Akhirnya gue sudah sampai juga di rumah sakit 'Mutiara Indah' tempat abangnya Caca dirawat. Diingat-ingat, nama mas Bram mirip sama nama bokapnya Ray. Lah iya juga ya, gue baru sadar.
Sebelum masuk, gue memarkir motor dulu di parkiran. Di samping motor, ada mobil yang tidak asing di lihat. Otak gue mulai berfikir, dimana kiranya pernah melihatnya.
"Bentar-bentar, kok gue kayak kenal sama nih mobil. Tapi dimana?" Tak cukup memakan waktu lama, gue sudah ingat ini mobil punya siapa. Siapa lagi coba, selain si songong yang meremehkan gue tadi. Bisa-bisanya gue ketemu dia lagi disini, tapi bagus lah biar gue kasih pelajaran.
Senyum miring tercetak di bibir gue, kesempatan ini tidak boleh di sia-siakan. Mumpung tidak ada orang, gue mengambil paku di dalam jok motor. Tanpa basa-basi, gue segera mengempiskan ban mobilnya. Padahal mau semua ban yang mau gue kempiskan, tapi tidak jadi karena ada satpam yang lewat tiba-tiba. Alhasil, cuma satu ban yang berhasil dibocorkan. But, it's okey. Yang penting dia bingung gimana mau pulang, kalau bisa diperbaiki sendiri juga perlu waktu lumayan lama. Hahahaha. Tertawa jahat dulu.
Mampus, rasain!
Sesudah tertawa puas di dalam hati, gue segera masuk ke dalam. Sebelum nanya ke resepsionis dimana ruangan mas Bram dirawat, terlebih dulu gue pergi ke toilet buat cuci muka. Ini semua gara-gara cowok songong itu, muka gue yang awalnya glowing jadi seperti ketumpahan air got segalon. Beruntung wajah gue masih tampan, dari depan, dari samping, dari belakang. Dari mana-mana gue tetap tampan. Bukannya kepedean, tapi ini fakta. Kenyataan bahwa semua cowok itu ganteng. Kalau cewek baru cantik. Tidak perlu insecure, kita semua good looking.
"Permisi, maaf sebelumnya. Saya mau nanya, dimana ruangan atas nama Bram Aditya dirawat?" tanya gue sopan kepada resepsionis yang jaga. Di lihat-lihat cakep juga. Bulu mata lentik, punya satu lipatan kantong mata, pupil matanya hitam pekat. Hidung mancung, bibir ranum, tubuh langsing, rambut pendek pakai kacamata. Dada menonjol, beuh beruntung benar yang jadi suami dari mbak ini.
"Sebentar ya Mas, saya cek dulu."
Gue mengangguk mengiyakan. "Sekalian bisa bantu cek nggak Mbak, dimana kiranya jodoh saya berada?" Kedua alis diangkat barengan. Senyum penuh godaan sengaja ditampilkan, mbak resepsionis melirik gue dan dia tersenyum. Senyuman yang hampir bikin gue meleleh ditempat, sungguh senyumnya itu benar-benar manis, melebihi gula. Mana di pipi kirinya ada lesung pipi, sama di dagunya ada belahan gitu. Pokoknya perfect dah.
"Mas-nya ada-ada saja. Oh iya, ini atas nama Bram Aditya ruangan rawatnya ada di nomor 14. Mas-nya dari sini belok ke kanan terus ke kiri, nah cari saja disitu kamar nomor 14. Jalan aja terus sampai dapat, pasti ada." Tunjuknya ke kanan. Gue mangut-mangut paham.
"Kalau terus mulu jalannya ntar yang ada saya tersesat di hati anda hehehe ...," gombal gue, sambil mengedipkan mata sebelah. Nggak apalah jadi fakboi sesekali.
Diingat-ingat, kok gue merasa makan kata sendiri ya. Tadi gue ngatain Mbak di warung tadi kegatelan. Lah gue ini apa, menggoda cewek yang baru pertama kali dilihat. Sama aja dong berarti, eh enggak! Si Mbak di warung tadi godaannya melebihi kapasitas umumnya. Itu sih sudah termasuk brutal, kalau gue mah gombal biasa doang.
