Selama di perjalanan, pikiran gue masih kalut, memikirkan si Joni. Dasar adek laknat, kenapa coba nggak mau kasih tau keberadaannya sama abang sendiri. Kan jadinya gue khawatir sama tuh anak, emang benar-benar hobinya bikin pikiran tak karuan. Terlebih lagi soal ucapan Azam tadi, bikin hati nyesek. Kenyataan bahwa cowok bersama Caca kemarin adalah pacarnya Caca ternyata.
Heran gue, apasih istimewanya tuh cowok? Jelas-jelas gantengan gue, daripada tuh orang. Mana dekil banget lagi, curiga gue kalau itu cowok kasih guna-guna ilmu karindangan ke Caca. Ah, bodo amat. Gue cuma bisa menghela nafas berat, kenapa sih gue itu selalu gagal dalam soal percintaan? Entah dosa besar apa yang gue lakukan dulu, sampai di azab kayak gini. Lihat aja nanti, gue yakin si Caca pasti terpaksa mau pacaran sama si cowok dekil itu. Pasti ada alasannya, ntar ah gue wawancara Caca.
Akibat pikiran melayang kesana-kemari, hampir saja gue menabrak kucing yang langsung nyebrang tanpa lihat-lihat jalan. Untungnya, secepat kilat gue menarik rem. Mengelus-elus dada yang kembang-kempis. Kalau tertabrak, bisa gawat. Mitosnya semisal nabrak kucing, pulangnya ini motor harus di seruduk ke pohon pisang. Biar tidak kena sial. Tapi nggak tau juga itu betul atau tidak.
Biar tidak mengacau pengguna lain, gue memarkirkan kendaraan dulu, lalu turun mengambil kucing itu. Dibawa ke sebrang sana, terus gue taruh di atas kursi taman. Gue berkacak pinggang sambil meratapi kucing betina yang lagi hamil ini, lagi menggeliat di kaki. Dasar betina, sudah tahu itu perut ada isinya malah masih suka merayu orang lain.
"Ingat sama laki lo cing. Jangan jadi lonte," ujar gue, selepas itu berbalik badan. Berniat mau meneruskan perjalanan yang kena pause tadi.
'Bruk!
Namun, ada suatu kejadian yang berhasil membuat tubuh gue kaku di tempat. Baru aja putar badan, sudah disuguhkan pemandangan buruk. Gue merasakan ada cairan yang mengenai wajah, benar saja, gue serasa mau pingsan di tempat. Trauma dulu datang lagi. Persis dihadapan gue berdiri, ada seorang cowok yang di kepalanya berlumuran banyak darah, tengkurap di tanah.
Selain itu, terdapat motor dan mobil Avanza pada hancur. Terlebih lagi, motor N-max itu depannya tidak berbentuk lagi. Pecahan beling berserakan di jalanan, serta cairan berwarna merah pekat berceceran di hadapan gue berdiri.
Kedua kaki gemetar hebat. Gue merasa seakan-akan darah di dalam tubuh gue disedot paksa buat dikeluarkan. Gue menyisir keadaan, mereka yang menyaksikannya hanya pada teriak-teriak tidak jelas. Tanpa ada niatan mau menolong.
Gue menelan ludah dalam-dalam. "Tidak! Gue harus bisa melawan trauma ini!" Gue menggelengkan kepala, mencoba sekuat tenaga untuk bisa menolong para korban kecelakaan naas ini. Tidak mungkin gue cuma diam bengong kayak orang gila saja.
Dengan kekuatan yang ada, gue bergerak cepat membantu cowok yang tidak sadarkan diri di depan gue ini. Gue membalikkan badannya guna mencek nadi, alhamdulillah dia masih ada nyawa. Itu berarti dia cuma pingsan, syukurlah. Tanpa pikir panjang, gue langsung menelpon polisi dan juga ambulans dengan tangan gemetaran. Padahal, gue benar-benar tidak sanggup melihat darah sebanyak ini. Sampai-sampai gigi gue pada menggertak, seperti lagi kedinginan.
Gue memandangi orang-orang yang bisa dibilang tidak punya otak. Bukannya langsung nolongin, ini malah mem-video, terus di upload pake caption 'semoga mereka tidak kenapa-kenapa. Gini, nih, waktu Tuhan bagi-bagi otak, mereka malah pergi ke WC. Ciri-ciri orang yang tidak berperikemanusiaan.
Karena marah sudah membara, gue bangkit dari jongkok. "KALIAN ORANG-ORANG BODOH! BUKANNYA DI TOLONG, MALAH DI VIDEO. PUNYA OTAK NGGAK?! MIKIR DONG GOBLOK, BANTUIN! DASAR OTAK UDANG!" teriak gue nyaring. Sampai-sampai gue menitihkan air mata, mengingat kejadian dulu yang tidak bisa gue lupakan.
Kalau tidak koar-koar, mereka pasti sedari tadi cuma diam, sambil mem-video. Para pengendara yang pada lewat, langsung berhenti. Membantu korban yang lain. Tidak berselang lama, mobil ambulans sama mobil kepolisian berdatangan ke tempat TKP. Semua para korban kecelakaan itu dibawa masuk kedalam ambulans. Polisi memasang garis kuning buat olah TKP nanti. Para warga dibubarkan, termasuk gue juga.
Gue menatap nyalang kepergian korban kecelakaan itu. Gue cuma bisa menghembuskan nafas berat, teringat cowok tadi. Beruntungnya, lukanya tidak terlalu parah, kemungkinan besar dia bisa diselamatkan. Semoga saja tidak ada yang meninggal. Aamiin.
Gue mengusap wajah yang terkena cipratan darah dengan ujung baju. Biar nanti di rumah om Arsa, gue langsung mandi. Gue melirik jam di layar HP, sudah pukul sepuluh pagi. Bergegas gue kembali menaiki motor, tak lupa pakai lagi helm. Buat keamanan. Tapi sebelum itu, gue melayangkan tatapan sengit ke mereka yang kerjaannya mem-video doang. Terlebih lagi, ada beberapa guru yang turut melihat saja sambil mem-video. Gue tau mereka guru, dilihat dari seragamnya. Itu guru atau apa?
"Bye! Orang tolol!" Tanpa mempedulikan mereka, gue segera menancapkan pedal gas. Api emosi, masih menyerang di hati, melihat kelakukan bodoh orang-orang disini. Beruntung banget gue tidak tinggal di daerah sini, bisa-bisa darah tinggi mulu gue tiap hari jadinya.
Dari kaca spion, gue melihat mereka yang pada menundukkan kepala ke bawah. Cih! Kumpulan orang-orang yang tidak diajarkan tolong-menolong.
Bersambung ...
KAMU SEDANG MEMBACA
TACENDA [End]✓
Novela JuvenilStory 4 (Bromance, no BL!) ❝𝓚𝓲𝓽𝓪 𝓼𝓪𝓶𝓪-𝓼𝓪𝓶𝓪 𝓶𝓮𝓵𝓲𝓱𝓪𝓽 𝓴𝓮𝓱𝓲𝓭𝓾𝓹𝓪𝓷 𝔂𝓪𝓷𝓰 𝓫𝓮𝓻𝓳𝓾𝓽𝓪 𝔀𝓪𝓻𝓷𝓪. ❞ "Lebih baik disembunyikan, daripada diungkapkan." 🄳🄾🄽 🄲🄾🄿🅈 🄼🅈 🅂🅃🄾🅁🅈 🄿🄻🄴🄰🅂🄴‼️