"Restaurant Lentera Indah," gumamku pelan, membaca nama restaurant di bangunannya dari depan. Aku singgah kesini karena mobil papa terparkir di sini. Tidak mau ketinggalan berita sedikitpun, aku segera tancap gas berlari ke dalam setelah membayar uang upah buat abang gojek.
Di dalam, kedua mataku mencari-cari keberadaan papa dimana. Sampai terhenti di meja pelanggan paling pojok, ada satu orang laki-laki tengah duduk membelakangi ku. Dari posturnya sudah jelas itu seperti papa, bahkan pakaian yang digunakan juga persis samanya. Tidak mungkin aku muncul di hadapannya, yang ada dia bakal marah karena aku tidak menuruti perintahnya agar berdiam diri di rumah untuk istirahat.
Di dekat papa duduk, ada kursi kosong yang menghadap membelakangi dirinya. Itu tempat duduk yang pas buat nanti aku mendengarkan obrolannya. Jadi aku tidak perlu menutupi muka dengan buku menu. Sebelum di ambil orang, buru-buru aku menuju ke kursi itu.
Drtttt
Ah sial, ada seseorang yang menelpon. Ku lihat papa sepertinya akan menoleh ke belakang mencari sumber suara telpon. Tak akan sampai itu terjadi, aku bergegas cepat pergi keluar. Akibat terburu-buru, aku tidak sengaja menabrak pelayan yang sedang membawa nampan kosong itu sampai terjatuh.
"Sorry, tidak sengaja. Sekali lagi aku minta maaf oke? Aku duluan lagi buru-buru." Pelayan laki-laki itu kembali berdiri. Aku pun kembali berlari keluar sambil menggeser tombol hijau.
Dirasa sudah aman, aku melihat nama seseorang yang menghubungiku. Ternyata itu adalah adik tiriku. Mengapa aku menyebut dia sebagai adik tiri? Karena dulu papa ketika pulang dari kantor, di perjalanan dia tidak sengaja melihat ada satu mobil yang tiba-tiba saja oleng tidak terkendali hingga jatuh kedalam dasar jurang. Detik itu juga, papa langsung turun dari mobil dan meminta bantuan dari para warga sekitar, maupun meminta bantuan dari para polisi agar cepat datang ke lokasi. Ketika di periksa, ternyata ada tiga orang di dalam mobil. Diantaranya dua orang dewasa, laki-laki dan perempuan. Serta satu anak laki-laki. Keberuntungan tidak berpihak kepada keluarga mereka saat itu, kedua orang dewasa yang diyakini sebagai orang tua kandung dari anak itu meninggal di tempat. Beruntungnya anak mereka masih bisa diselamatkan, meski luka-luka banyak menghiasi dirinya. Setelah diselidiki ternyata keluarga yang kecelakaan itu tidak mempunyai satupun keluarga lagi. Keluarga mereka meninggal karena kecelakaan pesawat waktu terbang dari Jakarta menuju Singapore.
Karena kasihan tidak ada satupun lagi yang mengurus anak itu, papa lah yang mengadopsinya. Mengangkatnya sebagai anak, dan telah menjadi adikku sampai saat ini. Walaupun dulu dia trauma besar, pada akhirnya trauma itu perlahan-lahan kurang dengan sendirinya. Walaupun kadang muncul lagi. Bersyukur saat ini dia sudah tidak lagi terbelenggu dalam kesedihan. Kehilangan kedua orang tua di masa diri masih kecil memang menyakitkan. Mereka tidak bisa menemani perkembangan anaknya sampai jadi orang dewasa dan menikah dengan orang yang dicintainya.
Maka dari itu, cuma aku satu-satunya anak kandung papa. Dan itulah sebabnya mengapa papa bilang malam tadi bahwa aku satu-satunya anak dia. Jika Dafis ada di rumah malam tadi dan tidak jadi jadi menginap di rumah temannya dia akan mendengar obrolan kami, sudah dipastikan dia akan merasa sedih, karena dia pasti berfikir bahwa papa tidak benar-benar menganggapnya sebagai anak. Kenyataannya, setiap lambat pulang sekolah pasti papa akan mencarinya, takut kalau Dafis kenapa-kenapa. Itu sudah cukup membuktikan bahwa papa benar-benar sayang padanya.
"Ada apa? Apa yang terjadi?" Terdengar dari sana suara isakan tangis. Pemiliknya itu tidak lain dan tidak bukan ialah Dafis seorang.
"Kak aku takut."
Suara Dafis terdengar gemetar, aku makin dibuatnya cemas. "Takut kenapa? Apa ada seseorang yang menyakitimu?"
"Aku tadi melihat dengan mata kepalaku sendiri, ada yang kecelakaan didepanku persis saat aku mau pulang ke rumah dari sekolah. O-orang didalam mobil itu terlempar ke jalan raya dan kepalanya banyak darah. Dia mirip ayah dan ibu dulu, aku takut Kak. Aku merasa sangat lemas, sampai-sampai orang-orang juga ikut membantuku berdiri."
"Dimana posisimu sekarang? Share lokasinya sekarang, aku akan menyusul," pintaku was-was. Trauma Dafis alami dulu kerap muncul ketika melihat orang kecelakaan dihadapannya langsung. Ini bukan pertama kalinya, tapi yang ke beberapa kalinya, dari itu kecelakaan kecil maupun kecelakaan besar. Disaat trauma itu muncul yang dia butuhkan bukan hanya kata-kata tapi juga sebuah pelukan untuk memberinya kekuatan.
'Ting!
Dafis mengirimkan lokasinya berada kini, tanpa pikir panjang aku berangkat ke tempatnya tanpa memikirkan papa lagi. Ku matikan dulu telpon, sesudah menyuruh Dafis agar mengontrol pernafasannya. Keselamatan Dafis jauh lebih penting sekarang, dia membutuhkan ku secepat mungkin. Beruntung, ada taksi yang singgah di depan jadi tidak perlu menunggu lagi. Dari dalam taksi itu ada seorang wanita yang baru saja keluar, dia berpapasan denganku dan sedikit mengembangkan senyum. Aku membalasnya dengan senyuman kecil juga, lalu meminta pak supir agar segera melaju ke tempat yang ingin ku singgahi.
"Kamu harus kuat Daf," ucapku teramat kecil, sambil terus berdoa agar Dafis baik-baik saja disana sampai aku datang menemui dirinya.
Bersambung ...
KAMU SEDANG MEMBACA
TACENDA [End]✓
Teen FictionStory 4 (Bromance, no BL!) ❝𝓚𝓲𝓽𝓪 𝓼𝓪𝓶𝓪-𝓼𝓪𝓶𝓪 𝓶𝓮𝓵𝓲𝓱𝓪𝓽 𝓴𝓮𝓱𝓲𝓭𝓾𝓹𝓪𝓷 𝔂𝓪𝓷𝓰 𝓫𝓮𝓻𝓳𝓾𝓽𝓪 𝔀𝓪𝓻𝓷𝓪. ❞ "Lebih baik disembunyikan, daripada diungkapkan." 🄳🄾🄽 🄲🄾🄿🅈 🄼🅈 🅂🅃🄾🅁🅈 🄿🄻🄴🄰🅂🄴‼️