Cerita ini bukan tentang BL atau rainbow story.
Jangan lupa tinggalkan jejak setelah membaca.***
"Mending lo beli tolak angin aja dulu sana."
"Lho, apa hubungannya?"
"Pepatah iklan mengatakan, orang pintar minum tolak angin. lo jadi goblok gini akibat nggak beli, sih."
Jamal mesam-mesum bebek karena ucapan gue yang benar adanya. Lagian juga disuruh sama Bu Puput ambilkan teh kotak, eh, yang diambil malah obat nyamuk kingkong. Kan aneh emang ini bocah satu.
Ah, sejujurnya gue itu paling benci harus ngikutin prakerin. Tapi ya mau gimana lagi coba, udah kewajiban pihak sekolah. Andai saja gue saat itu milih masuk pesantren, tapi masalahnya gue itu insecure sama tulisan Arab orang-orang lain yang bagusnya beh mantap. Lah, gue? Kudu mikir dua kali kalau tulisan mereka lebih bagus ketimbang akhlak gue.
Oke, btw kalian belum tau nama gue, sedikit klu bahwa nama gue itu keren kece badai. Na ...
"Gas, sapu halaman!"
Jadi nama gue it ...
"Gas buruan, keburu banyak orang datang nanti!"
Sa ...
"Ya Allah Gas-Gas!"
"Tuh Gas disuruh juga, sana!"
Gue berdecih menanggapi ucapan Jamal yang terkekeh menertawai gue. Kalau bukan karena bulan Ramadhan sekarang, maka sudah gue pastikan bakal nonjok ini bocah ingusan sampai mimisan lagi. Astagfirullah, maaf khilaf.
"Iya, Bu, otw ngesot dulu."
Sesampainya di depan toko gue langsung ngambil sapu lidi. Kasian juga sih sama si sapu, kondisinya sangat memprihatinkan kayak orang yang baru saja diputusin pacar.
"Gas, itu nanti sampah dibuang."
Gue cuma bisa menghela nafas panjang, gini nih resikonya anak prakerin. So, buat kalian yang nggak tau kepanjangan Prakerin itu apa, jadi Prakerin itu adalah Praktek Kerja Industri. Selebihnya, kalian bisa tanyakan saja penjelasannya ke Mbah Google kita tercinta.
"Tapi, Bu, itu si Siti nganggur, masa saya mulu yang disuruh?" Sebenarnya gue ini nggak tau terima kasih, masih mending di terima magang disini masih aja ngeluh. Tapi apa ucapan gue itu benar, si Siti teman prakerin gue malah enak-enakkan berdangdutan didalam. Mana masih pagi-pagi gini juga.
"Kamu nggak liat? Dia lagi menimbang gula sama Jamal."
Refleks saja gue langsung celinguk, apa benar Jamal sama Siti lagi nimbang gula? Ah, ternyata ucapan Bu Puput benar, lagi-lagi gue selalu kalah.
BIASALAH!
Gue cuma diam sambil lanjutin nyapu halaman yang banyak sekali terdapat tai ayam tetangga sebelah, yang seenak jidat buang kotoran di tempat terbuka, mana tungging-tungging lagi tuh pantat.
'Ckit!
"Dek bensin satu botol." Gue langsung mengambil sebotol bensin, lalu menuangkannya ke lubang ilahi. Itu tuh lubang buat dimasukin bensin, entahlah apa itu namanya. Kalau lubang anu gue baru ngerti.
Ah iya, tangki namanya.
"Kok bau bensin, ya, Dek?"
Bentar-bentar ini kuping gue yang banyak tainya atau mbak ini yang otaknya rada-rada goblok daripada gue?
"Namanya juga bensin, ya, bau bensin lah gimana, sih, mbak," jawab gue, sambil geleng-geleng kepala.
"Owh iya, ya, nama adek siapa kalau boleh tau?"
Apakah ini yang dinamakan mencari kesempatan dalam kesempitan? Gue tau, wajah ini terlalu tampan.
"Bagas, kalau Mbak siapa?" Jangan kira kalau gue tertarik sama mbak baju Upin-Ipin ini. Cuma, gue mau tau namanya siapa.
"Anda, Dek."
"Iya, kan, sudah bilang nama saya Bagas. Terus nama Mbak itu siapa?"
Huh, ngeselin nih mbak-mbak satu. Sudah dikasih tau malah nanya lagi, apa kasih aja ya korek telinga buat mbak ini? Kebetulan tuh di dalam masih ada sisa sebelahnya bekas gue.
"Anda atuh."
Apakah membunuh orang itu halal? "Bagas Mbak, namaku Bagas! B-A-G-A-S!" ucap gue, penuh penekanan.
Mungkin saja ucapan gue yang tinggi ini mengundang Jamal kemari kesini. Buktinya ini anak berjalan dimana gue berdiri. Hemm---bocah kepo!
"Maaf .bak, ini teman saya agak sableng, maklum, obat kewarasannya habis." Gue melotot tajam ke arah Jamal yang seenaknya ngomong sembarangan. Lebih ngeselinnya, bukannya mendukung temannya, eh, ini malah makin membuat gue emosi.
"Apasih? Nggak tau masalahnya jangan sok keras."
"Ngotot mulu lo mah, gue dengar kok tadi permasalahannya. Jadi nama Mbak ini Anda, ngerti?"
Penjelasan Jamal mengharuskan gue menatap mbak-mbak yang juga lagi menatap gue. Tolong culik gue sebentar saja, mau pindah kemana kek terserah. Yang penting mau menghilang sekarang juga!
Untuk membuang rasa malu epribadeh, gue menaiki motor. Untung kuncinya masih nempel.
"Mau kemana Gas? Ini pekerjaan kamu belum sele ... "
"GAS MAU KEMANA?! IKUT DONG!" Teriakan Siti bagaikan titisan mak Lampir menggelegar bak biduan. Buktinya, gue sama dua orang disini langsung nutup telinga.
"Mau kemana Gas? Siti ikut, dong!" Sesampainya di hadapan gue, si Siti asal terobos aja naik ke belakang.
"Ke alam Barzah, mau ikut?"
Bersambung...
KAMU SEDANG MEMBACA
TACENDA [End]✓
Teen FictionStory 4 (Bromance, no BL!) ❝𝓚𝓲𝓽𝓪 𝓼𝓪𝓶𝓪-𝓼𝓪𝓶𝓪 𝓶𝓮𝓵𝓲𝓱𝓪𝓽 𝓴𝓮𝓱𝓲𝓭𝓾𝓹𝓪𝓷 𝔂𝓪𝓷𝓰 𝓫𝓮𝓻𝓳𝓾𝓽𝓪 𝔀𝓪𝓻𝓷𝓪. ❞ "Lebih baik disembunyikan, daripada diungkapkan." 🄳🄾🄽 🄲🄾🄿🅈 🄼🅈 🅂🅃🄾🅁🅈 🄿🄻🄴🄰🅂🄴‼️