🍁Bab 31🍁

35 6 0
                                    

'Krit ...!

"Hi Bruh, yo apa kabar?"


Gue menampilkan senyum lebar, sambil duduk ke kursi. Di depan gue duduk, Ray menghentikan acara makan minumnya. Agak heran juga sih, caffe kayak restaurant. Karena baru pertama kali gue ke caffe yang menjual makan-makanan seperti makanan restaurant. Apa gue kali ya yang kurang update.

Gue menaik turunkan alis, dimana full senyum masih tertahan di bibir. Ray menatap gue tak berkedip, dengan raut wajahnya yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Diliat-liat, ini anak makin imut aja. Jadi bingung gue, sebenarnya dia ini cewek apa cowok? Kalau dia cewek ada dua kemungkinan. Pertama, dia cewek tomboy. Kedua, dia transgender. Hm, kok gue jadi bingung begini. Mau tanya, takut dia ngamuk.

"Ngapain kamu kesini?" tanyanya, pakai nada tidak ramah. Emang benar-benar. Ente bukan sembarang ente.

"Hello Man, ini caffe punya kakek buyut lo apa?"

Ray memutar kedua bola matanya sekejap, lalu kembali menyantap makanannya. Kasian sekali diri ini, dikucilkan, tidak dianggap. Seperti debu.

"Bole 'kan gue duduk disini?" Ray menatap gue intens, entah apa yang dipikirkannya, dia pun mengangguk. Itu berarti gue diperbolehkan nimbrung. Senyum di bibir kian melebar jadinya.

"Nih, makan."

"Hah?"

Entah kesambet apa si Ray, tidak ada angin dan hujan, tiba-tiba jadi berubah 100°. Dia seperti bukan Ray yang gue kenal. Mulut gue masih menganga, tak menyangka dia menyodorkan makanannya ke arah gue, dan menyuruh gue buat memakannya. Gue menatapnya dengan dramatis. "Jadi, lo nerima gue buat jadi teman lo?" tanya gue hati-hati. Lagi-lagi, dia terdiam tanpa melihat ke arah gue. Jikalau gue bisa baca pikiran orang, sudah dari awal gue baca pikirannya.

"Ya"

"Hah? Apa kata lo tadi? Coba ngomong yang lebih jelas lagi."

Terlihat Ray menghembuskan nafas kasar, dia mengalihkan pandangannya ke gue. "Ya, aku mau jadi temanmu, sudah puas?"

'Plak!

Gue menampar pipi sendiri, buat memastikan saja, apakah ini mimpi atau bukan. Ternyata tamparan barusan terasa sakitnya, itu berarti ini nyata. Real!

"YES, AKHIRNYA!" Secara refleks, gue menggebrak meja dan berdiri. Mengangkat tangan, seperti kekanak-kanakan. Tanpa mempedulikan tatapan orang-orang yang berlabuh ke gue dengan heran.

Ray melotot tajam, gue pun langsung diam seribu bahasa. Lalu duduk manis seperti semula, senyum lebar makin betah nangkring di sudut bibir.

"Thanks ya sudah nerima gue buat jadi teman lo. Nah mulai sekarang, kita akan saling bertukar cerita, gimana? Supaya beban pikiran kita lebih ringan. Terus, mulai sekarang, kita tidak boleh jadi seperti orang asing lagi oke?" Sepertinya ucapan gue barusan membangun konflik, buktinya ekspresi Ray berubah lebih dingin dengan tatapan setajam elang. Buru-buru gue menyambung ucapan.

"Gini-gini, maksud gue disini bukan mengajak lo jadi teman gue itu buat lo mikirin masalah gue dan bantuin. Alias, memanfaatkan lo. Please percaya sama gue, jujur ya, gue serius ingin berteman sama lo tanpa cuma-cuma. Please!" Gue memasang wajah serius. Salah bicara, bisa salah paham dia. Gagal yang ada jadi temannya.

Gue memandangi Ray lamat-lamat. Menunggu-nunggu balasan darinya. Tetapi, jawaban yang ditunggu tak kunjung-kunjung di balas.

"Ouh disini toh rupanya lo, ninggalin kita berdua buat bisa berduaan dengan ..." Tiba-tiba saja, Jamal beserta Siti mendatangi gue. Tentu saja, bikin gue langsung menepuk jidat. Jamal mengamati Ray serius, dia menunjuk-nunjuk ke arah Ray, sedangkan Ray dahinya mengernyit.

Gila! Mati gue, jangan sampai Jamal keceplosan bilang pernah liat foto Ray di HP gue. Apalagi Siti, seseorang tolong bawa gue sejauh mungkin.

"Gue kayak pernah liat lo deh, tapi dimana?" Jamal menaruh jari telunjuknya ke dagu. "Ah iya, gue pernah liat lo di ... emmm ...!" Sebelum Jamal meneruskan omongannya, secepat kilat gue menutup mulutnya. Kemudian melemparkan senyum paksa ke arah Ray.

"Dia ini emang orang yang sok kenal, selain sok kenal, dia juga sok asik. Harap dimaklumi," ujar gue, sambil terus mengunci mulut Jamal. Dia menggertak, tapi gue tidak akan membiarkan dia mengatakan kejujurannya.

"Wah, di foto aja sudah imut, ternyata aslinya lebih menggemaskan! Kyaaaaa ... i love you sekebon, muach muach. Kyaaaaa, kiyowok sekali. Eungh gemes deh, pengen tak hiii ...! Siti padamu mas!"

Anjing luh!

SITI BIADAB!

ARGHHHHHHH!!!

Bersambung...

TACENDA [End]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang