Tara keluar dari ruang ICU dengan berjalan pelan, menghampiri Ken yang masih setia duduk di ruang tunggu dengan sabar sembari menengguk gelas kopinya. Maklum saja, semalaman ia menghafal pasal hukum pidana, dan paginya dikejutkan dengan kabar duka yang datang dari Gio. Makanya, lelaki itu betul-betul kurang istirahat, tapi memilih menguatkan dirinya untuk menemani Tara.
Ken langsung berdiri saat Tara kembali, gadis itu masih terus menunduk sejak keluar dari ruangan tadi. Segera setelah ujung sepatu mereka bertemu, Ken akhirnya menyadari betapa basahnya mata Tara, nampaknya gadis itu menangis sejak tadi. Jadi, Ken memilih mengelus pipi Tara, mengusahakan kenyamanan untuknya. "Udah jenguknya?".
Tara mengangguk pelan, sebelum berhambur kedalam pelukan Ken, mencari ketenangan untuk hatinya yang bergemuruh. "Peluk aku, Ken, please".
Walau heran, Ken akhirnya menuruti. Lelaki itu memeluk Tara erat, menyapukan telapak tangannya di punggung Tara, mengusap disana agar sang gadis bisa jauh lebih tenang. "Are you okay, Baby?".
"No...". Balas Tara sendu, memejamkan matanya guna menyamankan diri di pelukan Ken.
Ken memilih tidak bertanya, melainkan menepuk-nepuk punggung Tara pelan. "It's okay. Aku disini, aku temenin".
Bagaimana caranya Tara menjelaskan pada Ken perihal perasaan Gio untuknya? Disaat Ken sudah resmi menjadi kekasih Tara seperti sekarang, bukankah hal itu jadi terdengar tak menyenangkan untuk Ken?
"Kenneth?". Cicit Tara pelan.
Ken menoleh kebawah, kearah Tara yang kini sudah menatapnya. "Hm?".
"Aku sayang sama kamu". Ucap Tara tulus, berupaya menyampaikan keresahannya melalui ungkapan cinta. Tentu saja ia menyayangi Ken, tapi mengetahui kenyataan bahwa selama ini Gio memendam rasa untuknya, benar-benar membebani hatinya.
Ken tersenyum manis. "Aku juga sayang kamu, Girisha. Sayang banget".
Tara memilih membisu, tidak berniat menceritakan kisah yang baru ia dengar dari Kakak Gio tadi, tentang bagaimana adiknya memendam rasa pada Tara selama hampir setahun ini, setiap hari, tanpa pernah diketahui oleh siapapun kecuali sang Kakak. Dan kini, sang pemilik kisah nyatanya tengah berjuang mempertahankan nyawanya tetap di dunia, berperang melawan ketidakpastian yang mampu membawanya dari dunia.
Perasaan yang Tara rasakan saat ini berkutat pada rasa bersalahnya, akan betapa butanya ia pada segala sikap dan perhatian Gio padanya. Tara hanya takut, takut bahwa tidak akan ada kesempatan lagi untuknya meminta maaf pada Gio akan ketidaktahuannya selama ini. Tara takut, perasaan Gio untuknya harus dibawa terbang begitu saja dari dunia, tanpa pernah tersampaikan secara langsung.
———
Calvin menyusuri jalanan Denpassar menggunakan motor harley yang ia sewa tempo hari kemarin. Seharusnya, ia sudah pulang ke Jakarta hari ini, tapi lelaki itu memilih tinggal. Sekali lagi, ia mendatangi rumah sakit tempat Gio dirawat. Kali ini untuk dua tujuan, yaitu mengecek keadaan Gio, dan juga mencari secuil kesempatan untuk bertemu Tara. Jujur saja, Calvin rindu bukan main, padahal baru beberapa hari tak bertemu.
Sesampainya disana, Calvin sengaja memarkir motornya di tempat khusus, agar mudah aksesnya. Lelaki itu segera naik ke lantai dimana Gio dirawat, dan masuk kedalam ruangan ICU, menghampiri Gio yang masih tergeletak disana. Matanya menyusuri ribuan luka yang diperban di tubuh Gio, berikut dengan separuh wajah Gio yang tertutup perban.
"Gue menang, Bro". Ucap Calvin pada Gio. Hanya itu yang keluar dari mulutnya sebelum keluar dari ruangan.
Matanya tertegun selama beberapa lama, menemukan sosok cantik itu sedang duduk tenang di bangku ruang tunggu, dengan Mama Gio disampingnya, mengelus rambut sang gadis pelan. Gadis itu adalah Tara, yang nampaknya masih belum sadar akan kehadiran Calvin disana.
KAMU SEDANG MEMBACA
A MILE AWAY
RomantizmGirisha Triastara Briel, Tara, gadis yang bahkan dijuliki si tomboy di kampusnya punya hobi mendatangi aktivitas drifting berkat ajakan sang kakak. Di arena balap itulah, Tara menemukan trigger dan juga ketertarikan. Di arena balap itu juga lah, Cal...