"Mas?"
"Eh? Oh iya makasih ya."
"Iya sama-sama, kalau bingung silahkan datang kemari."
"Oke." Gue mengacungkan jari jempol, diringi akan senyuman pastinya. Sesuai petunjuk dari mbak tadi, gue mengambil langkah seribu. Tidak sabar ingin menonjok bokong Jamal kuat-kuat.
'Tring!
Baru aja gue mau ngetok pintu. Bunyi notifikasi WA gue berbunyi, menandakan ada chat baru. Memang setelah dari bengkel, gue singgah dulu di tempat orang jualan paket. Cukup beli yang 5 gb aja dulu, seharga 30k. Lumayan lah buat beberapa hari.
Penasaran siapa yang mengirimkan pesan, gue mengambil HP dan langsung membuka WA. Rupa-rupanya orang itu ialah nyokap gue sendiri. Sebenarnya rada-rada males juga buat dilihat apa isi pesan full-nya. Tapi karena penasaran sungguh besar, mau tidak mau gue pencet aja isi chat-nya.
Mama
Ada dimana kamu sekarang?
Mama ke kost kamu, tapi tidak ada orangnya. Apa kamu sengaja menjauhi mama?Read
Gini yang gue nggak suka. Kadang suka iri sama orang-orang yang akrab sama orang tuanya, tanpa bertengkar. Dibanding dengan gue, nyokap gue orangnya suka menuduh sembarangan. Jadi tidak heran kalau gue bertengkar mulu sama nyokap. Sebenernya bokap sama nyokap sama-sama salah. Bokap terlalu tergila-gila sama pekerjaannya, sampai tidak ingat keluarga lagi. Sedangkan nyokap malah selingkuh sama laki-laki. Entah siapa laki-laki itu, tapi yang pasti, gue sering dengar nyokap telponan pakai sayang-sayangan, disaat bokap lagi tidur. Akibatnya mereka berdua saling menyalahkan satu sama lain, gitu aja terus, nggak ada yang merasa bersalah. Buruknya, efek pertengkaran mereka itu malah berdampak ke gue sama Joni. Sampai-sampai keluarga gue jadi terpecah belah begini, belum lagi gue tidak tahu dimana keberadaan Joni.
Disaat ingin memasukkan HP ke dalam kantong celana, bunyi telpon terdengar lumayan nyaring di tempat sunyi begini. Cepat-cepat gue mengangkatnya, dan pergi sedikit menjauh supaya orang-orang didalam kamar tidak terganggu.
"Dimana kamu sekarang Bagas?! Kenapa chat-nya cuma di read doang! Apa benar kamu pergi ke tempat lain buat mengindari mama? Jawab!"
"Ma, hentikan please! Aku tidak mau bertengkar sekarang, aku capek!"
"Ba---"
'Tuut!
Sebelum keburu panas hati, gue mematikan daya HP, supaya tidak diganggu lagi. Sebentar gue mengelus dada pelan, lalu mengetuk pintu dan terlihatlah Caca yang membukakan pintu buat gue.
"Bagas."
Bersambung...
KAMU SEDANG MEMBACA
TACENDA [End]✓
Teen FictionStory 4 (Bromance, no BL!) ❝𝓚𝓲𝓽𝓪 𝓼𝓪𝓶𝓪-𝓼𝓪𝓶𝓪 𝓶𝓮𝓵𝓲𝓱𝓪𝓽 𝓴𝓮𝓱𝓲𝓭𝓾𝓹𝓪𝓷 𝔂𝓪𝓷𝓰 𝓫𝓮𝓻𝓳𝓾𝓽𝓪 𝔀𝓪𝓻𝓷𝓪. ❞ "Lebih baik disembunyikan, daripada diungkapkan." 🄳🄾🄽 🄲🄾🄿🅈 🄼🅈 🅂🅃🄾🅁🅈 🄿🄻🄴🄰🅂🄴‼️