🍁Bab 64🍁

23 7 0
                                    

"Ngevlog?" Bagas menganggukan kepalanya, dia segera berdiri sambil mengembangkan senyum cerah.

"Ayo kita bikin video." Tanpa instruksi, dia sudah mulai take video, dan menyorot 'kan kamera ke arahku.

Nyaris saja mulut ini mau mengomel, namun Bagas mengisyaratkan untuk diam dengan menaruh jari telunjuk ke bibirnya. Jujur saja, saat ini aku seperti diawasi beberapa preman, habisnya Bagas tidak mau mempause videonya sebentar saja, padahal aku belum siap.

Lagi, Bagas memberi kode pakai gerakan mulut, menyuruhku agar angkat bicara. Lagian juga mau bicara apa? Dia aja tanpa rencana terlebih dulu mau take video. Aku menggigit bibir bawah, sembari melirik kesana-kemari mencari topik pembicaraan.

"Hai, namaku Ray, hari ini kami berdua jalan-jalan ke taman. Bisa kalian lihat dibelakangku, banyak sekali bunga-bunga yang bermekaran." Sambil tersenyum seramah mungkin, aku pun berdiri, lalu berjalan kecil ke arah bunga-bunga indah yang bermekaran, terlihat cantik sekali. Ke mana arah tujuanku, Bagas mengikutinya.

Di hadapan bunga matahari, aku mengambil setangkai kecil bunga tersebut. "Kal---"

"Cut!"

Aku merroling eyes, kemudian membuang setangkai bunga tadi asal. "Apa?" tanyaku, diikuti akan alis terangkat sebelah, pasalnya Bagas menampilkan raut tak suka.

"Bukan gitu caranya, seharusnya setelah lo memperkenalkan diri tadi, lo kenalin gue! Bukannya malah ngenalin tuh bunga, orang-orang juga tahu kalau itu bunga matahari," dumelnya yang ku tanggapi hembusan nafas kasar sebentar.

"Kamu sendiri yang salah, asal take video aja, ya mana ku tau rencanamu!" ketusku tak terima disalahkan.

"Iya-iya gue salah, tinggal video ulang aja ribet amat."

Ingin sekali ku tendang bokongnya, heran sama manusia yang satu ini, saat sakit aja masih suka mencari ribut. Bagaimanapun juga aku harus extra sabar menghadapi manusia laknat ini.

Beberapa menit kemudian ...

Setelah take beberapa kali, akhirnya berakhir sudah vlog hari ini, meski singkat, tapi bikinnya terbilang susah. Kini kami berdua kembali duduk ke posisi awal.

"Ah akhirnya kelar juga, ntar gue edit dulu di kost, baru deh gue kirim ke lo. Tapi---" gantungnya, sembari menyipitkan kedua mata dan tersenyum misteri.

"Tapi apa?"

"Tapi lo jangan buka videonya sebelum gue suruh, oke?"

"Memangnya kenapa?"

"Ada deh, kepo lo jadi manusia."

Untuk kesekian kalinya dia berhasil membuatku kesal. Entah kenapa juga aku mau-mau saja menuruti kemauannya. "Terserah."

"Dih, kayak cewek aja."

Kedua bola mataku melebar sepenuhnya, tetapi Bagas malah menyengir kuda, hingga menampilkan deretan gigi putihnya. Dia mengalihkan pandangannya, menatap lurus ke depan dengan terus tersenyum.

"Asal lo tau Ray, semisal lo itu cewek sudah gue pastikan secepat mungkin gue nembak lo buat jadi pacar gue. Why?" Bagas kembali menatapku, kali ini dia menunjukkan keseriusannya. "Kalau ditanya mengapa, karena lo itu beda dari yang lain, sulit untuk didapatkan. Dan gue sangat menyukai seseorang yang susah untuk didapatkan, bagi gue itu menantang. Lo sudah tahu sendiri 'kan kalau gue naksir sama Caca sebab dia sulit didapatkan, karena dia dulu orangnya sangat cuek, tidak pernah melirik gue sedikitpun. Tapi sekarang, gue berhasil membuatnya memandang gue tanpa sebelah mata lagi. Dan teruntuk kedua kalinya, gue berhasil mengubah sikap orang yang awalnya dingin jadi hangat, dan orang itu adalah lo."

Aku tertegun mendengarkan kejujurannya itu. Benar, aku sudah tahu bahwa Bagas sudah lama naksir Caca, sebab dulu dia pernah cerita kepadaku.

"Tapi sayangnya lo itu batang, dan gue masih normal, bukan gay, sorry ya."

'Duk!

"Ah ah sakit kaki gue!" ringisnya.

"Rasain, kau pikir aku belok? Menyukai sesama jenis? Begitu? Sialan kau!" Tak sampai disitu saja, aku menjitak jidatnya.

"Auw ssshhh ...!"

"Kau tidak apa? Maaf-maaf aku tidak sengaja." Melihatnya mengeluh kesakitan, mengolah ku meruntuki diri sendiri saja.

"Bercanda wleee ...!" Bagas menjulurkan lidahnya meledek, terus dia langsung berlari.

"Kurang ajar!" Dengan cepat aku mengejarnya, awas saja kalau ketangkap. Bisa-bisanya dia bercanda disaat ku panik.

Tak lama kemudian, aku berhasil menyusulnya, dan berniat ingin menarik kepala hoodienya itu. Akan tetapi rencana tadi gatot, alias gagal total, dikarenakan Bagas seperti kesusahan nafas.

"Duduk dulu, nih minum." Setelah duduk di salah satu bagian tangga, Bagas meminum air mineral yang ku beli habis take video tadi. Dia meminumnya sampai setengah, lalu menyerahkannya sisanya kepadaku.

"Makasih," ujarnya dengan seuntai senyuman.

"Mending lepas hoodiemu itu, bikin gerah," saranku yang diturutinya langsung.

Ku perhatikan dia kembali bernafas normal lagi, hal itu membuatku bisa bernafas lega. "Lain kali jangan begitu, ingat kondisimu."

"Iya bawel, kayak nyokap gue aja."

Aku hanya memutar kedua bola mata malas menanggapinya.

"Omong-omong gue belum tau lo sekolah dimana?"

"Sma Angkasa," balasku, setelah minum air sisa Bagas tadi.

"Serius? Berarti sekolahan kita deket dong, gue sekolah di SMK Rajawali."

"Nggak nanya."

"Ngeselin lo!"

Selang beberapa menit lamanya, kami saling diam, terdengar hanya suara asing orang-orang, dan yang paling dominan adalah suara heboh dari anak-anak. Sampai keheningan diantara kami pecah, ketika tanpa sengaja ku lihat Bagas tengah menatapku dengan ekspresi yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Tetapi arah pandangku malah tertuju ke bibirnya yang berubah jadi pucat.

"Ada apa? Apa kau merasa sakit?"  tanyaku sekaligus, tanpa bersuara dia cuma menggelengkan kepala

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ada apa? Apa kau merasa sakit?"  tanyaku sekaligus, tanpa bersuara dia cuma menggelengkan kepala.

"Apa kau yakin? Habisnya bibirmu puc---"

'Bruk!

"BAGAS! TOLONG!"

Bersambung ...

TACENDA [End]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang