"Bagaimana bisa Om?!" tanya Bagas panik, lantaran pekikan suara seorang wanita terdengar sangat jelas meski lewat telpon. Pemilik suara itu tidak lain ialah dari ibunya Bagas.
"Om juga tidak tau, tiba-tiba saja ayah kamu datang ke rumah dan langsung menarik ibumu keluar, dari situlah mereka berdua adu mulut penuh emosi. Om sudah beberapa kali melerai mereka, tapi tetap saja tidak ada gunanya. Maka dari itu om menelpon kamu untuk segera ke sini untuk membantu melerai. Untungnya rumah Om lumayan jauh dengan rumah yang lain, jadi tidak ada yang melihat pertengkaran orang tuamu di luar."
"Aku minta tolong sama Om, tolong pisahkan mereka dulu, aku akan segera ke sana secepatnya!"
"Baiklah, Hati-hati di jalan!"
"Baik!"
'Tut!
"Ugh sialan!"
Bagas mengacak rambutnya frustasi, beberapa kali dia mengumpat kata serapah. Entah masalah apa yang terjadi di keluarganya, tapi yang pasti aku penasaran apa itu. Tanpa bicara lagi, Bagas berkeinginan mau pergi begitu saja, tapi niatnya itu digagalkan oleh Jamal. Bagaikan kilat dia mencegat Bagas dengan menahan tubuhnya, alhasil Bagas jadi tertahan.
"Sudah, lo disini aja istirahat, ingat lo baru aja sadar dari pingsan!" tegas Jamal.
"Tapi gue harus menangani masalah ini Mal, lo denger sendiri 'kan tadi orang tua gue lagi bertengkar, masa iya gue cuma diem disini?!" balas Bagas tak kalah ketus.
"Biar gue yang ke sana, lo diem disini istirahat!"
"Gak bisa!" Bagas mendorong tubuh Jamal agar dirinya bisa lolos. Dia langsung lari, tanpa basa-basi kami bertiga segera mengejarnya.
Di parkiran Bagas nampak kebingungan mau mencari tumpangan, terlihat dari dirinya yang mondar-mandir tidak karuan. Jamal berhasil menahannya kembali, bersamaan dengan itu taksi yang ku pesan saat mau pulang datang juga.
"Bagas dengerin gue napa sih anjir! Jangan keras kepala dong, iya kita ke rumah om Arsa sekarang tapi jangan terlalu berlebihan kayak gini!" ucap Jamal membentak, dimana dahinya mengkerut kesal.
Nampaknya Bagas sama sekali tidak mendengarkan omongan Jamal, setelah melihat taksi yang ku pesan tadi dia bergegas pergi ke situ. "ANJING!" umpat Jamal yang tidak dihiraukan. Tetapi walaupun begitu dia kembali mengejar Bagas, sampai kami berempat masuk ke dalam taksi itu.
"Pak cepat ke jalan Dasawaya!" titah Bagas begitu panik. Pak supir pun segera menancapkan gasnya, sehingga kami sebagai penumpang di belakang jadi seperti pemotor ugal-ugalan. Apalagi waktu melewati jalan bebatuan, sangat jelas terasa hentakannya. Namun hal itu tidak menyurutkan kepanikan Bagas, dia tidak bisa tenang sebelum sampai tujuan.
"Aduh Siti jadi mau mabuk!"
Ku lihat Siti yang duduk tepat di samping ku lagi menutup mulutnya dengan tangan, agaknya sedang menahan rasa mual yang bergejolak di dalam perut. Memang, aku pun juga merasa pusing, jujur saja aku tidak kuat terlalu lama di dalam mobil yang ada stella jeruk. Ini memang belum lama, tapi bau stella-nya sangat menusuk penciuman, terlebih lagi supirnya membawa kami seperti dikejar-kejar kawanan serigala yang kelaparan.
"Tahan Ti, bentar lagi sampai!"
Dari ekor mata, Jamal sedang menggosok punggung Siti berulang kali sampai Siti terlihat lumayan membaik. Siti pun merebahkan kepalanya ke bahu kiri Jamal sambil memejamkan kedua matanya. Melihatnya aku hanya bisa membuang nafas panjang.
KAMU SEDANG MEMBACA
TACENDA [End]✓
Teen FictionStory 4 (Bromance, no BL!) ❝𝓚𝓲𝓽𝓪 𝓼𝓪𝓶𝓪-𝓼𝓪𝓶𝓪 𝓶𝓮𝓵𝓲𝓱𝓪𝓽 𝓴𝓮𝓱𝓲𝓭𝓾𝓹𝓪𝓷 𝔂𝓪𝓷𝓰 𝓫𝓮𝓻𝓳𝓾𝓽𝓪 𝔀𝓪𝓻𝓷𝓪. ❞ "Lebih baik disembunyikan, daripada diungkapkan." 🄳🄾🄽 🄲🄾🄿🅈 🄼🅈 🅂🅃🄾🅁🅈 🄿🄻🄴🄰🅂🄴‼️