cakcak

Online

Anda

Hai :')

Cakcak

Iya?

Anda

Gue mau nanya, nih, boleh nggak?

Cakcak typing ...

Cakcak

Boleh.

Anda

Kenapa sih lo belum nikah juga?

Cakcak

Aku belum siap, lagian juga masih sekolah. Kalau kamu?

Anda

Karena lo belum siap :)

Read

Gue menyengir melihat ketikan gue sendiri, yakin, nih, si Cakcak kesentrum hatinya. Gue nggak mau menyerah gitu aja, karena bagi gue Cakcak ini cewek komplit. Nih gue kasih tau, dia itu udah cantik, manis, imut, pemalu. Duh, pengen olahraga malam bareng nih jadinya.

'Tring!

Kedua kening mengerut, pasalnya ada nomor tak dikenal nge-chat gue. Biasalah biar keponya hilang, gue langsung buka pesan yang dikirimkannya.

-625821------

Hei, save back Ambar, ya, ganteng.

Anda

Save nggak? Save nggak? Enggak lah, masa save.

-625821------

Kok gitu? Padahal gue suka banget sama lo, habisnya ganteng banget >.<

Emmm  ... Lo mau nggak jadi pacar gue? Janji kok, gue orangnya nggak mata duitan.

Anda

Sorry, tapi lo terlalu bangsat buat gue yang anjing banget.

Terus, apa kata lo tadi? Nggak mata duitan? Masa iya? Mau nggak lo jalan sama gue modal 500 rupiah doang? Nggak, kan? Ya enggak, lah, bayar kencing aja dua ribu.

Dan asal lo tau, gue sebenarnya orang miskin? Mau nyikat wc umum bareng-bareng? Kalau iya, yaudah ayo, lumayan buat bantu-bantu. Gue yang bersihin lantainya, lo yang ngucek lubang wc-nya.

Deal?

Read

-625821------ telah memblokir Anda.

Anda

Mental aman?

Bersambung ....

TACENDA [End]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang