Tok tok tok
"Ray, buka pintunya, ada yang mau papa beritahukan."
'Cklek!
Pintu kamar terbuka setengah, terlihat papa mengembangkan senyum kepadaku. "Ada apa?" Salah satu alisku mengkerut, tidak seperti biasanya kalau ada yang mau di kasih tahu pasti langsung bicara tanpa basa-basi.
"Mari ikut papa."
Aku makin heran dibuatnya, akan sikap papa yang tak biasa. "Mau kemana emangnya?"
"Ikut saja, papa tunggu di depan." Sebentar papa mengusap puncak rambutku, tanpa bicara lagi papa pergi begitu saja.
Aku pun menurutinya kemauannya, dengan cepat berganti baju lalu turun ke bawah, menemui papa yang sudah berdiri di teras menunggu. Melihat kehadiran ku, papa masuk ke dalam mobil seusai menyuruh ku masuk terlebih dulu. Aku duduk di depan, samping papa yang hanya diam. Mobil pun sudah menghilang dari pekarangan rumah, sepanjang perjalanan papa sama sekali tidak mengeluarkan suara.
"Kita mau ke mana Pa? Kayaknya penting banget."
Papa melirik ke arahku sebentar sambil mengembangkan senyum tipis, pertanyaan ku tadi tidak di jawabnya. Aku mendengkus kesal, namun papa tidak menghiraukan.
Tak lama kemudian, mobil mulai berjalan pelan, memasuki perkarangan sebuah cafe yang di bangunannya terdapat tulisan Cafetaria. Di lihat cuma ada tiga mobil dan satu motor yang terparkir, mobil kami pun menjadi salah satu bagiannya. Mesin mobil sudah mati sepenuhnya, papa membuka sabuk pengamannya, sama seperti ku.
"Ayo turun," titahnya. Aku mengiyakannya dengan menuruti permintaannya, dan mengikuti dari belakang.
Sesampainya di dalam, aku dikejutkan dengan kehadiran Bagas bersamaan dengan kedua orang tuanya. Mereka bertiga kompak menatap kami yang berjalan hampir dekat. Setibanya di hadapan mereka, om Arthur membuang pandangnya sembari bersedikap dada. Berbeda halnya dengan Bagas, saat kami masuk dia melongo, seakan tidak percaya atas apa yang barusan di lihat.
"Duduklah."
Kami berdua duduk setelah tante Kinan menyuruhnya. Habis itu tidak ada lagi percakapan, sampai keheningan ini dipecahkan oleh papa dengan deheman kecilnya.
"Ekhem, baiklah langsung saja supaya tidak ada lagi kesalahpahaman di antara kita, aku akan membantu Kinan menjelaskan titik terangnya."Baru saja papa berkata demikian, raut Om Arthur sudah menggambarkan ketidaksukaan, alis menjengkelkan. Nampaknya beliau terpaksa harus ikut serta di sini.
"Apa lagi yang mau dijelaskan? Sudah jelas kalau kamu itu selingkuh dengan istri saya!" Om Arthur menunjuk papa begitu geram.
"Apa?! Berarti selama ini mama selingkuh dengan papanya Ray?!"
"Hah?!" Sama halnya dengan Bagas, aku sangat terkejut mendengar pernyataan yang keluar dari mulut om Arthur. Aku menatap papa meminta memberikan penjelasan secepatnya.
"Tenanglah Bagas, ini tidak seperti yang kamu pikirkan. Dengarkan dulu, kamu juga Arthur, jangan mengoceh dulu bisa? Aku mau memperbaiki hubungan kita, jadi diamlah dan dengarkan!" kesal tante Kinan, karena merasa tidak dihargai. Om Arthur hanya mendengus kasar menanggapi.
"Oke-oke, jadi begini, sebenarnya kami berdua sama sekali tidak ada hubungan apapun. Aku juga tahu kalau Kinan sudah punya suami, aku sama Kinan sudah lama berteman, namun aku sama Arthur belum pernah bertemu. Dan hari ini kali pertama kalinya kami bertemu. Kinan menelponku untuk meminta bantuan, dia bilang kalau Arthur sudah berubah tidak seperti dulu lagi, dia akhir-akhur ini juga jarang ada waktu luang untuk keluarganya," terang papa panjang lebar, sembari menatap kami satu persatu, dan sedikit agak lama menatap om Arthur yang masih memasang raut sinis.
"Kinan bilang dia mau aku berpura-pura menjadi selingkuhannya, agar Arthur kembali memperhatikannya. Dia menyuruhku menjadi pasangan pura-puranya untuk memastikan bahwa Arthur masih peduli kepadanya atau tidak, ternyata Arthur masih ada rasa dengan Kinan. Dengan itu, aku hanya ingin meluruskan kesalahpahaman ini, bahwa aku sama Kinan sedikitpun tidak mempunyai hubungan. Aku juga kenal Kinan cukup lama, dia tidak mungkin mengkhianati suaminya." Sebentar papa memandang tante Kinan, lalu beralih menatap om Arthur yang mana ekspresinya sedikit mulai berubah jadi kalem.
"Maka dari itu, kalian berdua harus memperbaiki hubungan kalian. Dan kamu Arthur, aku tahu kamu bekerja keras demi keluargamu, tapi kamu juga harus bisa meluangkan waktu untuk keluarga. Bagaimanapun juga, sesibuk apapun jangan pernah mengabaikan keluarga sendiri, karena mereka akan berfikir bahwa kamu merasa kesal karena menafkahi mereka terus-terusan dengan bekerja lembur terus," sambung papa serius. Aku juga sedari tadi menyimak pembicaraannya tanpa terlewatkan sedikitpun.
Tante Kinan yang duduknya bersebelahan dengan Om Arthur memegang tangan suaminya, dimana kedua mata tante Kinan terlihat berkaca-kaca menahan tangis. Om Arthur menatap tante Kinan datar, meski begitu beliau tidak menarik kasar tangannya dari genggaman itu.
"Maafin aku Arthur, aku melakukan ini karena sudah tidak ada cara lain. Sebetulnya aku mau bicara soal ini empat mata, tapi setiap aku telpon kamu untuk bicara sebentar saja kamu selalu mengatakan selalu sibuk dan jangan di ganggu. Maka dari itu aku meminta bantuan Bram agar dia mau pura-pura jadi selingkuhan ku agar kamu kembali memperhatikan ku. Aku tahu cara ini salah, maafkan aku." Tante Kinan menangis seusai mengatakan yang sejujurnya. Om Arthur menatapnya begitu lekat, selang beberapa detik, Om Arthur memeluk tante Kinan erat. Ku lihat papa tersenyum cerah, sedangkan Bagas sejak tadi hanya diam dengan ekspresi yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata.
"Maafkan aku juga Kinan, aku terlalu tergila-gila dengan pekerjaan, sampai lupa kalau aku punya keluarga." Om Arthur melepaskan pelukannya, kedua jari jempolnya menghapus pelan air mata yang turun di pipi tante Kinan. Sungguh romantis, melihatnya membuat jiwa kejombloanku memberontak tak karuan.
Tante Kinan menganggukkan kepalanya berulang kali sambil tersenyum cerah. "Terimakasih Bram, sudah mau menjelaskannya, maaf juga kalau kamu harus terlibat dalam masalah ini."
"Sama-sama, sudah sepatutnya teman harus saling tolong-menolong, berarti ini sudah ku anggap selesai, oleh karena itu kami mau pamit." Papa sudah berubah posisi jadi berdiri, aku pun juga lekas menurutinya.
"Lho kok buru-buru amat?" Tante Kinan menghapus air mata yang masih tersisa sekejap.
"Ada yang harus ku kerjakan."
Om Arthur ikutan berdiri, beliau memeluk papa hangat, dan di balas papa juga. "Maaf karena sudah asal-asalan menuduhmu."
"Tidak apa, kalau aku berada di posisi mu juga sama." Pelukan pun sudah berakhir.
Aku menatap Bagas yang lagi menatap ke arah ku, tak lama dari itu, dia mengembangkan senyumnya. Tentu saja aku turut membalasnya dengan senyuman.
"Mari Ray, kita pulang." Aku mengangguk mengiyakan, dan mengiringi papa di belakang. Syukurlah papa tidak benar-benar punya hubungan terlarang dengan tante Kinan, seharusnya aku marah dengan papa karena tidak jujur kepadaku sebelumnya. Tapi ya sudah, tak ada yang perlu dipermasalahkan lagi. Yang penting sekarang, semuanya sudah kembali normal.
Bersambung...
KAMU SEDANG MEMBACA
TACENDA [End]✓
Teen FictionStory 4 (Bromance, no BL!) ❝𝓚𝓲𝓽𝓪 𝓼𝓪𝓶𝓪-𝓼𝓪𝓶𝓪 𝓶𝓮𝓵𝓲𝓱𝓪𝓽 𝓴𝓮𝓱𝓲𝓭𝓾𝓹𝓪𝓷 𝔂𝓪𝓷𝓰 𝓫𝓮𝓻𝓳𝓾𝓽𝓪 𝔀𝓪𝓻𝓷𝓪. ❞ "Lebih baik disembunyikan, daripada diungkapkan." 🄳🄾🄽 🄲🄾🄿🅈 🄼🅈 🅂🅃🄾🅁🅈 🄿🄻🄴🄰🅂🄴‼️