Chapter 2 - Girisha Triastara Briel

3.2K 236 11
                                    

"Tara, bangun.. Tar, Astaga". Bisik seseorang dari sebelah Tara.

Gadis itu sejak tadi tenggelam di alam mimpinya, menelungkupkan kepalanya diatas meja dengan nyaman. Padahal mata kuliah masih berlangsung sejak tadi.

Kenneth, atau yang lebih sering dipanggil Ken, sahabat Tara sejak di bangku SMP terus berupaya membangunkan gadis itu. Ken kini mengguncang tubuh Tara pelan.

"Tar, astaga bego banget nih orang. Mau quiz ini, bangun dulu kenapa sih?". Bisik Ken lagi, mengguncang lebih keras tubuh Tara yang duduk disampingnya.

Perlahan, kesadaran Tara pulih, membuat matanya mengerjap perlahan. "Apaan sih, Ken? Berisik banget".

"Quiz, bego".

Tara terlonjak dari tidurnya, kemudian terlihat celingukan. "Sekarang?"

"Iya, makanya jangan tidur mulu". Bisik Ken lagi.

Dosen kelas mereka mulai membagikan soal, membuat Tara meringis tatkala melihat jajaran huruf yang tercetak. Ia melirik kearah Ken disebelahnya yang sudah mulai menulis dengan tenang. Sial. Andai saja otaknya sama pintarnya dengan Ken, pasti hal seperti ini tidak akan jadi masalah.

Gadis itu mulai mencoret-coret lembar jawaban, mencoba merumuskan beberapa jawaban dari soal yang tertera. Namun sepertinya, ia memang tidak diciptakan untuk menjadi pintar tanpa berusaha, berbeda dengan Ken.

Tara menghela nafas panjang dengan frustasi, sebelum memutuskan untuk menyenggol kaki Ken dan memberi kode agar Ken membagi jawabannya. Sang lelaki menatap malas dan menunjukkan 5 jemarinya, pertanda Tara harus menunggu Ken sampai selesai mengerjakan semuanya sebelum mencontek.

Lelaki dengan paras blasteran dan rambut panjang seleher itu memang terkenal dengan kecerdasannya sejak kecil, akademis tidak pernah menjadi masalah baginya. Berbeda dengan Tara yang bisa dibilang kurang di segala bidang, terlebih gadis itu tidak gemar belajar sama sekali.

Bila diibaratkan kedalam sebuah film, Ken adalah peran utama sebagai mahasiswa idaman dengan paras tampan dan kecerdasan diluar nalar, sedangkan Tara bagaikan pemeran pembantu yang tidak terlalu diperhitungkan keberadaannya.

Tapi anehnya, mereka bersahabat. Kutub utara dan selatan itu entah bagaimana mulai menjalin persahabatan sejak menginjak kelas 2 bangku SMP. Tidak terhitung berapa ratus kali Ken membantu Tara dalam menjalani hari-harinya.

Persahabatan mereka diawali karena Tara adalah seseorang yang berperilaku tomboy, yang memang membuatnya berbeda dari yang lain. Gadis itu juga tidak terlalu tertarik untuk menjalin hubungan dengan lelaki, pun tidak ada juga ada lelaki yang serius mendekatinya karena sikap cueknya.

Tara tumbuh dengan dikelilingi sosok laki-laki,
mendiang ibu Tara sudah meninggal sejak ia masih berusia 2 tahun karena sakit, menyisakan ia, Joan sang Kakak dan ayahnya hidup bersama tanpa ada sentuhan sosok ibu.

Kepribadiannya mulai terbentuk bahkan saat ia masih duduk di sekolah dasar, Tara kecil yang saat itu baru berusia 5 tahun sudah hobi main sepakbola dibawah terik matahari karena ikut-ikutan Joan, sang kakak, dimana anak perempuan seusianya mungkin sibuk main masak-masakan dirumah.

———

"Abang lo jadi balik hari ini?". Tanya Ken pada Tara sembari mencomot siomay dari piring gadis itu.

Tara mendengus sebal. "Pesen sendiri kenapa sih kalo pengen? Kebiasaan nyomot punya gue". Omel Tara sebelum menjawab. "Jadi, paling udah sampe rumah dia".

"Gue kerumah lo, ah. Udah lama gak ketemu Joan". Ucap Ken, lagi-lagi mencomot siomay dari piring Tara.

"Ken!! Stop nyomotin siomay gue!". Pekik Tara, menarik piring miliknya menjauh dari Ken.

A MILE AWAYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang